Dalam bukunya "Medical Nemesis" Illich berbicara tentang "penyakit iatrogenik" - penyakit yang disebabkan oleh "birokrasi" dokter yang meninggalkan gagasan kuno tentang kesehatan sebagai "keseimbangan" dalam lingkungan di mana seseorang tinggal. Keseimbangan yang sehat seperti itu tidak dapat dicapai, menurutnya, dalam lingkungan yang tidak sehat yang diracuni oleh pertumbuhan industri yang liar.
Dalam pemikirannya soal kesehatan, dia justeru menderita di tahun-tahun terakhirnya dari tumor kanker yang tumbuh seukuran bola bisbol di satu sisi wajahnya. Dengan "meninggalkan" manajemen biokratis kesehatannya, Illich bersikeras pada "otonomi higienis" perawatan diri dan "hak untuk mati tanpa diagnosis." Ketika rasa sakitnya terlalu hebat selama fase terakhir hidupnya, dia mencari kelegaan dengan berdiri di atas kepalanya ke dinding atau dengan mengisap opium dalam pipa kecil yang dia bawa.
Dalam pengamatannya yang lebih sulit dibaca dan kurang umum, Illich melihat "kebaikan orang asing" yang didepersonalisasi dari Gereja Katolik sebagai korupsi dari tindakan kasih Kristen yang dilembagakan sebagai semacam paternalisme yang tidak autentik.
Cayley kemudian menginterpretasikannya sebagai kritik luas Illich terhadap institusi modernitas Barat. Itu adalah bahasa metafora untuk menyerang penyimpangan Gereja Katolik terhadap pengalaman pribadi inkarnasi yang tidak ingin dia buat secara frontal, melainkan semacam teologi tersembunyi yang dijalin melalui semua karyanya. Sejauh kritik Illich tentang pecahnya dan hancurnya keesaan Kehidupan dapat dianggap sebagai teologi, itu tidak terlalu tersembunyi sebagai sesuatu yang konstitutif dari semua pemikiran Illich.
Kita tampaknya memasuki era penting baru di mana kepastian modern yang dipertanyakan Ivan Illich secara menyeluruh hampir habis, dan ya ampun sang nabi yang hampir terlupakan itu telah membuka imajinasi sosial kita pada jenis pertimbangan ulang mendasar yang tampak begitu radikal di zaman Illich.Â
Dan kita harus berterimakasih pada Ivan Illich yang telah membuka wawasan kita untuk berimajinasi baru bahwa kita perlu menjauh dari tuntunan gelap pleonoxia selama ini. Jauhkan dunia kita sekarang dari pleonoxia beracun Kapitalisme. Bukan berarti tatanan Russia atau Chinalah yang benar di jalan Sosialisme, tapi bagaimana imaji itu dapat dilesakkan ke jalur baru yang untuk mudahnya kita sebut saja sebagai jalur The Middle Way. Dan itu tidak bisa dilakukan dengan metoda exercise of power antar negara adidaya dengan menafikan badan-badan kerjasama dunia yang sudah ada.Â
Sebagai contoh KTT Iklim dan WHO. Apakah keduanya sudah jadi institusi otonom dan apakah negara-negara yang berserikat disitu sudah dapat menjauh dari privilesenya masing-masing. Jkw adalah salah satu contoh kepala negara yang tak mau ambil pusing dengan balada The Thin Man-nya Dylan. Dia tetap berkepala dingin untuk memindahkan ibukota negara ke bagian Kalimantan yang masih biru. Bukankah Jakarta korban pleonoxia di zaman gebyar pembangunan jorok selama ini.
Joyogrand, Malang, Sat', Febr' 19, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H