Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tol Bocimi: Mimpi dan Kedahagaan

18 November 2021   21:13 Diperbarui: 19 November 2021   05:52 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Wisata Selabintana, Sukabumi. Foto by penawisata.com

Tapi prediksi Kementerian PUPR bahwa keseluruhan Tol Ciawi-Sukabumi akan selesai pada 2021. Itu lagi-lagi kandas meski tak perlu lagi dikatakan disini sebagai "nipi ni par sendor".

Tak heran Kota dan Kabupaten Sukabumi yang cukup luas itu selama  40 tahun terakhir ini membangun dalam keterjepitan. Pada dekade 1970-an Sukabumi masih longgar banget dan serba nyaman sebagai kota dan kabupaten legacy Belanda. Untuk sekadar contoh, sebut saja Farid Hardja dengan grup band Bani Adam, Deasy Ratnasari si Tenda Biru, Karlina Leksono si akhli astrofisika. Semuanya itu anak Sukabumi. 

Farid malah masih berdarah Belanda. Saya teringat di masa awal remaja di Sukabumi sebelum Farid Berjaya di Bani Adam, ia paling jago menyenandungkan lagu-lagu Engelbert Humperdinck seperti There Goes My Everything. Lagu langka lainnya yang sudah hilang misalnya Jesamine dari The Casual. Farid Ok banget disitu. Farid pun menghilang di cakrawala nasional usai ngejreng dengan Karmila. Itulah dekade 1970-an, dengan sekadar cuplikan bahwa Sukabumi tempo doeloe itu indah dan anak-anaknya pintar dan berseni.

Dekade 1980-an dst inilah awal akumulasi masalah untuk kota dan kabupaten Sukabumi. Di satu sisi urbanisasi tiada henti dari daerah yang membuat kota Sukabumi yang tadi nyaman asri menjadi padat berjejal. Kota mungil yang indah itu dalam perjalanan waktu jadi nggak keruan lagi tata kotanya, sampai-sampai pemakaman umum ex Belanda yi Kerkhoff di pinggir kota dikanibal ntah itu batu-batu pualam ex meneer dan madame Bolanda, bahkan Pemkot Sukabumi sendiri menggunakan sebagian lahan itu untuk UPTD Persampahan pada Dinas Kebersihan Pemkot. 

Ya, satu per satu yang namanya histori itu mulai m'rutul. Lihat lagi misalnya setasiun KA Sukabumi yang terjepit habis oleh pasar tradisional Pelita yang sumpek bukan main, apalagi parkiran kenderaan roda dua memanjang di Jln Kapten Harun Kabir yang adalah salah satu akses ke pasar Pelita. Ke arah Selabintana sepanjang kl 7 Km, masih juga belum berupa atau tertata dengan baik.Andalannya masih yang itu-itu juga Taman Wisata Selabintana ex Bolanda.

Dekade 1990-an sampai sekarang kota Sukabumi muntah, demikian juga kabupatennya yang cukup luas, juga muntah. Muntahannya ya di kecamatan sepanjang jalan tradisional Sukabumi-Bogor, mulai dari Sukaraja di bagian timur kota Sukabumi, hingga Cisaat di bagian barat kota. Dan di area kabupaten mulai dari Cibadak, Parungkuda, hingga Cicurug. Belum lagi pelemparan area industri yang semula menumpuk di Jakarta dan Bogor, sebagiannya dialihkan ke Sukabumi seperti Cikembar, Cibadak, Cicurug dan Parungkuda. Berpadu dengan dampak dari pertumbuhan penduduk yang sudah seperti deret ukur, maka jadilah Sukabumi semrawut dan macet everywhere seperti sekarang.

Belum lama ini telah dikembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Sukabumi. Kawasan itu akan dijadikan pusat industri teknologi di Tanah Air. Lahan seluas 888 hektar di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi telah dipilih sebagai lokasi yang disebut Bukit Algoritma.

Kawasan tersebut dipilih di samping kedekatannya dengan ibukota, juga karena adanya infrastruktur pendukung yang sedang dibangun seperti akses Tol Bocimi, Pelabuhan Laut pengumpan Regional (PLPR) Wisata dan Perdagangan Pelabuhan Ratu, Bandara Cikembar yang akan dibangun, dan Double Track KA Sukabumi-Bogor-Bandung. 

Budiman Sudjatmiko selaku Ketua Pelaksana kepercayaan Jkw menyebut Bukit Algoritma diharapkan dapat menjadi pusat penelitian dan pengembangan teknologi, serta pusat pengembangan sumberdaya manusia di masa depan. Kawasan ini, kata Budiman, akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut, seperti misal kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan.

Tapi lagi-lagi bagaimanapun visi jauh ke depan itu melesat dalam kata-kata di hadapan kita, semuanya itu tetap terjepit dalam keberlarutan finishing jalan tol Bocimi. Apalagi 25 destinasi wisata andalan Sukabumi yang sudah masuk buku-buku traveling nasional seperti Geopark Ciletuh yang meliputi 8 kecamatan dan 74 desa; 

Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabandungan; Kampung Ciptagelar, Cisolok, seperti Kampung Naga di Tasikmalaya; Situ Gunung, Kadudampit; Jembatan Gantung Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; Pantai Pelabuhan Ratu; Pantai Ujung Genteng; Pantai Batu Bintang; Pantai Cimaja; Pantai Citepus; Pantai Cibangban; Pemandian Air Panas Cisolok; Water Park Pelabuhan Ratu; Rafting Citarik; Tebing Panenjoan, Ciemas; Wisata Gunung Sunda, Cisaat; Bukit Karang Para, Kebon Manggu; Gua Lalay (Kalelawar), Pelabuhan Ratu; Gua Buniayu, Nyalindung; Danau Bacan, Cikembar; Curug Cigangsa, Ciletuh; Curug Awang, Ciletuh; Curug Sawer, Situ Gunung; Curug Cimarinjung, Ciemas; Curug Cikaso, Surade. Itu semua sulit disayang karena tak begitu dikenal, gegara mandegnya tol Bocimi untuk aksesibiltas kepariwisataan di DTW Sukabumi kota maupun Kabupaten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun