Dirgahayu 102 Tahun ITB Bandung
Nama ITB saya pikir identik dengan nama Indonesia ketimbang mengurut-urutkannya sebagai historisitas Belanda thoq.
Pertama ia lembaga pendidikan teknik tertua di Indonesia, berdiri pada 3 Juli 1920 dengan nama "de Techniche Hoogeschool te Bandung (TH)" di lahan seluas 30 hektar di Bandung. Saat itu hanya terdapat satu fakultas yaitu "de Faculteit van Technische Wetenschap" dan hanya satu jurusan yaitu "de afdeeling der We gen Waterbouw" atau departemen teknik hidraulik.
Pendirian perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik yang semakin terbatas pada masa Hindia Belanda akibat pecahnya Perang Dunia pertama.
Kedua, ITB-lah yang pertamakali menelurkan Insinyur asli Indonesia, persisnya pada dies ke-6 tanggal 3 Juli 1926, dari 22 orang kandidat insinyur, yang lulus berjumlah 19 orang dengan 4 orang di antaranya adalah pribumi. Satu dari keempat orang itu adalah Ir. R. Soekarno yang kelak menjadi proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.
Ketiga, Alumni ITB-lah yang pertamakali menggebrak Belanda dengan sebuah pleidoi atau nota pembelaan sekaligus pidato cemerlang Bung Karno yi "Indonesia menggugat" yang dibacakan di pengadilan Bandung 92 tahun silam atau persisnya tgl 22 Desember 1930, atau dua tahun setelah sumpah pemuda Oktober 1928.
Pidato luarbiasa ini sangat inspiratif bagi cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sudah digadang-gadang oleh kaum muda idealis-patriotik Indonesia sejak kebangkitan nasional 1908 disusul sumpah pemuda 1928, bahkan pidato ini berhasil mengguncang pemerintah kerajaan Belanda. Banyak lawyer di internal Belanda yang mengecam hukuman terhadap Soekarno dkk yang dari perspektif hukum kontinental Eropa sana begitu vulgar ketidakadilannya. Maka vonis terhadap Soekarno yang tadinya 4 tahun dikurangi menjadi 2 tahun.
Mengutip Cindy Adam dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, pidato spektakuler itu dibikin di penjara Banceuy yang gelap dan kumuh. Dengan beralaskan kaleng untuk BAB dan BAK, setiap menuangkan pemikiran cemerlangnya dalam pleidoi itu, kaleng laknat sekaligus berkah itu dibersihkan dulu oleh Bung Karno. Ia kemudian duduk bersila tegak lurus menulis pidato itu dengan alat dan kertas tulis yang dikirim dalam senyap oleh Inggit Ganarsih yang kelak menjadi isteri pertama Soekarno.