Ada kebiasaan orang Belanda membangun kanal-kanal di sekeliling tanah mereka. Tak heran sejak 1689 Chastelein memerintahkan penggalian parit untuk menandai kebunnya. Kemudian ia memerintahkan pembangunan sebuah villa dengan kebun di atas tanahnya. Pada tahun 1697, untuk pertamakali dilaporkan dibangunnya rumah di luar kastil, yang diperkirakan dibangun dengan bantuan para budak Bali. Mereka mungkin juga digunakan untuk pembangunan kebun dan sawah. Budak-budak Bali ini kemudian akan menjadi penduduk pertama Depok, dimana Chastelein akan mewariskan tanah dan barang-barangnya.
Chastelein secara intensif menyibukkan diri dengan membuat desain dan eksploitasi Depok. Para budak yang diambil dari Bali antara tahun 1693 dan 1697 dengan kapal ditetapkannya sebagai hidup dan bekerja di Depok. Kesuburan tanah pun jelas, karena panen yang berlimpah. Ini terutama disebabkan oleh adanya cukup banyak sungai yang mengalir di seluruh daerah. Di sebelah barat, tanah ini dibatasi sungai Pesanggrahan yang bersumber dari Gunung Salak dan mengalir ke Batavia melalui Tangerang. Di tengah-tengah tanah Depok, mengalir sungai Crocot yang bermula dari selatan Depok, yakni Citayam dan satu cabang mengalir ke danau Pitara. Dari Pitara, pada abad 19, digali sebah kanal ke Tanjung Barat. Sungai ketiga yang mengalir di seluruh negeri adalah sungai Ciliwung yang bersumber dari Gunung Gede dan bermuara di Batavia sebagai Kali Besar menuju laut.
Buku tebal mengasyikkan karya Jan-Karel Kwisthout ini pada akhirnya memastikan sosok Cornelis Chastelein yang sejati yi seorang pemimpi yang berhasil mewujudkan mimpinya melalui pandangan etis yang bertentangan dengan politik eksploitasi VOC yang diamini para gubernur jenderal yang mengendalikan Hindia Belanda yang luas.
Sampai di penghujung hayatnya ia meyakini dengan segala mimpinya bahwa hanya ada satu cara untuk membuat koloni Hindia Belanda makmur, yi pembentukan masyarakat pertanian sesuai dengan prinsip-prinsip yang sudah dicantumkan dan dijelaskan dari tahun 1686 dan 1705. Menurut Chastelein, pertanian lebih penting ketimbang kebijakan perdagangan VOC. Barulah setelah terbentuk daerah pertanian yang sehat, koloni akan berfungsi secara optimal.
Tak pelak lagi, Depok Bolanda adalah sebuah kantong historis Cornelis Chastelein. Status tanah Chastelein adalah tanah partikelir (pribadi) terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Ia menguasai Depok sejak tahun 1696 hingga wafat pada tahun 1714 dan dimakamkan di salah satu tempat di Batavia yang hingga kini siapapun tak tahu dimana tempat pemakamannya itu. Luarbiasa ..
Chastelein kemudian mewariskan seluruh lahannya di wilayah Depok kepada 12 budak-budaknya yang dinamainya al Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Zadokh, kecuali kl 7 Ha hutan tak jauh dari Stadel atau Setasiun Depok Lama sekarang. Keturunan dari nama-nama yang kemudian menjadi marga itulah kini yang disebut sebagai "Kaoem Depok" atau Depok Bolanda.
Catatan terakhir Kwisthout, pada saat PD II berkobar, Depok telah berkembang menjadi masyarakat yang makmur dengan penduduk yang berjumlah lebih dari 5.000 jiwa. Masyarakat Kristiani yang taat dan terikat pada kebudayaan Belanda ini hidup relatif tenang di antara sawah, kebun kelapa, kebun bambu dan kebun buah-buahan milik mereka. Penduduk "Depok asli" yi keturunan para budak yang dibebaskan oleh Chastelein, terutama bermukim di tengah tanah legacy Chastelein yang luas bersama-sama seperti nama daerah itu sendiri, yang dinamakan sebagai "Depok Lama" (Old Depok). Jumlah mereka sekitar 1.500 jiwa. Mereka masih tetap hidup dari hasil tanah pertanian, sekalipun Depok telah berkembang menjadi tempat peristirahatan orang Belanda yang bekerja di Batavia atau Buitenzorg.
Setelah Indonesia merdeka, barulah kebebasan itu terenggut ketika Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 1949 (4 tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI). Cukup banyak warga Depok asli yang eksodus ke Belanda. Dan pada tgl 4 Agustus 1952, pemerintah Indonesia secara resmi mencabut status Depok yang berdiri sendiri dan memasukkan Depok sepenuhnya kedalam wilayah RI. Beberapa tahun kemudian, pemerintah Indonesia mengembalikan beberapa persil tanah dan sejumlah bangunan. Dengan demikian orang asli Depok mendapatkan kembali geraja Protestan, Pastori dan tanah pemakaman.
Kaoem Depok atau Depok Bolanda kemudian mendirikan sebuah yayasan, yi Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), dengan tujuan mengelola tanah-tanah Depok yang tersisa. Yayasan tsb berkantor di bangunan kotapraja, dimana wartawan BBC Johan Fabricius pada masa "Gedoran Depok" di awal kemerdekaan RI menemukan ratusan orang perempuan dan anak-anak disekap para bandit berbaju gerilya republik. Bangunan itu kemudian menjadi Rumahsakit Harapan yang kini telah tutup karena tidak memperpanjang izin operasionalnya, sedangkan YLCC kini berkantor di bilangan Sekolah SMP-SMA Kasih, dekat GPIB Immanuel, Jln Pemuda No. 72, Depok Bolanda.
Kini Depok berpenduduk 2.486.186 jiwa dan hidup di tanah seluas 200,3 Km2 dengan densitas pada 2018 sebesar 10.883 jiwa/Km2 dengan kepadatan tertinggi di Sukmajaya sebesar 5.982 jiwa/Km2.
Ke depan kita berharap agar tatanan politik di Depok bisa lebih seimbang, dimana tak boleh lagi ada kekuatan yang seenak udelnya mengayunkan politik identitas, karena bagaimanapun juga Depok Heritage adalah kesejarahan partikelir dengan tokoh sentral Cornelis Chastelein yang meninggalkan legacy luarbiasa yi warga asli Depok yang adalah keturunan budak yang dibebaskan Chastelein dengan menghibahkan Depok secara keseluruhan kepada keturunan 12 marga dari budak-budak yang dibebaskannya itu.