Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Orangtua yang "Orangtua" Menurut Citarasa Romo Mangunwijaya

10 Desember 2016   07:02 Diperbarui: 10 Desember 2016   09:05 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangunwijaya Salah Seorang Tokoh Pemikir Indonesia (Foto: Dokumen Pribadi)

Ada seorang ibu selalu menyediakan stok cokelat enak manis di laci lemari. Ketika ibu-ibu tetangga memilih menggunakan suara dikeraskan dan mungkin cubitan pukulan ketika memarahi anak mereka yang berbuat kesalahan, dia akan memberikan cokelat enak itu kepada anaknya jika melakukan kesalahan. Bagi tetangga sikap itu terkesan memanjakan si anak, aneh, tetapi si ibu sudah menyediakan jawaban:

“Ini cara terbaik saya berkomunikasi dengan anak-anak saya. Baik ketika anak-anak saya perlu diapresiasi karena prestasi yang diraih. Atau ketika anak-anak saya perlu ditegur karena telah berbuat kesalahan. Ya, barangkali ada potensi membuat mereka menjadi manja. Namun saya percaya, ketika kita memberikan karena hati bukan niat iming-iming dan disertai dialog lembut nan syahdu, maka cokelat itu adalah penguat pesan yang dalam merasuk ke batin si anak. Setiap anak memiliki hati lebih luas dari lapangan sepakbola. Bicaralah dengan anak-anak menggunakan bahasa hati. Saya tidak ingin mewariskan rekaman kekerasan di rongga pikiran anak saya. Seorang anak itu akan tumbuh menjadi dewasa. Rekaman amarah dan kekerasan yang dirasakan ketika masih kecil akan mereka bawa terus sampai dewasa. Saya ingin anak-anak saya mengingat ibunya yang asyik-asyik saja. Bagi saya anak bukan tong sampah emosi. Kita harus bisa membedakan mana sebenarnya marah yang menjadi fasilitas untuk mengingatkan dan mengkoreksi perbuatan salah anak, dan mana sebenarnya sekedar pelampiasan emosi orangtua. Memberikan cokelat enak manis membantu saya lepas dari kemungkinan menjadikan anak-anak saya sebagai tong sampah emosi saya.” ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun