Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Menanti"

19 Januari 2023   18:46 Diperbarui: 3 Februari 2023   22:21 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hati-hati. Semoga sukses…”

Lita menaikkan dua jempolnya untukku. Aku berusaha membalasnya dengan senyuman yang sejujurnya sedikit kupaksakan.

***

“Aku ingin jujur tentang satu hal padamu,” kata Rudi sambil menunduk dan memperlihatkan wajahnya yang tegang. Nafasnya memburu. Aku menarik nafas panjang, telah menebak kalimat selanjutnya yang akan terlontar dari mulutnya.

Ia meraih jemariku dan menggenggam erat, seperti yang telah dilakukan 12 pria yang sebelumnya berlalu dari kehidupanku. Aku tak merasakan apa-apa. Hampa.

“Aku mencintaimu Vin, kamu mau kan menemani hari-hariku sebagai kekasihku?”

Tatapan Rudi yang tulus dan sungguh-sungguh itu memaksa menerobos pertahanan hatiku yang dingin dan kaku. Namun tetap saja tembok itu berdiri kokoh dan beku. Memang sebelum dia mengucapkan semuanya, aku telah menyiapkan jawabannya, jawaban yang sudah kusiapkan bahkan ketika mataku pertama kali menyorot sosok setiap lelaki. Tidak, itulah jawabannya, tetapi aku tak ingin menyinggung perasaan lelaki yang telah banyak berkorban bagiku ini. Bagaimanapun aku masih punya hati…

“Beri aku kesempatan,” jawabku datar. Rudi nampak gelisah. Jawaban ini memang sungguh tak diharapkannya.

“Baiklah aku akan menghormati dan menerima semua keputusanmu. Asal kau tahu Vin, aku rela memberikan apa saja, bahkan lebih dari yang kau harapkan. Mungkin saja sampai saat ini kau masih menyimpan bayangan seorang pria yang kau cintai di masa lalu. Tapi ingat, ketika kau jauh melangkah dan tak kau temui seorang pun yang menerimamu di depan sana, tengoklah saja ke belakang. Aku ada, setia menunggumu.”

Dengan perkataan yang cukup menyentuh itu, Rudi pergi dengan gontai. Sorot matanya yang redup dengan jelas menunjukkan kekecewaan yang teramat sangat. Andai dia tahu mengapa aku tak pernah bisa mencintai orang lain selain dia yang telah menjadi “yang pertama” di hatiku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun