Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Scapegoat di Dunia Kita Now

9 April 2022   18:19 Diperbarui: 9 April 2022   19:03 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
One Vision. Foto :  iwanttosingitouttoeverybody.tumblr.com

Scapegoat Di Dunia Kita Now

Scapegoat atau pengkambinghitaman sudah ada sejak manusia memasuki peradaban primitif, katakanlah sebelum kebudayaan Sumeria dan Egypt di middle east, China di Asia, Inca dan Maya di Amerika.

Scapegoat adalah sebuah "deluded way" atau kepercayaan yang menyesatkan bagi masyarakat kuno. Mereka mengambil kembali kendali setelah mengorbankan hewan atau manusia atau apapun tanpa mengambil tanggungjawab.

Pada zaman now, nggak di Indonesia, nggak di Eropa, nggak di AS dan nggak di-mana, pengkambinghitaman dari zaman jadul itu malah tumbuh semakin subur.

BISAKAH DILAWAN

Tulah dalam beragam keyakinan membutuhkan korban. Virus corona misalnya yang bermahkota mentari itu telah jalan 3 tahun dalam pandemic time kita. Boleh dikata dia telah memporakporandakan masyarakat global. Ditambah sekarang ini dengan krisis Ukraina yang sebetulnya adalah konflik antara AS dan Barat Vs Russia dan sekutunya. Memasuki hari ke-48 sekarang, korban jiwa sudah belasan ribu, korban fisik di pihak Ukraina tak terkatakan lagi, warga Ukraina yang eksodus ke luar negeri sudah di atas 3 juta dan itu masih akan terus bertambah dari hari ke hari, seiring perang propaganda yang semakin menggebu di antara pihak-pihak yang berkonflik.

Bangsa-bangsa berjaya seperti AS, China, Jepang,  Russia UE dan UEA, para pemimpinnya seakan telah kehilangan mahkota karena pandemi dan krisis Ukraina?

Siapa kambing hitam utamanya? Pastinya mereka yang bisa disalahkan atas bencana yang terjadi. Kambing hitam bertanggungjawab tidak hanya atas kesalahan orang lain tetapi juga atas kesalahan yang tidak mungkin dikaitkan dengan orang lain.

Tak heran ketika nalar putus, para pemimpin dunia atau siapapun itu tak kuasa menahan keinginannya untuk mencari kambing hitam. Dalam perang melawan pandemi sekarang yang praktis tanpa musuh sesama manusia. Dari kacamata barat virus ini dibiakkan oleh "budaya dimana orang makan kelelawar, ular dan anjing dan hal seperti itu." Orang China yang pertamakali berkenalan dengan virus ini di Wuhan, telah dijadikan sasaran prasangka. Lihat Trump yang lebih suka menunjuk orang Eropa dan WHO sebagai musuh dan China menstigmatisasi atlet militer AS yang menghadiri pertandingan militer dunia ke-7 di Wuhan pada Oktober 2019. Sementara itu, seorang pendeta di Rumania membandingkan rasa takut terhadap virus pembunuh itu dengan rasa takut akan orang Yahudi dalam narasi anti semit di Eropa. Juga lihat Indonesia dengan kambing hitam bahwa Indonesia tak sama dengan negara-negara lain, maka ekonomilah yang didahulukan bukan kesehatan masyarakat. Itu berjalan pada 6 bulan pertama pandemi. Dan langsung dibalik begitu gempuran Covid-19 semakin menggila.

Dan yang dituding bukan hanya tersangka biasa. Orang asing di tengah-tengah kita dan pengungsi di depan pintu kita kini dituding jadi penyebar virus, termasuk beberapa dokter asing di zona konflik pandemi. Di India dikatakan ini adalah 'penyakit Muslim,' di bagian dunia lainnya itu adalah 'penyakit orang kulit putih.' Singkatnya dalam berita teranyar di seluruh dunia : Pemerintah meningkatkan persiapan dengan menyetok sebanyak mungkin orang untuk disalahkan, dimulai dari pegawai mereka sendiri hingga ular dan kalelawar di rimba belantara sana.

Demikian juga dengan krisis Ukraina, dimana Presiden AS Joe Biden menuding Presiden Russia Vladimir Putin sebagai Jagal, Penjahat Perang, seraya melupakan krisis Ukraina sekarang sesungguhnya AS dan Natolah yang membuatnya. Bukankah eks Uni Soviet di Eropa Timur sebagian besarnya telah mereka rengkuh kedalam Nato, lalu mereka koq mencoba memaksakan keinginannya yang tak disukai Russia yi mengambil Ukraina yang dalam hal ini adalah halaman depan Russia. Putin melalui jubirnya jelas menyalahkan AS yang kelewat kemaruk yang selalu ingin sebagai raja dunia sekalipun telah berangsur-angsur loyo setelah perang Vietnam, perang Irak dan pendudukan Afghanistan selama kl 20 tahun tanpa hasil.

Kembali ke masalah pandemi, jangan-jangan kaum milineial yang tadinya diagung-agungkan pada periode 2 Jokowi, kini mulai dikambinghitamkan sebagai para pengkhianat milenial asimtomatik dengan membuat klip generasi "toxic boomer" atau generasi beracun yang sudah kelewat banyak populasinya di muka bumi ini.

Pada titik tertentu, pemerintah akan memutuskan inilah waktunya untuk mengorbankan mereka yang paling rentan di atas altar ekonomi. Dan orang pertama yang terinfeksi Covid-19 akan diburu di mana-mana. Setiap orang akan menemukan target favorit untuk disalahkan. Jokowi 3 periode, korban altarnya adalah LBP dan oligarki politik yang melingkari Jokowi. Keturunan PKI berhak masuk TNI kata Panglima TNI Andika Perkasa. Tanpa ba bu lagi korban altar baru pun disegerakan ya panglima sendiri dan kalangan nasionalis modern yang telah lama meyakini bahwa hantu PKI itu memang musuh yang akan selalu dimunculkan pihak oposisi siapapun presidennya.

Dorongan pengorbanan

Apa yang terjadi selanjutnya? Akankah target itu entah bagaimana akan dikorbankan di atas altar ekspediensi atau kemanfaatan?

Yang pasti, ada banyak kesalahan dari "cawan menyalahkan" ke bibir kambing hitam dan darah pengorbanan. Kita mulai dari kebutuhan ilmiah yang sah untuk mengidentifikasi rantai sebab-akibat yang mungkin mengarah ke tempat kita berada, untuk mencegah pandemi berikutnya.

Memang benar dan kita patut bertanya mengapa bencana dan penderitaan menimpa kita. Masalahnya muncul dengan keinginan untuk melompat langsung ke tahap terakhir, mengarahkan jari ke target seseorang yang menjadi favorit. Dari sains ke opini publik, kita beralih dari serangkaian faktor yang kompleks (misalnya pola virus, kebiasaan makan, kepadatan berlebih, demografi, penggunaan lahan, atau perdagangan global) ke sorotan utama pada satu oknum bersalah yang harus dikambinghitamkan : menyalahkan mereka yang memakan hewan liar dst!

Dalam prosesnya kita telah mengubah permainan dari pencegahan menjadi hukuman. Kadang-kadang pengkambinghitaman berhenti pada dendam populer. Tapi kemarahan yang ditargetkan sayangnya bisa lebih jauh. Dan dalam banyak kasus, kambing hitam berakhir, secara metaforis atau fisik, sebagai korban dari pengorbanan.

Bagaimana kita melawannya

Kita harus bergulat dengan mengakui karakter pengorbanan "janus faced" atau dua karakter yang berbeda secara diametral : yang terbaik dari manusia adalah tentang pengorbanan diri vs yang terburuk dari manusia adalah tentang dorongan untuk mengorbankan orang lain.

Yang terbaik dari pengorbanan diri yang dapat kita lihat selama pandemi adalah ketika sejumlah petugas layanan medis, petugas layanan sosial, petugas supermarket atau transportasi, dunia bawah yang tak terlihat dan dunia nyata layanan, yang memberikan hidup mereka untuk menyelamatkan orang lain. "Kami tidak Penting. Kami adalah korban dalam pengorbanan."

Yang terbaik dari pengorbanan diri dalam krisis Ukraina adalah ketika ketika sejumlah relawan kemanusiaan memberikan hidup mereka untuk menyelamatkan anak manusia yang terperangkap dalam perang Ukraina. Bermodalkan bendera putih mereka bergerak di antara desingan peluru, dentuman bom dan gelegar roket untuk menyelamatkan anak-anak manusia yang terperangkap disitu. Tapi tak urung inipun dimanipulasi tanpa malu oleh pihak yang harus memainkan playing victim yi pemerintah Ukraina. 

Sadar bahwa mereka hanya tinggal tunggu waktu untuk dikalahkan secara militer, tapi Zelenskyy dkk tak mau dikalahkan secara politis, karena masih menaruh harapan pada selingkuhannya yi Nato dan barat yang jauh sebelumnya telah menawarkan angin surga kepada mereka. Tak heran Zelenskyy mengangkat kasus Boucha tak jauh dari Kyiv dimana Russia dituduh telah melakukan kejahatan kemanusiaan dengan meninggalkan kl 300 korban jiwa yang bergeletakan di jalanan yang katanya dieksekusi ketika Russia mundur dari sana. Russia kemudian mengambil video penyangkalan dan ternyata mayat-mayat bergelimpangan itu terlihat bangkit lagi. Mirip playing victim Hamas di Gaza.

Ya, di samping yang terbaik, kita menemukan yang terburuk dari anak manusia, dorongan untuk mengorbankan orang lain. Gagasan ini tampaknya menjadi ciri spesies unggul itu. Tidak ada makhluk diluar primata ini yang melakukan hal seperti itu. Butuh kedatangan "Homo Sapiens" atau primata cerdas di planet bumi ini untuk menghasilkan gagasan bahwa kita dapat mengambil kembali kendali atas apa yang tampaknya jatuh dari langit, katakanlah cuaca, melalui pengorbanan sesuatu yang berharga, tetapi lebih lemah dari kita, katakanlah seekor lembu, atau seorang perawan, atau seorang puteri.

Kompromi akan selalu menguntungkan kita : kita menukar penderitaan makhluk lain untuk keuntungan kita sendiri - makanan, obat, cuaca yang tepat, belas kasihan para Dewa.

Sekarang, kita, Homo Deus (Manusia), mungkin telah bernurani lain untuk percaya bahwa praktik kuno itu adalah milik masa lalu. Kita mungkin mencari yang bersalah, tapi tidak lagi membakar kambing hitam itu di altar korban.

Batas psikologis

Sebenarnya, setiap wabah baru, setiap  krisis kemanusiaan seperti perang Ukraina sekarang, mengingatkan kita hal sebaliknya. Retorika menyalahkan yang tak terelakkan adalah korban dari sebuah pengorbanan.

Delapan ratus tahun lalu, filsuf Sephardic Maimonides berpendapat dalam kata bijak terbesarnya bahwa keputusan Tuhan untuk mengizinkan pengorbanan adalah konsesi untuk batasan psikologis umat manusia : rasa ketidakberdayaan, takhayul, kepicikan, kebodohan, iri hati, ketakutan ... semua pengaruh buruk yang mempengaruhi kita itu yang tidak bisa kita kelola dan itulah yang membuat kita mencari korban yang bisa diatur.

Bagi filsuf besar itu, berjuang untuk mengatasi keterbatasan ini berarti menyingkirkan pola pikir pengorbanan.

Banyak komentator Kristen, Yahudi dan Muslim melihat kisah Abraham dan Ishak sebagai sentilan yang menentang pengorbanan manusia. Jangan mengorbankan puteramu!

Keseluruhan karya Homerus dalam Odyssey dapat dibaca sebagai kisah balas dendam atas bagaimana orang Yunani pada era "pseudo civilized" (peradaban tak berbasic sains) mengorbankan korban yang tak terhitung jumlahnya untuk tujuan mereka, dimulai dengan puteri Raja Agamemnon, Iphigenia, yang dibawa ke tumpukan kayu untuk dibakar pada awal Iliad sehingga pasukan yang berlayar ke Troya.

Anda tidak akan mengorbankan puteri Anda, bukan.

Kisah kuno ini sesungguhnya telah menginspirasi kita untuk menggantikan korban manusia dengan korban hewan dalam ritual pengorbanan, tetapi lebih dalam lagi, untuk melarang pengorbanan sama sekali, dari pikiran kita dan juga adat istiadat kita.

Bisakah dunia kita bebas dari korban altar pengorbanan hanya lantaran kegamangan kita dalam berpolitik berekonomi dan di atas segalanya berkebudayaan dan berkeTuhanan.

Tapi itulah, kita tetap ragu dan ragu untuk melarang pengorbanan sama sekali yang adalah kambing hitam- kambing hitam sepanjang sejarah kuno maupun modern. Lihat keraguan itu dalam slow rock Queen yi One Vision : God works in mysterious ways ... One man, one goal .. one mission, one heart, one soul; Just one more loser .. One flash of light ....  I had a dream when I was young; A dream of sweet illusion; A glimpse of hope and unity; And visions of one sweet union; But a cold wind blows and a dark rain falls; And in my heart, it shows; Look what they've done to my dream .... One flesh, one bone, one true religion One voice, one hope, one real decision; Give me one light .. Give me one hope, hey Just give me, ah One man .. One bar, one night; One day .. Just gimme, gimme ..  fried chicken! Vision, vision, vision, vision ....

Kita satu daging, satu tulang, satu agama yang benar; Satu suara, satu harapan, satu keputusan nyata; Beri aku satu cahaya, satu harapan, suatu ketika; Beri aku beri aku .. "sepotong ayam goreng", demikian Freddy Mercury yang akhirnya putus asa dalam bait terakhir One Vision yang rancag itu.

Joyogrand, Malang, Sat', Apr 09, 2022.

Queen, One Vision. Foto : Jas Elder, YouTube.
Queen, One Vision. Foto : Jas Elder, YouTube.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun