Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Traveling Sumba: Padang Savana Bukit Hiliwuku

8 Juni 2022   14:50 Diperbarui: 8 Juni 2022   15:04 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenia di padang savana Hiliwuku, Sumba timur. Foto by Akbar, cs Kenia.

Traveling Sumba : Padang Savana Bukit Hiliwuku

Belum lama ini my daughter Kenia traveling ke pulau Sumba. Dia berbagi kisah dengan Ayahnya. Saya selalu tersenyum kadang ngakak kalau sulung saya ini berkisah. 

Kisahnya tak pernah lepas dari tawa, karena memang itu adalah bawaannya sejak nongol di bumi kelahirannya Timtim. Sayang daerah kenangan itu sudah lepas dari NKRI dan sejak 2002 lalu menjadi Timorleste.

Ia traveling ke Sumba tak lepas dari pekerjaannya di Fuse Lab di bilangan Sudirman selaku producer untuk konten advertising perusahaan apapun itu. Pekerjaan serba IT-lah. Kl begitu.

Perjalanan serupa sejauh dilakukannya di pulau Jawa sih tak pernah saya hiraukan, kecuali ketika ia traveling ke Bandung bersama Mamanya mengantar adiknya Adelina dalam rangka si adik menyelesaikan tugas akhirnya di ITB. 

Disini ia bersama Mamanya ber-ecowisata di Bobo Cabin, di bilangan Cikole, Lembang, Bandung. Ini sudah saya tulis, karena fantasinya jelas berbeda. 

Itulah sulungku Kenia Pakpahan. Sebuah nama ringkas-manis dan mudah diingat, pemberian ayahandanya ketika bertugas di Timtim beberapa dekade lalu.

Menuju pulau Sumba via udara tak bisa langsung. Kenia meluncur dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dengan Batik Air pada 31 Mei dan transit di Bandara El Tari, Penfui, Kupang, Timor. 

Setelah rest dan relax di Kupang, sorenya dari bandara El Tari lanjut terbang via Wing Air ke bandara Umbu Mehang Kundu di Waingapu Sumba timur dengan pesawat turboprop bermesin ganda atau pesawat regional jarak pendek ATR 72.600 buatan Perancis-Italia. 

Pesawat regional ini tidak bermesin jet seperti Batik, melainkan pesawat berbaling-baling. Di atas pesawat CN-235-lah, pesawat komuter Indonesia tempo doeloe.

Savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.
Savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.

Pulau Sumba adalah sebuah pulau di NTT. Luas Wilayahnya 10.710 Km2 dan titik tertingginya adalah Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di barat laut, Flores di timur laut, pulau Timor di belahan timur. Dalam sistem NKRI pulau ini terdiri 4 kabupaten yi Sumba barat, Sumba barat daya, Sumba Tengah dan Sumba timur.

Kota terbesar di pulau Sumba adalah Waingapu yang adalah ibukota Kabupaten Sumba timur. Di kota inilah Kenia landing. Bandaranya kecil dan masih sederhana. 

Hanya pesawat-pesawat regional berpenumpang 72-78 saja yang bisa landing disini. Tapi kota Waingapu yang ber-bandara dan ber-pelabuhan ini pulalah yang menghubungkan pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di NTT dan NTB seperti pulau Flores, Timor, Savu, Sumbawa, Lombok dst.

Pada bagian pertama dari tiga tulisan ini, mari kita cermati kisahnya selepas kerja CSR di kampung Praiyawang, Desa Rindi, Kecamatan Rinda, Sumba timur. Kl 72 Km dari basis Kenia di Hotel bintang empat Kambaniru di Waingapu.

Yang unik kenderaan rental disini rata-rata Inova. Drivernya baik-baik dan mau bercerita tentang keadaan setempat dengan bahasa Indonesia berdialek khas NTT. Merekapun melaju ke lokasi wisata Bukit Hiliwuku. Waingapu-Hiliwiku kl 37 Km.

Padang savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.
Padang savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.

Ada apa disana? Itu padang Savana dalam tampilan perbukitan. Spot foto di Hiliwuku pokoknya bagus, kata driver yang dipanggil Umbu. Celakanya Kenia lupa Umbu apa. 

Kalau Umbu tempo doeloe setau saya adalah gelar kehormatan untuk orang yang dianggap telah arief dan bijaksana. Itu semacam gelar yang ditahbiskan masyarakat bukan karena darah tapi karena dinilai sudah matang dipentas sosial. 

Saya punya beberapa teman semasa kuliah tempo doeloe seperti Umbu Bintang, seorang aktivis GMKI Yogya yang terkenal pandai berorasi dan Umbu Saga Anakaka yang pandai menjadi tentor. So, namai Umbu Anton-lah kalau begitu Ken. He He ..

Jalanan sepanjang perjalanan ke Bukit Hiliwuku sudah mulus, karena Jokowi sudah mulai action di Sumba belum lama ini. Tapi jalanan itu bukan seperti di jalan antar propinsi di Jawa, tapi jalan beraspal yang hanya ngepas untuk dua mobil seukuran Inova. Kalau berpapasan dengan mobil berbadan lebar, terpaksa yang satu harus minggir lebih jauh, agar si badan lebar bisa lewat.

Meski demikian untuk lihat-lihat pemandangan di kiri-kanan kita, ya lumayanlah tanpa harus badan terantuk-antuk gojlak-gajluk sebagaimana jalanan berlobang dan berbatu-batu di daerah tertinggal. Maklumlah Indonesia kan besar banget, jadi tak mudah untuk mengubah seluruh nusantara tiba-tiba menjadi bagus semua.

Yang menarik, cukup banyak hewan yang berlalulalang di jalanan seperti kuda, sapi, kambing, babi, ayam dst. Driver pun harus berhati-hati dan tetap waspada dengan tombol klakson untuk meminggirkan hewan-hewan tak berdosa itu.

Hewan-hewan itu berkeliaran tanpa gembala, tapi pada saatnya nanti, mereka akan pulang ke kandangnya masing-masing yi di bagian rumah dari para pemiliknya di kampung-kampung setempat. Itu info dari driver Umbu. 

Tapi kampung-kampung dimaksud nyaris tak kelihatan karena sejauh mata memandang di kiri-kanan jalan adalah padang savana, tapi uniknya savana itu di wilayah perbukitan, bukan seperti padang pasir yang rata tanpa bukit.

Padang savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.
Padang savana Hiliwuku yang eksotis. Foto by Kenia.

Bagaimana ya kalau hewan-hewan semacam itu berkeliaran tanpa gembala katakanlah di Malang atau Garut misalnya. Jangan-jangan yang sapi besoknya sudah jadi steak, si ayam dan si kambing sudah jadi sate. Dan kalau di Kupang, si babi sudah jadi sei atau smoked beef khas NTT.

Saya pun terkenang masa lalu di Indonesia tengah tertimur yi pulau Timor, khususnya Timtim dan sebagian Timor barat. Hewan-hewan berkeliaran tanpa gembala seperti itu nggak bakal ada yang hilang, kecuali mati di jalan karena tabrak lari. Itupun jarang sekali terjadi. 

Mengapa? Warga setempat masih polos dan lugu. Kejujuran masih kita jumpai everywhere. Syukurlah pemandangan seperti itu masih dapat kita lihat di pulau Sumba. 

Kejujuran warga adalah salah satu modal terpenting dalam dunia kepariwisataan. Look, Bali telah membuktikannya sejak dedade 1970 dan terus dipertahankan hingga sekarang.

Sesampainya di titik yang merupakan stop over, driver Umbu menghentikan mobilnya. Tiga Inova diparkir berbanjar di sisi jalan. Dan di sebelah kanan ada semacam gate kecil sederhana terbuat dari kayu dan beratap alang-alang. 

Ada penjaga seorang tua dan anak kecil. Kelihatannya ada kotak untuk donasi wisata sebagai ganti tiket wisata. Kasihan orangnya sudah tua. Tak ada tarif. 

Jadi terserah kami mau kasi berapa. Yang pasti parkir mobil bertarif Rp 50 ribu. Tapi di gate ini ada Indomie, Kopi Sumba dan sekadar minuman lainnya, demikian Kenia.

Lepas dari kesederhanaan gate wisata itu, perbukitan Hiliwuku memang menakjubkan, sampai Kenia dkk bingung mau yang di sebelah kiri jalan atau yang di sebelah kanan jalan. 

Keduanya sama, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan savanna kecoklatan yang luarbiasa di wilayah perbukitan Hiliwuku. Tak salah memang driver Umbu.

Sudah sore ketika itu dan beberapa saat lagi menuju malam. Tak heran ada warna kuning menyeruak bercampur warna coklat mendominasi alam sekitar Hiliwuku. 

Kenia dkk berpencar ke kiri dan ke kanan berpasangan untuk ambil foto. Kalau selfie sendiri jelas nggak bagus. Kalau berpasangan, sisa cahaya mentari jelang turun ke peraduannya masih sempat menghasilkan foto-foto bagus, karena memang awal Juni itu adalah bagian dari musim kemarau Sumba yang cukup panjang yi April-Oktober.

Setelah klaar jeprat-jepret foto kenangan dan bayar parkir, rombongan pun segera berbalik arah menuju Waingapu. Itu mereka lakukan begitu cahaya mentari benar-benar kolaps ditelan rotasi bumi. 

Sebelumnya mereka sempat mencicipi Kopi Sumba yang berasa coklat dan mencicipi minuman sekedar lainnya serta masing-masing tak lupa memberikan donasi wisatanya. Kasihan soalnya, demikian Kenia.

Sepanjang perjalanan pulang barulah kita tahu ada apa di Sumba meski kita baru saja dari destinasi wisata padang Savanna perbukitan Hiliwuku yang menakjubkan. Kiri-kanan jalan tak bisa lagi dilihat, karena gelap gulita, blas tak ada penerangan listrik sebagaimana di Jawa. 

Lalu lalang kenderaan pun tak ada. Yang ada hanya keheningan alam sekitar dan suara mesin Inova yang sedang melaju terukur. Kalau ngebut pastinya bakal celaka, siapa tahu bisa tiba-tiba nabrak sapi atau kuda yang lagi nyeberang jalan untuk pulang kandang atau kembali ke pemiliknya.

Penerangan listrik memang masih payah di Sumba. Inilah barangkali PR pemerintah untuk mengembangkan daerah ini agar warga, khususnya warga di daerah obyek wisata alam seperti Hiliwuku, bisa lebih membuka matanya terhadap dunia. Tidak lagi seperti yang dirasakan Kenia yang serba kasihan dan kasihan tiada henti.

Waingapu sudah di depan mata dan keheningan Sumba di waktu malam telah menjadi sebuah nyanyian yang mengantarkan Kenia dkk untuk tidur lelap di penginapannya yang keren Hotel bintang empat Kambaniru.

Ciao. Salam Wisata. Sampai jumpa di bagian dua dari tiga tulisan.

Joyogrand, Malang, Wed', June 08, 2022.

Kenia dan tumpuan sederhana untuk melihat pemandanagan alam di Hiliwuku. Foto by Kenia dan Akbar.
Kenia dan tumpuan sederhana untuk melihat pemandanagan alam di Hiliwuku. Foto by Kenia dan Akbar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun