Mohon tunggu...
Parfi Khadiyanto
Parfi Khadiyanto Mohon Tunggu... Dosen - pecinta lingkungan hidup dan arsitektur perkotaan

tinggal di semarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuantitas Berkolerasi dengan Kualitas

22 Desember 2021   13:17 Diperbarui: 22 Desember 2021   13:22 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah menjadi kebiasaan bagi mas Amat dan  kang Udin bahwa setiap sehabis sholat jama'ah maghrib di mushola kampungnya tidak pulang ke rumah dulu, tetapi nunggu sholat jama'ah 'isya' berikutnya, sebab meraka punya keyakinan bahwa menunggu sholat setelah sholat itu besar pahalanya, waktu yang dipilihnya adalah menunggu sholat 'isya' setelah sholat maghrib berjama'ah, karena waktunya tidak terlalu lama.

Sambil menunggu sholat 'isya', yang mereka kerjakan kadang dzikir, kadang baca qur'an, kadang juga ngobrol apa saja, asalkan bukan perbuatan maksiat.

Membukalah mas Amat sebuah percakapan dengan kang Udin, dia bilang:

Saya pernah melihat video di youtube, ada seorang ustadz yang sangat mengkhawatirkan akan terjadi penurunan jumlah umat islam di negara kita, kalau menurut saya penurunan ini akibat dari kurang fahamnya saudara-saudara muslim tetang islam itu, dan ditambah lagi banyak ustadz-ustadz yang kalau ceramah itu menakut-nakuti, membentak-bentak, bahkan mengakfirkan orang-orang muslim yang tidak sefaham dengan dia, padahal sepengetahuan saya, kita sebagai seorang muslim kan harus bersikap lemah lembut, rohmatan lil alamin, mengajak bukan membentak, menolong bukan berbohong, iya kan kang Udin...

Lah iya betul, kita sebagai muslim harus berbaik sangka, bukan selalu curiga, lagian apa sih ruginya kalau jumlahnya berkurang? Bukankah yang penting itu kualitas, bukan kuantitas...

Huwehhh..!! ngawur kamu, sudah pernah dengan pepatah, nila setitik rusak susu sebelanga belum?

Ya sudah tho ya..., itu pepatah sejak jaman SD dulu, emang apa hubungannya dengan islam?

Bukan hubungan secara langsung sih.., tapi makna pepatah itu adalah begini, kamu bayangkan ya, kalau ada nila cuman setitik saja, itu bisa merusakkan susu sebelanga.., nah kalau susunya setengah belanga, betapa parah rusaknya susu itu, betul kan...!!?

Lah iya, tapi maksudku apa hubungannya dengan berkuarngnya umat muslim di negara ini?

Gini nih..., kalau nila setitik itu merusakkan susu sebelangan, maka teorinya, seandainya ada susu sepuluh belangan, tidak akan rusak oleh nila yang hanya setitik itu.., paham gak maksudku ini?

Apa maksudnya, gak jelas tuh...!?

Gini lho, itu artinya ada hubungan, ada korelasi antara kuantitas dengan kualitas, kalau kuntitasnya banyak maka kualitasnya akan meningkat..., jadi jelasnya begini, ketika nila itu hanya setitik maka susu sepuluh belanga tidak atau belum rusak, demikian pula kalau nilanya itu seperlima titik maka susu sebelanga itu juga belum rusak...

Oh gitu ya, jadi kalau nilanya banyak maka rusaknya berat, kualitas rusaknya tinggi..., dan kalau susunya banyak maka susunya tidak rusak, kualitasnya masih baik, gitu kan maksudmu..?

Nah itulah dia, harusnya kalau kuantitasnya besar maka kualitasnya juga tinggi

Jadi menurutmu kalau umat muslim di negeri ini banyak maka kualitas umat muslim menjadi baik gitu?

Lah iya lah, coba kita lihat sebuah barang, kalau ada barang yang sangat laku, diminati banyak orang, pastilah barang itu baik, tapi sebaliknya, kalau tidak diminati ya sudah pasti tidak baik, gitu lho kang Udin, ngerti kan sekarang..!?

Ya ya yaa... aku mulai faham, makanya pemerintah mengatur adanya ketentuan untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden itu harus memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ya..? supaya bisa memilih calon dari koalisi partai yang besar, yang banyak anggotanya, gitu ya..?

Nah itulah.., kini faham kan? Kalau kita hanya memilih dari calon yang sebenarnya hanya mewakili sedikit orang, maka belum tentu kualitasnya bagus kan?

Ya kalau mas Amat bilang belum tentu, itu jawaban yang gak jelas mas, sebab selalu bisa benar..., seandainya tidak ada calon yang bagus dari partai kecil, jawabanmu benar, tetapi kalau ada calon yang bagus dari partai kecil, jawabanmu juga benar.., sebab kamu bilang belum tentu kan, artinya bisa iya bisa tidak, hahahahahaaa...

Ya gimana lagi, hidup itu kan tiga dimensi, bukan sekedar hitam dan putih

Tapi gini mas Amat, kalau sekarang saya balik, seandainya dengan aturan ambang batas pencalonan presiden yang tinggi itu maka hanya akan ada sedikit jumlah calon yang akan bisa kita pilih, bandingkan dengan aturan tanpa ambang batas, maka akan ada calon yang banyak yang bisa kita pilih, bagus mana kalau dikaitkan dengan teorimu tadi tentang kuantitas berkorelasi dengan kualitas, hayo...?

Ya gini saja, untuk mendapatkan calon yang baik mestinya pakai aturan ambang batas, tapi kalau ingin mendapat calon presiden yang baik, ya harus banyak calon presidennya..., caranya supaya calon presiden bisa ada banyak, ya gak usah pakai aturan ambang batas..., wah kok jadi bingung sendiri saya ya, hehehehe

Akhirnya kang Udin dan mas Amat tertawa bersama-sama, bingung juga mereka berdua, tapi mereka sepakat bahwa memang betul kuantitas itu berkorelasi dengan kualitas.

(dialog ini hanya fiktif, hanya sebuah imajinasi dalam cerpen, kalau ada kesamaan nama itu hanya kebetulan saja, mohon maaf)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun