***
Sejak kemunduran Manus, tak ada seorang pun yang berminat berbicara soal patung sang tentara. Tak ada seorangpun yang mendekat untuk melindungi ataupun merusakkannya. Manus sendiri paham, tak mungkin lagi ia menyentuh patung itu. Tetapi Jauh dilubuk hatinya ia masih berharap dan mendamba keajaiban. Tiap hari ia memandangi patung itu lekat-lekat sambil meneteskan air mata, namuntak seorang pun tahu apa yang ia sesali ataupun harapkan.
Anehnya, lokasi sekitar patung keramat itu menjadi wahana bermain baru bagi anak-anak. Mereka memanjati patung itu dan mengelilinginya. Tanpa sengaja, ada yang  mematahkan beberapa bagian dari patung itu.Warga gempar. Patung itu tak tampak lagi seperti semula. Senjata dari sang patung telah patah, demikian juga tajuk militer yang teracung keatas. Sosok baru itu menimbulkan tanya yang dalam.Manus yang telah menunggu di situ selama ini dan beberapa warga kampung yang telah melihatnya segera memaklumkannya pada warga yang lain. Satu persatu warga pun ke sana. Kini seluruh warga menyemut disekeliling sosok baru patung itu.
Mereka tertegun menyaksikan sebuah figur yang lain sama sekali. Perlahan namun pasti, tatapan dalam-dalam itu memunculkan sesungging senyum di pinggir bibir mereka. Senyum penuh makna itu pun turut menghiasi wajah Manus. Ia pun membatin penuh yakin: "Aku telah menemukannya..."
Apa yang ditemukan dalam wajah patung itu? Hanya Manus dan penghuni desa Sejuk yang tahu. Senyum mereka itu terbit seiring terbenamnya mentari pada hari itu: 17 Agustus 2045.
 (Manado, Maret 2013) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H