Jadi terserah kami mau kasi berapa. Yang pasti parkir mobil bertarif Rp 50 ribu. Tapi di gate ini ada Indomie, Kopi Sumba dan sekadar minuman lainnya, demikian Kenia.
Lepas dari kesederhanaan gate wisata itu, perbukitan Hiliwuku memang menakjubkan, sampai Kenia dkk bingung mau yang di sebelah kiri jalan atau yang di sebelah kanan jalan.Â
Keduanya sama, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan savanna kecoklatan yang luarbiasa di wilayah perbukitan Hiliwuku. Tak salah memang driver Umbu.
Sudah sore ketika itu dan beberapa saat lagi menuju malam. Tak heran ada warna kuning menyeruak bercampur warna coklat mendominasi alam sekitar Hiliwuku.Â
Kenia dkk berpencar ke kiri dan ke kanan berpasangan untuk ambil foto. Kalau selfie sendiri jelas nggak bagus. Kalau berpasangan, sisa cahaya mentari jelang turun ke peraduannya masih sempat menghasilkan foto-foto bagus, karena memang awal Juni itu adalah bagian dari musim kemarau Sumba yang cukup panjang yi April-Oktober.
Setelah klaar jeprat-jepret foto kenangan dan bayar parkir, rombongan pun segera berbalik arah menuju Waingapu. Itu mereka lakukan begitu cahaya mentari benar-benar kolaps ditelan rotasi bumi.Â
Sebelumnya mereka sempat mencicipi Kopi Sumba yang berasa coklat dan mencicipi minuman sekedar lainnya serta masing-masing tak lupa memberikan donasi wisatanya. Kasihan soalnya, demikian Kenia.
Sepanjang perjalanan pulang barulah kita tahu ada apa di Sumba meski kita baru saja dari destinasi wisata padang Savanna perbukitan Hiliwuku yang menakjubkan. Kiri-kanan jalan tak bisa lagi dilihat, karena gelap gulita, blas tak ada penerangan listrik sebagaimana di Jawa.Â
Lalu lalang kenderaan pun tak ada. Yang ada hanya keheningan alam sekitar dan suara mesin Inova yang sedang melaju terukur. Kalau ngebut pastinya bakal celaka, siapa tahu bisa tiba-tiba nabrak sapi atau kuda yang lagi nyeberang jalan untuk pulang kandang atau kembali ke pemiliknya.
Penerangan listrik memang masih payah di Sumba. Inilah barangkali PR pemerintah untuk mengembangkan daerah ini agar warga, khususnya warga di daerah obyek wisata alam seperti Hiliwuku, bisa lebih membuka matanya terhadap dunia. Tidak lagi seperti yang dirasakan Kenia yang serba kasihan dan kasihan tiada henti.
Waingapu sudah di depan mata dan keheningan Sumba di waktu malam telah menjadi sebuah nyanyian yang mengantarkan Kenia dkk untuk tidur lelap di penginapannya yang keren Hotel bintang empat Kambaniru.