Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, yang artinya bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bermasyarakat dan memerlukan negara untuk bersosialisasi untuk mencapai kepenuhannya sebagai manusia.
Walaupun setuju dengan gurunya bahwa negara perlu diperintah oleh orang-orang bijaksana seperti pada konsep raja-filsufnya Plato, Aristoteles lebih cenderung mendukung kedaulatan hukum atau konstitusi.
Menurutnya setiap penguasa, sebijaksana apa pun dirinya harus tunduk pada idealisme bersama yang telah disepakati dalam masyarakat, dalam hal ini: hukum negara ataupun konstitusi negara, sehingga menimbulkan keadilan dan keteraturan.
Etika
Dalam Etika, Aristoteles mengembangkan teori Eudamonia. Eudaimonia adalah kata Yunani yang secara harfiah diterjemahkan menjadi keadaan atau kondisi 'semangat yang baik', dan yang umumnya diterjemahkan sebagai ' kebahagiaan '.
Menurut Aristoteles, tujuan akhir perbuatan manusia adalah untuk mencapai Eudamonia ini. Bagaimana caranya?
Seperti kedua pendahulunya, Aristoteles berpendapat bahwa titik awal dari semuanya adala pengetahuan mengenai yang baik. Kejahatan timbul karena ketidaktahuan akan yang baik. Orang yang memiliki pengetahuan akan yang baik, akan hidup seturut pengetahuannya.
Namun bagi Aristoteles, pengetahuan saja tidak cukup, seseorang harus memiliki Tindakan nyata. Itu berarti, jalan menuju Eudamonia mencakup pengetahuan (theoria) dan Tindakan moral (Praxis).
Aristoteles menamakan Tindakan moral yang benar sebagai keutamaan Etis yang merupakan jalan tengah antara yang ekstrem dan berlawanan. Misalnya Misalnya keberanian sebagai jalan tengah dari pengecut dan ceroboh.
Namun sebelum manusia memiliki keutamaan Etis, ia harus mengusahakan dahulu keutamaan Budi, dengan cra memperoleh pengetahuan dan kebijaksaan mengenai kebaikan dan kebajikan. Pengetahuan moral inilah  yang akan dihidupinya lewat keutamaan etis tadi.
Sains