Aku tak memikirkan hal lain Alexander, aku hanyalah seorang patriotik negara kita. Seperti yang kau tahu, sebagai seorang jendral Tenton yang baik, dia juga adalah seorang pembela ideologi yang gigih.
Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh. "Kau akan menganggapku sebagai seorang anti-patriotik?"
"Tidak, tidak kawan. Kau tahu bahwa aku adalah pengagum Voltaire yang pernah mengatakan bahwa ia bisa saja tidak sependapat dengan seseorang tetapi kebebasan orang itu untuk mengungkapkan pendapat yang tidak sejalan dengannya itu, akan dibelanya sampai mati. Kau hanya perlu tenang untuk mengerti maksudku ini."
Aku mengangguk mendengar penuturannya. "Cukup di sini dulu tuan Antigonus, Selamat malam!"
Senyumannya yang menyeringai di antara derai kumis tebalnya meyakinkanku bahwa ia sangat puas dengan responku. Ia yakin telah menegakkan ideologi inti negeri Tenton di hadapan seorang calon penghancurnya.
Bagaimanapun aku bertahan. Semua itu hanyalah omong kosong bagiku. Aku tak menyangka bahwa negeri sebesar Tenton bisa terjerumus ke dalam mitos bodoh yang diteruskan dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa suatu penilaian yang kritis.Â
Aku bersumpah bahwa kau akan memakai lambang tiga-belas pada apa saja yang kupelopori, walaupun diancam sebagai seorang penggalang tindakan makar.
***
Tenton yang malang. Pantas saja ia tak pernah bisa berkembang lebih baik dibanding negara lainnya. Semua generasi memiliki suatu kebenaran yang tak terungkap bahwa angka dua-belas itu adalah kepenuhan dan negara bagian ke tiga-belas tidak seharusnya ada.
Antigonus menyebutnya sebagai negara pemberontak. Tapi apakah hal itu benar? Ataukah mungkin semuanya itu adalah pandangan sempit Antigonus semata karena dipengaruhi propoganda pihak kerajaan selama bertahun-tahun?
Semua catatan yang kubaca ketika masih berada di Odesus menyatakan bahwa negara bagian ke tiga-belas sebenarnya merupakan kumpulan elite dinasti Albus yang berkuasa sebelumnya.Â