Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politika Now: Calo Tiket Menuju Pemilu 2024

28 Juli 2022   16:02 Diperbarui: 28 Juli 2022   16:08 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kunci untuk semuanya ini memang popularitas atau elektabilitas calon ybs. Puan misalnya, meski puteri mahkota PDIP, tapi dari berbagai poling, sepertinya Puan tidak electable. Berbeda dengan Ganjar yang elektabilitasnya tinggi, juga Anies yang sudah beberapa kali diuji di lapangan.

Presidential threshold atau ambang batas capres selalu menjadi perdebatan tiap menjelang pemilu. Parpol-parpol kerap bersitegang soal angka paling rasional untuk bisa mencalonkan presiden. 

Ada yang menginginkan presidential threshold diperbesar agar sistem presidensial kita kuat, tapi ada yang sebaliknya bahkan menginginkan presidential threshold itu dihapus saja dan dibiarkan 0%, agar semua kader bangsa yang populer dapat nyapres.

Perdebatan tentang itu tak kunjung usai dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tetap mengatur presidential threshold itu sebesar 20 persen. Itu artinya Pilpres 2024 yad, kita akan tetap berpegangan pada angka 20%.

Dilihat dari perkembangan sepanjang pemilu 2004, pemilu 2009, pemilu 2014 dan pemilu 2019, tercatat hanya pada pada pemilu 2004 saja angka presidential threshold itu 15% dari jumlah raihan kursi di parlemen atau 20% dari raihan suara secara nasional. Itu kemudian diubah untuk pemilu 2009 dengan angka 20% dan ajeg sampai sekarang. 

Artinya sepanjang 3 pemilu terakhir ini kita sudah mencapai kesepakatan nasional. Keberagaman masyarakat kita sudah dianggap terwakili dalam diri 9 parpol yang tetap eksis hingga kini, yi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP.

Dalam praktek sepanjang 3 periode terakhir ini kita sudah yakin sekali dengan multi partai bermuatan 5-9 parpol saja. Kalau ingin sistem presidensialnya kuat ya rekrut kader terbaik parpol outsider sebagai rekan koalisi di pemerintahan. Kalau mau ramai dan dimacet-macetkan di parlemen, ya lakukan pembiaran di parlemen. Yang penting gue pemutus bagaimanapun macetnya di parlemen, karena gue adalah the ruling party.

Kalaupun Fahri berpendapat lain soal tiket.com dalam perpolitikan kita sekarang, maka tentu kita tidak bisa mencontoh mentah-mentah begitu saja rute pencapresan asing, katakanlah model konvensi seperti di AS. Kalaupun kita copy tapi tentu harus dimodif. 

Misalnya soal dapil penentu dimana capres ybs diuji coba. Katakanlah di dapil Jabodetabek dan Jabar atau Jatim, karena memang voter disitu cukup padat merayap. Bisa yang berkonvensi disitu hanya seorang aktivis buruh, bisa seorang seniman, bisa seorang tukang kerupuk, bisa seorang tukang martabak meski bukan markobar, bisa seorang pendeta atau ustadz yang telah tobat pengen berduniawi saja dst. Ini nggak perlu threshold-threshold-an segala.

Masalahnya kita harus membongkar dan menyempurnakan undang-undang yang ada dan berlaku sekarang. Dan kalau dilihat dari karakter keberagaman kita yang memang luarbiasa itu. 

Sepertinya kalau kita memaksa diri untuk menentukan rute yang harus dilalui capres-capres kita seperti itu, maka tanpa threshold, penyakit multi partai over dosis akan berulang lagi sebagaimana awal reformasi. Politik main kayu bahkan transaksional akan menjadi-jadi bahkan lebih gila lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun