Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Tekad APDESI untuk Penundaan Pemilu 2024

3 April 2022   15:25 Diperbarui: 3 April 2022   22:34 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sela pertemuan akbar itu, ada sejumlah kades yang sempat meneriakkan yel Jokowi 3 periode, bahkan tadinya sudah disiapkan pernyataan kebulatan tekad kades  se-Indonesia agar Jokowi menjabat 3 periode, Tapi menurut Surtawajiya Ketum Apdesi, kami dilarang membacakan pernyataan itu. Mulai dari paspampres dan itu tuh Pak Luhut melarangnya, kata Surta kepada pers. Kemungkinan besar kami akan menyatakan dukungan untuk 3 periode Jokowi ini sehabis lebaran yad, tambah Surta.

Kembali kepada insan desa yang lagi gathering di Istora Senayan itu. Saya yakin gaji kepala desa yang katanya Rp 3,2 juta per bulan tentu adalah sebuah kemajuan yang tak bisa dipungkiri di era reformasi. 

Di zaman Soeharto, kepala desa tak bergaji. Ia adalah pimpinan otonom tingkat desa yang dipilih langsung oleh warga desa. Pemerintah hanya memberi semacam stimulans dari dana Inpres Bantuan Langsung. Untuk desa tertinggal disebut IDT atau Inpres Bantuan Langsung Desa Tertinggal. Yang sedikit wah adalah pemerintahan desa se-pulau Jawa, karena sudah sejak zaman Belanda mereka ada tambahan penghasilan dari tanah bengkok desa untuk kepala desa dan perangkat desa. Di era kemerdekaan yang bergaji karena memang PNS adalah Lurah dan jajarannya di pemerintahan kelurahan sesuai ketentuan yang berlaku.

Gaji kades yang bukan PNS itu tentu bukan dari anggaran rutin, melainkan dari dana yang dialokasikan pusat di APBD masing-masing daerah sebagai belanja pembangunan. Stelsel kepangkatan dan kenaikan gaji secara berkala sebagaimana PNS tentu tak ada disini. Tapi sekali lagi, itu tetaplah sebuah kemajuan dalam ketatanegaraan kita.

Isu penundaan Pemilu 2024 pasca pertemuan akbar itu terkesan kuat semakin bergulir liar di ruang publik dan beroktan tinggi. Kita lihat para analist, pengamat politik, mahasiswa dan dunia kampus mendiskusikannya dalam dialog panas di media TV. Tak ketinggalan para netizen, buzzers dan publik nasional di berbagai medsos, utamanya YouTube dan FB Watch.

Salah satu yang disorot dalam pertemuan akbar kemarin adalah soal dana penyelenggaraan acara tersebut. Sejumlah pengamat mengatakan dana penyelenggaraan itu pastilah sangat besar jika dilihat dari jumlah kades yang hadir yaitu 15.000 orang. Tapi mungkinkah kades dimaksud hanya datang seorang diri. Oh no, pasti lebih, orang daerah apalagi dari pedesaan tidak seperti itu, kilah sejumlah pengamat.

Katakanlah untuk setiap yang hadir dibiayai akomodasinya minimal Rp 10 juta. Kalau 15.000 kades, itu akan memakan anggaran sebesar Rp 150 milyar. Kalau maksimal Rp 20 juta per kades, itu akan memakan anggaran sebesar Rp 300 milyar.  Bagaimana kalau yang dihadirkan harus 80.000 orang sesuai jumlah desa yang ada sekarang yi 81.616 desa, karena pemekaran dan segala macam. Anggaran yang dikeluarkan pastilah fantastis yaitu Rp 1,6 trilyun untuk 80.000 kades dengan asumsi para kades tidak datang sendiri.

Dari mana dana menggiurkan itu. Tidaklah mungkin Jokowi mengeluarkan dana sebesar itu hanya dari saku pribadinya. Jangan-jangan Cak Imin berperan penting, termasuk dana, sebab dialah yang pertama kali menyuarakan Jokowi 3 periode. Menteri Desanya pemerintahan Jokowi pun dari PKB. Boleh jadi ada dana yang mengalir dari partai PKB dan oligarki politik yang mendukung berat gagasan itu. Tidak mungkin kalau dikorek dari APBN. Atau memang ada dana khusus yang dialokasikan secara hidden untuk acara ini.

Juga yang jadi sorotan adalah sejumlah tokoh besar yang hadir pada acara tersebut. Salah satunya adalah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang dalam hal ini adalah Ketua Dewan Pembina Apdesi. Dipastikan Pak Luhut punya kepentingan, ujar beberapa pengamat.

Tak lama sesudah itu, persisnya 1 April 2022, gerakan perkampusan yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Indonesia melakukan aksi demo di Jakarta. Setelah mengecam tekad kades se-Indonesia yang ingin Jokowi 3 periode itu, mereka pun ramai berorasi dan mengancam gerakan mahasiswa untuk penolakan 3 periode Jokowi akan semakin keras dan massif apabila gagasan yang bertentangan dengan aturan konstitusi ini dilanjutkan atau dipaksakan dengan berbagai cara.

Katakanlah gagasan ini dalam sistem demokrasi sah-sah saja dan masih ada cukup waktu untuk mewujudkannya beberapa saat menjelang jabatan Presiden Joko Widodo berakhir pada 2024. Tapi untuk mewujudkannya tentu tak semudah membalik telapak tangan. Mungkin bisa saja dengan melihat koalisi yang ada di pemerintahan sekarang, semuanya bisa disetting di parlemen, sehingga meski 2 besar yaitu PDIP dan Golkar tidak menyetujuinya, inisiatif DPR untuk mengamandemen UUD 1945 dapat dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun