Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Brigadir J Win-win Solution atau Adil Seadil-adilnya?

23 Agustus 2022   18:34 Diperbarui: 23 Agustus 2022   18:40 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motif pembunuhan Brigadir J masih diselimuti kabut. Foto : priangantimurnews,pikiran-rakyat.com

Kasus Brigadir J Win-Win Solution Atau Adil Seadil-adilnya

Kasus Brigadir J sudah berjalan dua bulan ini. Dukungan publik sungguh luarbiasa terhadap kasus ini. Dari semula kasus pelecehan seksual, kasus ini pada akhirnya terang benderang sebagai kasus pembunuhan berencana.

Yang bikin pusing adalah motif pembunuhan. Skenario Ferdy Sambo (FS) sebagai laporan awal adalah pelecehan seksual Brigadir J terhadap PC (Puteri Chandrawathi) isteri FS. Meski sudah dipatahkan Bareskrim dalam penyidikan ulang, FS tetap tak bergeming dari motif itu. Ia hanya memindahkan locus delicti dari Jakarta ke Magelang. Tak heran motif pembunuhan ini jadi bola liar kemana-mana.

Dengan ditetapkannya PC jadi tersangka belum lama ini, maka sepertinya drama pembunuhan Brigadir J sudah mendekati akhir.

Dari sisi kepolisian, telah diperiksa 83 anggota polisi dan tiga orang telah ditahan sebagai tersangka. Jumlah ini akan semakin fantastis apabila Timsus bentukan Kapolri bergerak lebih jauh lagi seiring dengan tekanan publik agar dilakukan katakanlah reformasi di Kepolisian RI selaku institusi vital negara. Ini adalah momentum terbaik untuk melakukan itu, karena sudah mendekati Pemilu.

Guru Besar Ilmu Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, banyaknya jumlah polisi yang diproses dengan dugaan pelanggaran etik dan pidana dalam kasus pembunuhan Brigadir J menunjukkan kepolisian masih lekat dengan budaya kepolisian kita selama ini. 

Budaya dimaksud atau lebih tepatnya, mengutip Prof FW Riggs, bad habit "fused community" yang terbawa kedalam tubuh komunitas modern polisi sebagai hubungan kekeluargaan ala "tribes" tempo doeloe di antara anggota polisi sehingga ada sebutan abang asuh dan adik asuh.

Dalam hal ini, FS dipastikan berpendekatan kekeluargaan yang baik sehingga banyak polisi yang loyal kepadanya. Di luar faktor itu, FS sebagai Kadiv Propam memang ditakuti oleh polisi. Rasa takut atas otoritas yang dimilikinya bersinergi dengan kode senyap (code of silence) atau perilaku menutupi kesalahan kalangan sejawat.

Menurut Adrianus, pengaruh terbesar FS di kepolisian itu ada pada pendekatan kekeluargaan. Dan ini menurutnya masih kental dalam budaya kepolisian. Dengan pendekatan kakak dan adik asuh ini, polisi bisa melupakan sumpah jabatan profesinya hanya untuk menyenangkan abang atau adik asuhnya (lih t.ly/-Fo1).

Adrianus benar, dan saya pun meyakini nilai kekeluargaan dari "fused society" yang terus terbawa dalam komunitas modern polisi sekarang sudah saatnya dibersihkan, karena nilai jadul yang masuk kedalam struktur kepolisian yang sudah terdiferensiasi modern itu akan mengurangi kompetensi dan profesionalitas kepolisian.

Menkopolhukam Mahfud MD sejak awal sangat berperan dalam menarik dukungan publik luas. Dia piawai memainkan komunikasi politik melalui jabatannya selaku Menkopolhukam sekaligus ex-officio Ketua Kompolnas.

 Dimana ada penyimpangan sedikit saja dari track yang seharusnya dilalui penyidik Timsus bentukan Kapolri, maka pendapat Mahfud tentang itu akan dikutip berbagai media, tapi celakanya ada yang mengutipnya seraya menambahkan caption yang sebenarnya tak pernah diucapkan Mahfud. Persoalan ini sudah klaar kemarin dalam pertemuan antara Komisi III DPR RI dengan Kompolnas, Komnas HAM dan LPSDK.

Melalui Mahfud MD juga kita mengenal istilah "hanya untuk konsumsi orang dewasa" terkait pelecehan seksual PC yang ditudingkan kepada Brigadir J sejak kasus ini bergulir 8 Juli lalu, juga kita jadi mengenal istilah "ada mabes dalam mabes" terkait betapa besarnya otoritas FS selaku Kadiv Propam Polri. 

Tak heran bola komunikasi politik dari Menkopolhukam itu ditendang beramai-ramai oleh anak bangsa. Alhasil FS dicopot dari jabatannya dan Satgassus merah putih pun dibubarkan Kapolri. Tinggal konstruksi hukumnya saja yang ditunggu publik sekarang.

Tersangka utama yi FS, RE, RR, KM dan terakhir PC sudah nggak masalah. FS boleh saja tak bergeming dari scenario awal. RE selaku penembak diluar kemauannya bahkan bertentangan dengan hati nuraninya adalah saksi kunci yang kini di bawah perlindungan LPSK. 

RR tak banyak info yang dapat dikorek dariNya kecuali manut mengiyakan perintah FS. KM boleh saja tetap mengikuti scenario awal FS dengan tetap mengumbar bahwa ia pada 7 Juli di Magelang melihat Brigadir J masuk ke kamar PC dan bla bla bla. 

PC boleh saja berkicau di Mako Brimob sebagai mencintai suaminya FS dan memaafkan apa yang terjadi terhadap diri dan keluarganya dan PC boleh saja berganti-ganti pernyataan kepada siapapun. Tapi yang pasti Bareskrim sekarang sudah memegang alat bukti terkuat bahwa kasus Brigadir J adalah pembunuhan berencana dan bukan tembak menembak gegara pelecehan seksual.

Data rekaman kamera CCTV di pos satpam di dekat TKP dugaan pembunuhan berencana Brigadir J telah memperjelas situasi di sekitar lokasi saat peristiwa itu terjadi, meski perangkat digital video recorder (DVR) untuk kamera CCTV itu sempat diambil oleh sejumlah polisi dalam proses olah TKP, tapi ada kamera di pos satpam. Rekaman CCTV di pos satpam itulah yang membongkar fakta sebenarnya yang menguatkan rangkaian kejadian yang membuat Brigadir J terbunuh (lih t.ly/rWAK).

Hanya yang membingungkan para influencer medsos seperti DS (Deni Siregar), Ade Armando (AA) dll yang sekaliber atau banyak pengikutnya, termasuk para politisi vokal sebangsa Fadli Zon, Fahri Hamzah dll, bahkan para ustadz dan pendeta selebrotos sebangsa UAS dan pendeta di tanah pelarian AS yi Abraham ben Moses atau SI (Syaifuddin Ibrahim) dan ini dia majalah mingguan Tempo yang katanya menomorsatukan kebenaran koq nggak banyak bunyi berkeadilannya.

 Ini sungguh mengherankan. Kalau influencer senior yang sudah tuek seperti Peter F. Gontha dan Muhammad AS Hikam berbunyi sedikit kalem. Itu wajar. Maklum usia tua kan seiring dengan kearifan kita yang nggak lagi grasa-grusu. Yang penting kedua influencer senior itu percaya sepenuhnya kepada Timsus bentukan Kapolri.

Yang berbeda dari semua influencer, saya kira hanya seorang Meilanie Buitenzorgie saja. Bu Dosen ini geram dengan kebungkaman para influencer termasuk tergiringnya majalah mingguan sekaliber Tempo ke sisi kesaksian sepihak KM di Magelang.

Tempo kali ini "masuk angin", kata Meilanie. Tempo edisi terbaru terasa seperti mengambil posisi sebagai jubir Korps Baju Coklat. Tempo nyaris menelan bulat-bulat informasi polisi tanpa mengimbanginya secara proporsional dengan informasi-kontra, khas jurnalis. Contohnya, lanjut Meilanie, Tempo secara detail menuliskan kesaksian KM yang mengaku memergoki Brigadir J memegang bahu PC. 

Dan peristiwa-peristiwa lain yang menggiring persepsi bahwa Brigadir J benar melecehkan PC di rumah Magelang. Lalu info tentang keterangan PC yang berubah-ubah tapi intinya meng-klaim dilecehkan Brigadir J di Magelang. Lalu PC lapor FS dan Brigadir J pun didor pada 8 Juli lalu di Duren Tiga Jakarta. Publik tentu sudah hafal skenario tsb (lih t.ly/nMqz).  

Celakanya lagi Tempo sama sekali "tidak menyinggung" kesaksian Bharada E yang disampaikan ke ex-lawyer Deolipa, bahwa pada Rabu malam 6 Juli di Magelang, PC dan FS cekcok saat merayakan wedding anniversary mereka. Akibatnya FS pulang duluan ke Jakarta dengan pesawat Kamis pagi didampingi Ajudan bernama Deden.

Tempo tidak berusaha mengkroscek kesaksian adik Brigadir J yang disampaikan ke pengacara Kamaruddin Simanjuntak bahwa di Magelang, PC sempat memotret Brigadir J yang sedang menyeterika baju anak PC dan mengirim foto tersebut ke adik Brigadir J via WhatsApp sambil memuji-muji Brigadir J yang dikatakannya "multitalenta". 

PC juga membujuk adik Brigadir J untuk datang ke Magelang menghadiri perayaan wedding anniversary tsb.

Kronologi/Timing WhatsApp antara adik Brigadir J di Jambi dan PC di Magelang bisa menjadi petunjuk penting untuk meng-kroscek benarkah Brigadir J melecehkan PC di Magelang pada tanggal 7 Juli, sehari sebelum kembali ke Jakarta? Itulah petunjuk terpenting yang seharusnya "mudah" didapat.

Pertanyaannya mengapa naluri jurnalis Tempo mendadak tumpul dalam laporan investigatif kali ini? Seiring dengan itu juga perlu dipertegas mengapa para vokalis DPR RI dan para influencer seperti DS, AA dan sebangsanya tidak begitu care dengan kasus Brigadir J ini. Apakah ini semua ada hubungannya dengan aliran utm (uang tutup mulut) yang dialirkan dari Kerajaan FS. He He ..

Dilihat dari situasi di balik layar. Sebagai Kadiv Propam, Ketua Satgassus Merah Putih sekaligus Kaisar Bayangan di markas Polri, sudah pasti FS mengetahui "rahasia-rahasia gelap" para petinggi korps baju coklat. Dia tentu menggunakan efek dongkrak dari "rahasia hitam" itu untuk mengancam banyak pihak.

Yang menjadi kekhawatiran besar disini adalah win-win solution dengan menyorong lebih jauh skenario pelecehan seksual di Magelang, berhubung skenario Duren Tiga Jakarta gagal total.

Benar FS dijerat pasal 340 pembunuhan. Tapi mungkin dia akan dapat "vonis ringan" karena isterinya dilecehkan korban. Dia pun akan dielu-elukan sebagai pahlawan yang membela martabat dan kehormatan keluarga, meski FS adalah putera Toraja yang tak mengenal budaya membunuh sesama atas nama martabat dan kehormatan keluarga.

Apakah ini "solusi" akhir agar kasus Brigadir J tak makin merembet kemana-mana. Dengan kata lain win-win solution adalah demi "kepentingan yang jauh lebih besar".

Tak heran Lawyer seperti Saor Siagian menuding FS sangat menjijikkan. Sudah gagal dengan scenario pertama yang penuh suap itu, FS masih tak bergeming dengan tudingan awal bahwa Brigadir J terbunuh karena kasus pelecehan seksual. Ia hanya mengganti locus delictinya saja dari Jakarta ke Magelang.

Kita percaya bahwa PC yang mencla mencle itu ada di bawah tekanan yang teramat sangat dari sang suami. Ntah apa ancaman super FS terhadap sang Isteri sehingga mau masuk kedalam pembunuhan berencana FS terhadap Brigadir J.

Di persidanganlah nanti semua itu diuji dengan tentu tak ada lagi kesaksian sepihak sebagaimana dikutip dan digelindingkan Tempo terbaru. Kita berharap Menkopolhukam tetap lincah dengan komunikasi politiknya dengan dukungan Presiden Jokowi tentu dan dukungan dari publik luas se-Indonesia. 

Dan di atas segalanya pihak kuasa hukum keluarga korban Brigadir J dapat tetap berkepala dingin menggunakan semua hukum pembuktian dengan semua bukti-bukti yang dimilikinya, kesaksian para saksi dan bukti-bukti utama dari hasil penyidikan Bareskrim.

Selamatkan Keadilan di negeri tercinta ini Pak Kapolri dan please bersihkan institusi kepolisian kita tanpa win-win solution.

Tabik Bp Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Mahfud MD.

Joyogrand, Malang, Tue', August 23, 2022.

FS, PC dan Brigadir J dalam foto kolase. Foto : disway.id
FS, PC dan Brigadir J dalam foto kolase. Foto : disway.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun