Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Traveling Sumba: Kampung Adat Praiyawang

10 Juni 2022   17:18 Diperbarui: 10 Juni 2022   17:41 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenia, Tina penenun Sumba dan anak-anak Sumba di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Akbar dan Kenia Pakpahan.

Dalam traveling Sumba 31 Mei - 4 Juni 2022 apa lagi yang kurang. Istirahat sepulang dari field work sudah, gathering bersama teman-teman di Mai-Yohu caf, Waingapu, punyanya dokter Aldo Anapaku sudah, tapi yang enak tetap makanan di hotel. 

Masalahnya aku nggak belajar dulu dari traveling book seperti apa itu kuliner khas Sumba. Di Mai-Yohu sepertinya menu yang tersedia ya kuliner nusantara, seperti ayam geprek ada tuh, sementara yang Sumba tak terlihat. 

Hanya aku pernah rasakan yang agak unik yi Sambel Mangga? Lho koq mangga? Itu tuh, sambel yang diracik pake potongan buah mangga. Pokoknya enak ada asem-asem pedas begitu. Itu ketika kami serah terima CSR Sumur Bor di kampung Praiyawang. Kami dijamu Kepala Desa Rindi, Kecamatan Rinda, Sumba timur. Praiyawang adalah salah satu kampung di Desa Rindi, demikian Kenia Pakpahan.

Dasar anak kota. He He .. Kenia traveling ke Sumba memang hanya fokus pada pendampingan client perusahaannya yi beberapa perusahaan seperti Insight Indonesia yang bergerak di bidang sekuritas dalam investasi dll. Ia mendampingi penyerahterimaan proyek CSR seperti Sumur Bor di kampung Praiyawang dan bantuan kesehatan dan buku-buku di Desa Kambatana yang berjarak kl 150 Km dari Waingapu.

Padahal kuliner Sumba itu unik lo. Misalnya Rumpu Rampe sayuran khas Sumba yang kaya serat. Rumpu Rampe berbahan utama daun pepaya yang ditumis. 

Selain daun pepaya, dalam masakan ini juga ditambahkan irisan jantung pisang, daun ketela, kembang pepaya hingga cabai. Untuk menambah rasa gurih, biasanya ditambahkan ikan teri kecil dan daun jeruk. Dalam Rumpu Rampe, daun pepaya sama sekali tidak terasa pahit, karena sebelum dimasak, daun itu direndam terlebih dahulu di dalam air garam.

Contoh lain, Sop Ayam Waingapu. Ukurannya tidak tanggung-tanggung, seekor ayam utuh yang sudah bersih diolah menjadi sop. Kuliner ini tersiram kaldu gurih dengan sendirinya dari ayam utuh yang sudah bersih itu. 

Dengan tambahan belimbing wuluh, irisan tomat dan daun kemangi. Sop Ayam Waingapu terasa sangat menyegarkan tubuh kita. Daging ayamnya pun terasa sangat lembut karena diolah cukup lama.

Rumah Adat Sumba di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Kenia Pakpahan.
Rumah Adat Sumba di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Kenia Pakpahan.

Itu sekadar contoh kuliner Sumba yang pernah saya rasakan di Kupang semasa bertugas dulu di Timtim. Dalam perjalanan dinas ke Kupang, saya frequently mencicipi kuliner tsb. Sayang Mai-Yohu Caf tidak menyediakannya. Boleh jadi dokter Aldo Anapaku yang merintis Sumba Volunteers yang mengarahkan Kenia dkk untuk berwisata dll lebih memilih kuliner yang gampangan di cafenya.

Kini mari kita fokus dan merasakan bagaimana nuansa obyek wisata kedua yang dikunjungi Kenia, yi Kampung Adat Praiyawang. Kampung ini dikenal dengan adat istiadatnya yang masih terjaga, arsitektur rumah tradisionalnya yang menarik, serta bangunan kuburan megalitiknya yang sarat makna. 

Selain itu, wisatawan juga bisa melihat beragam benda peninggalan nenek moyang seperti gong, tambur dan pakaian adat yang telah berumur ratusan tahun namun masih terawat dengan baik.

Juga para penenun Sumba ada disini seperti Tina yang sempat foto bersama Kenia bersama anak-anak Sumba. Kain tenun Sumba nggak dijual meteran, tapi dijual per gelondongan hasil tenun ikat dari para penenun. Harga termurah Rp 1 juta dan yang termahal Rp 2,5 juta ke atas. Satu kain tenun bisa berbulan-bulan dikerjakan, demikian Tina.

Pewarnaan tenun ikat Sumba tak banyak macamnya. Hanya 2 warna dominan saja, yi biru merah dan biru nila. Warna itu diracik dari tumbuhan dan hebatnya tidak luntur. 

Sumba memang maestro dalam tenun ikat. Bayangkan benang-benang tenun itu hanya diikat dalam pewarnaan untuk motifnya. Tiba-tiba muncul motif kuda sumba dan alam Sumba lainnya setelah menjadi produk akhir sebuah karya tenun ikat. Kita nggak pernah tahu bagaimana dengan teknik mengikat benang-benang tenun seperti itu dapat dihasilkan kain yang aduhai. 

Itulah Praiyawang, itulah keunikan Sumba. Tak salah kalau untuk seantero NTT, penenun Sumba-lah maestronya. Tapi ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sekarang sudah ada, maka aku beli cindera mata karya ATBM seukuran selendang saja, demikian Kenia.

Makam Megalitik peninggalan lama di Kampung Adat Praiyawang, Sumba. Foto by Kenia Pakpahan.
Makam Megalitik peninggalan lama di Kampung Adat Praiyawang, Sumba. Foto by Kenia Pakpahan.

Kain tenun ini nantinya digunakan sebagai pakaian adat, pakaian sehari-hari serta kain untuk membungkus orang mati. Dan dalam kepariwisataan, tau sendirilah tenun ikat Sumba yang berharga jual tinggi karena nilai artistiknya itu tentu salah satu penghasil devisa bagi 4 kabupaten yang ada di Pulau Sumba.

Sementara itu, rumah adat Sumba di kampung ini memiliki ciri khas atap yang tinggi dan lancip, serta terdapat kepala dan tanduk kerbau di bawah pintu. Rumah terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian bawah, tengah dan atas. 

Pembagian ini melambangkan tiga alam yang dipercayai masyarakat setempat, yakni alam bawah atau tempat arwah, alam tengah atau tempat manusia, dan alam atas atau tempat para dewa. Mirip trilogi Batak, yi Banua Toru (dunia bawah), Banua Tonga (dunia dimana kita hidup) dan Banua Ginjang (dunia atas tempat bersemayam debata mulajadi nabolon atau dewa tertinggi asalmuasal sesuatu di jagad raya ini).

Terdapat delapan rumah induk yang mengelilingi kampung adat Praiyawang. Delapan rumah induk itu melambangkan delapan keturunan dari bangsawan dalam Kampung Adat Praiyawang.

Rumah adat tsb memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya Rumah Besar atau Rumah Adat Harapuna atau Uma Bokul, yang dijadikan tempat penyimpan mayat atau tempat ritual khusus seperti saat kematian para raja. Ada pula rumah adat Uma Ndewa digunakan khusus untuk ritual adat cukuran bagi anak raja yang baru lahir. Dan rumah adat Uma Kopi digunakan sebagai rumah tempat minum kopi.

Rumah Adat Sumba dalam bentang alam yang jernih di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Kenia Pakpahan.
Rumah Adat Sumba dalam bentang alam yang jernih di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Kenia Pakpahan.

Untuk menjaga tradisinya tetap lestari, Kampung Praiyawang memiliki peraturan yang unik, yi anak tertua di dalam keluarga harus berdiam di kampung untuk menjaga legacy atau peninggalan keluarganya. Tak heran para perantau Sumba pada yumumnya adalah anak kedua, anak ketiga dst.

Yang lucu ketika diajak teman-temannya mengunjungi Uma Bokul, Kenia mengiyakan tapi kemudian berdiplomasi ntar aja. Mengapa? Keqnya dia takut. He .. He .. Maklumlah itu kan rumah adat yang khusus untuk menyimpan mayat yang nantinya akan dikebumikan secara adat.

Warga Kampung adat ini sebagian besar menganut kepercayaan Marapu yi sebuah agama asli Nusantara yang dianut oleh masyarakat Sumba dan juga nama sebuah organisasi penghayat kepercayaan yang didaftarkan pada tahun 1982. 

Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk kepercayaan ini. Marapu adalah kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Pemeluk Marapu percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh, yi di surga Marapu yang dikenal sebagai "Prai Marapu".

Upacara keagamaan Marapu seperti upacara kematian dan sebagainya selalu dilengkapi penyembelihan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai korban sembelihan. Hal tsb sudah menjadi tradisi yang terus dijaga kelestariannya di pulau Sumba.

Orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang ikut menghadiri upacara penguburan dan karenanya hewan dipersembahkan kepada mereka. Roh hewan untuk roh nenek moyang dan daging atau ragawi hewan dimakan oleh orang yang hidup. Marapu sangat dipertahankan oleh sebagian besar orang Sumba.

Makam megalitik peninggalan leluhur di Kampung Adat Praiyawang, Sumba. Foto by Kenia Pakpahan.
Makam megalitik peninggalan leluhur di Kampung Adat Praiyawang, Sumba. Foto by Kenia Pakpahan.

Hampir semua segi kehidupan masyarakat Sumba diliputi oleh rasa keagamaan sehingga bisa dikatakan agama Marapu menjadi inti dari kebudayaan mereka, sebagai sumber nilai-nilai dan pandangan hidup, serta mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

Masyarakat Praiyawang memiliki keterikatan emosional dalam kesatuan masyarakat Sumba. Ikatan semacam ini sangat dibutuhkan dalam rangka kelangsungan hidup mereka yang berdiam terpencar-pencar di pulau Sumba, sehingga upacara-upacara dan pesta-pesta adat yang mereka laksanakan sebenarnya disebabkan oleh adanya dorongan dan emosi kesatuan dalam sebuah katakanlah solidaritas sosial khas Sumba.

Barulah pada 1990-an, mayoritas masyarakat Sumba memilih agama Kristen karena mereka masih tetap dapat menjalankan upacara-upacara keagamaan mereka sendiri. "Yehu Karetu" (Yesus Kristus) bagi mereka Marapu juga, walaupun sebagai Marapu-nya orang Kristen. Selain itu dengan menjadi seorang Kristen, mereka mendapat jaminan bahwa anak-anak mereka dapat bersekolah.

Kesulitan utama -- meskipun sejak 1982 telah terdaftar sebagai aliran kepercayaan -- yang sering diabaikan para pengamat adalah Marapu tidak dapat dicantumkan di KTP mereka sebagaimana halnya kaum Parmalim di Tanah Batak yang kebanyakan di KTPnya mengaku sebagai penganut Kristen, padahal dalam keseharian tetap Parmalim.

Terlepas dari kontroversi itu, yang penting kebebasan mereka dalam menganut kepercayaan legacy leluhur itu dijamin oleh konstitusi 1945, meskipun di KTP tercantum sebagai Kristen dst.

Seraya merenungkan legacy Marapu yang complicated ini, haripun semakin siang, proyek sumur bor sudah klaar dan warga Praiyawang sudah bisa menikmati air bersih, bahkan berkebun sudah enakan, kata Tina, penenun yang berfoto bersama Kenia.

Mereka pun moving ke kantor Desa Rindi, tak jauh dari kampung Praiyawang, untuk menandatangani berita acara CSR. CSR atau Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri sebagai rasa tanggungjawab terhadap masyarakat, sebagaimana tanggungjawab Insight Indonesia dkk terhadap kebutuhan yang dirasakan warga Praiyawang sejak lama yi air bersih.

Setelah foto bersama Kepala Desa dan Perangkat Desa Rindi, mereka pun dijamu Kepala Desa, bertempat di Balai Desa tentunya. Menunya bagaimana Ken? Enak Bapak, itu tuh sambel mangganya doang. Walah walah ., He He ..

Ciao. Salam wisata. Sampai jumpa di bagian ketiga terakhir dari tiga tulisan.

Joyogrand, Malang, Fri', June 10, 2022.

Kenia Pakpahan dan anak-anak Sumba di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Akbar Cs Kenia.
Kenia Pakpahan dan anak-anak Sumba di Kampung Adat Praiyawang. Foto by Akbar Cs Kenia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun