Menkopolhukam Mahfud MD sejak awal sangat berperan dalam menarik dukungan publik luas. Dia piawai memainkan komunikasi politik melalui jabatannya selaku Menkopolhukam sekaligus ex-officio Ketua Kompolnas.
 Dimana ada penyimpangan sedikit saja dari track yang seharusnya dilalui penyidik Timsus bentukan Kapolri, maka pendapat Mahfud tentang itu akan dikutip berbagai media, tapi celakanya ada yang mengutipnya seraya menambahkan caption yang sebenarnya tak pernah diucapkan Mahfud. Persoalan ini sudah klaar kemarin dalam pertemuan antara Komisi III DPR RI dengan Kompolnas, Komnas HAM dan LPSDK.
Melalui Mahfud MD juga kita mengenal istilah "hanya untuk konsumsi orang dewasa" terkait pelecehan seksual PC yang ditudingkan kepada Brigadir J sejak kasus ini bergulir 8 Juli lalu, juga kita jadi mengenal istilah "ada mabes dalam mabes" terkait betapa besarnya otoritas FS selaku Kadiv Propam Polri.Â
Tak heran bola komunikasi politik dari Menkopolhukam itu ditendang beramai-ramai oleh anak bangsa. Alhasil FS dicopot dari jabatannya dan Satgassus merah putih pun dibubarkan Kapolri. Tinggal konstruksi hukumnya saja yang ditunggu publik sekarang.
Tersangka utama yi FS, RE, RR, KM dan terakhir PC sudah nggak masalah. FS boleh saja tak bergeming dari scenario awal. RE selaku penembak diluar kemauannya bahkan bertentangan dengan hati nuraninya adalah saksi kunci yang kini di bawah perlindungan LPSK.Â
RR tak banyak info yang dapat dikorek dariNya kecuali manut mengiyakan perintah FS. KM boleh saja tetap mengikuti scenario awal FS dengan tetap mengumbar bahwa ia pada 7 Juli di Magelang melihat Brigadir J masuk ke kamar PC dan bla bla bla.Â
PC boleh saja berkicau di Mako Brimob sebagai mencintai suaminya FS dan memaafkan apa yang terjadi terhadap diri dan keluarganya dan PC boleh saja berganti-ganti pernyataan kepada siapapun. Tapi yang pasti Bareskrim sekarang sudah memegang alat bukti terkuat bahwa kasus Brigadir J adalah pembunuhan berencana dan bukan tembak menembak gegara pelecehan seksual.
Data rekaman kamera CCTV di pos satpam di dekat TKP dugaan pembunuhan berencana Brigadir J telah memperjelas situasi di sekitar lokasi saat peristiwa itu terjadi, meski perangkat digital video recorder (DVR) untuk kamera CCTV itu sempat diambil oleh sejumlah polisi dalam proses olah TKP, tapi ada kamera di pos satpam. Rekaman CCTV di pos satpam itulah yang membongkar fakta sebenarnya yang menguatkan rangkaian kejadian yang membuat Brigadir J terbunuh (lih t.ly/rWAK).
Hanya yang membingungkan para influencer medsos seperti DS (Deni Siregar), Ade Armando (AA) dll yang sekaliber atau banyak pengikutnya, termasuk para politisi vokal sebangsa Fadli Zon, Fahri Hamzah dll, bahkan para ustadz dan pendeta selebrotos sebangsa UAS dan pendeta di tanah pelarian AS yi Abraham ben Moses atau SI (Syaifuddin Ibrahim) dan ini dia majalah mingguan Tempo yang katanya menomorsatukan kebenaran koq nggak banyak bunyi berkeadilannya.
 Ini sungguh mengherankan. Kalau influencer senior yang sudah tuek seperti Peter F. Gontha dan Muhammad AS Hikam berbunyi sedikit kalem. Itu wajar. Maklum usia tua kan seiring dengan kearifan kita yang nggak lagi grasa-grusu. Yang penting kedua influencer senior itu percaya sepenuhnya kepada Timsus bentukan Kapolri.
Yang berbeda dari semua influencer, saya kira hanya seorang Meilanie Buitenzorgie saja. Bu Dosen ini geram dengan kebungkaman para influencer termasuk tergiringnya majalah mingguan sekaliber Tempo ke sisi kesaksian sepihak KM di Magelang.