Saya masih kecil sekali ketika itu, tapi telah dipercaya oleh Ayah untuk mengawasi proyek mini yi pembuatan makam permanen adikku Ingot. Pemakamannya pada dekade 1970-an, kl 50 tahun lalu, dimana sampai detik ini saya masih merasakan bahwa TPK Kerkhof itu indah dengan jejak Belanda yang kuat.
Meski di depan TPK Kerkhof kini sudah berdiri megah Polsek Citamiang. Tapi penjarahan makam terus saja terjadi. Dan hebatnya lagi Pemkot Sukabumi secara gegabah menggunakan tak kurang dari 1500 M tanah pemakaman itu sebagai pool truk-truk sampah pemerintah kota, setelah membuang sampah di tempat pembuangan akhir. Pool itu di sebelah bawah tak jauh dari Polsek Citamiang.
Adik ipar saya mengatakan Walikota Sukabumi dan Gubernur Jawa Barat pernah berencana untuk mengalihkan TPK Kerkhof ke pihak swasta. Syukurlah hal itu belum terjadi, karena ada beberapa LSM yang menentangnya.
Tahukah kedua pejabat itu bahwa TPK Kerkhof adalah warisan sejarah yang tidak bisa diganggu gugat?Â
Tahukah mereka bahwa selaku tempat peristirahatan terakhir anak manusia, tempat itu wajib dijaga keamanannya, dan di masa kini di saat ledakan demografis perlu dipagari dan dibersihkan secara reguler, termasuk mengembalikan arca pualam ke tempat semula menurut arsip kolonial dan arsip pemakaman di era kemerdekaan Indonesia?Â
Tahukah mereka bahwa tidaklah etis menempatkan truk-truk sampah di area seluas kurang lebih 1500 M di TPK Kerkhof dengan membongkar makam-makam yang ada di sana.Â
Seingat saya parkiran truk-truk sampah itu sekarang adalah eks makam untuk banyak warga. Apakah makam-makam itu dibongkarpindahkan begitu saja tanpa kordinasi kiri-kanan.
Permasalahan Kerkhof
Sepertinya tak hanya Sukabumi yang bermasalah dengan Kerkhof, di Madiun Jatim  juga demikian sebagaimana penuturan Andrik Akira dalam Blognya andrikyawarman.wordpress.com.Â
Soal retribusi makam, itu soalnya kata Andrik dalam tulisannya "Kerkhof Madiun dan Mary Manuel". Menghilangnya nama-nama Belanda sama seperti di Kerkhof Sukabumi.Â