Masih teringat sekitar satu tahun yang lalu, KPU Kabupaten Bone melaksanakan kegiatan Pergelaran Seni Budaya dalam rangka sosialisasi pelaksanaan pemilu serentak 2019 dan Partai Politik Peserta Pemilu 2019 disekitar area pantai kering di Kota Watampone. Â Kegiatan yang dikemas dengan atraksi kesenian terkesan meriah, menghibur dan sangat dinikmati oleh para undangan dan masyarakat yang menonton. Â
Secara tersirat acara seremonial saat itu, memberikan gambaran bahwa pemilu 2019 merupakan aktualisasi nyata pesta demokrasi yang harus dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Bone. Kini pesta demokrasi pemilu 2019 akan mencapai titik kulminasi di 17 April yaitu tahapan tahapan pemungutan dan penghitungan suara.Â
Mengusung tema "Pemilih Berdaulat Negara Kuat" bukanlah hal yang sulit diwujudkan oleh masyarakat Kabupaten Bone, mengingat  masyarakat Bone telah menunjukkan prinsip rakyat berdaulat ketika kerajaan Bone diajak bergabung kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1951 oleh Ir. Soekarno.Â
Pada masa itu, Raja Bone La Mappanyukki tidak langsung menyanggupi ajakan Ir. Soekarno, karena sang raja harus menjunjung kehendak rakyatnya.Â
Sekitar 3000 orang sebagai refresentasi rakyat Bone, berkumpul dialun-alun kerjaan Bone untuk menggelar demonstrasi menyampaikan keinginan agar kerajaan Bone bergabung dalam NKRI. Demonstrasi ini dikemas dalam gerakan yang sangat santun dan sopan, baik formulasi gerakan maupun tutur kata (Teluk Bone).
Catatan lain, Â selama ini pelaksanaan berbagai kegiatan kepemiluan pasca reformasi telah berlangsung dengan sukses tanpa menimbulkan konflik horizontal.Â
Oleh karenanya tidak berlebihan pelaksanaan kepemiluan di Kabupaten Bone menjadi yang terbaik dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan kepemiluan di bumi Arung Palakka ternyata sudah menjadi bagian sejarah Bone sendiri. Sebagaimana pendapat dari Prof Mattulada bahwa"Tana-Bone dianggap sebagai kerajaan Bugis yang menjadi standar dari pola-pola kehidupan politik-ekonomi dan kebudayaan bagi kerajaan-kerajaan bugis lainnya.
Memasuki puncak pesta demokrasi, tentu kita sebagai masyarakat Bone harus mempertahankan prestasi bahkan perlu ditingkatkan untuk menuju kehidupan demokrasi yang substansial.
Apalagi harapan ini juga menjadi keinginan Pemerintah Kabupaten Bone, sebagaimana disampaikan oleh Bapak Bupati Bone dalam sambutannya di acara KPU Bone Election Run 2019 bahwa pemilu serentak di Bone harus sukses, aman dan damai dengan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi.Â
Harapan sukses pemilu tidak boleh seluruhnya dibebankan ke Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) tetapi perlu dukungan dari  masyarakat Bone secara keseluruhan (Assitoboneng).  Assitoboneng mengandung arti bentuk solidarias masyarakat Bone dalam berbagai situasi dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokalnya agar  menjadi pemenang (eksis).
Dalam dunia kepemiluan, dipahami sebagai arena yang memberikan kesempatan kepada orang/politikus menjalankan strateginya/tindakan politiknya untuk meraih kekuasaan.Â
Namun demikian tindakan politik diharapkan tetap mengacuh pada nilai-nilai moral tertentu dalam artian pihak-pihak yang berkepentingan (Penyelenggara, peserta pemilu, pemilih) harus ada basis moral yang semestinya menjadi dasar dari suatu tindakan yang diambil apalagi kita masyarakat Bone yang telah memproklamirkan diri sebagai masyarakat beradab. Â Basis moral yang dimaksud adalah nilai-nilai kearifan lokal yang kita miliki, seperti Lempu, amaccang, getteng, Sipakatau, sipakainge, sipakalebbi.
Lempu (jujur, Amaccang/acca(pintar) adalah dua kata bugis yang harus dimiliki penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemilih.  Sebagai basis moral, dua kata ini diharapkan selalu beriringan dalam kepribadian orang Bone, seperti halnya dalam petuah  "aja' nasalai acca sibawa lempu".  Bagi penyelenggara pemilu, ammaccang tergambarkan sebagai sikap profesionalisme dalam prinsip penyelengara pemilu dimana mengandung arti bahwa  Penyelenggara Pemilu harus memahami tugas, wewenang dan kewajibannya.
Bagi Peserta pemilu, amaccang sangat dibutuhkan agar mampu memberikan solusi bagi masyarakat setiap permasalahan yang dihadapinya, baik masalah sosial ekonomi maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Â Sementara bagi pemilih, amaccang sangat diperlukan untuk menjadi pemilih cerdas yaitu cerdas memilih calon pemimpin yang berkualitas serta cerdas dalam memberikan suara/mencoblos dengan sah.
Lempu (jujur) menjadi prinsip penting bagi pribadi penyelenggara pemilu. Â Jujur diperlukan untuk menjaga kemurnian suara pemilih (tidak ada tergeser, hilang atau bertambah) karena satu suara pemilih dalam pemilu adalah mewakili satu suara rakyat yang berdaulat. Â Prinsip kejujuran juga harus dalam diri peserta pemilu melalui pembuktian atas janji kampanye ketika sudah berkuasa.
Peserta pemilu harus jujur mengakui suaranya sendiri yang diberikan oleh pemilih di TPS dan tidak mempengaruhi penyelenggara melakukan rekayasa, seperti pesan dari percakapan Kajaolaliddong dengan Arungpone "Aja' muala waramparang narekko tanniya waramparangmu, Aja' mualai aju ripasanree' narekko tanniya iko pasanre, Aja' muala aju riwetta wali narekko tanniya iko mpattai.
Getteng dapat diartikan sikap tegas, tangguh dan teguh pada keyakinan dan taat azas.  Sebuah prinsip orang bugis Bone yang memanisfestasikan prinsip mandiri dan kepastian hukum dalam penyelenggara pemilu.  Prinsip  mandiri maknanya penyelenggara pemilu bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil; sementara kepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu adalah Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Getteng juga diharapkan ada dalam diri pemilih dalam artian pemilih harus yakin pilihannya sesuai dengan hati nurani bukan karena hal lain seperti dalam petuah "tenna anre' waramparang ripalolo"/tidak menerima barang sogokan.
Sipakatau, sipakainge, sipakalebbi, adalah sikap yang harus dimiliki seluruh pihak yang berkepentingan dalam kegiatan kepemiluan. Â Sebagai arena perebutan kekuasaan tentu akan menampilkan berbagai intrik dari peserta pemilu untuk merebut hati pemilih yang secara otomatis menimbulkan dinamika perpolitikan.
Saling menghargai/menghargai harkat dan martabat manusia, sikap saling memuliakan posisi dan fungsi masing-masing dan sikap saling mengingatkan satu sama lain menjadi cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dalam pertarungan politik ini agar tidak menimbulkan konflik horisontal.
Adapun persoalan baik persoalan administrasi atau pidana pemilu dapat ditempuh jalur tersendiri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Assitoboneang yang berikutnya adalah bagaimana masyarakat Bone menjadikan pemilu 2019 di Wilayah Kabupaten Bone memiliki tingkat partispasi pemilih yang paling tinggi dan jumlah surat suara tidak sah yang paling rendah secara nasional.  Mengacu pada target KPU RI tentang tingkat partispasi pemilih sebesar 77% bukanlah sesuatu yang sulit dicapai.
Mengingat dalam dua pemilu terakhir di Kabupaten Bone, tingkat partisipasi tertinggi pernah dicapai sebesar 85% pada pilpres 2009 dan pileg 2014.Â
Sementara untuk surat suara tidak sah, berdasarkan data pemilu 2014 surat suara tidak sah untuk DPR sebesar 10.320, DPD 32.660, DPRD Provinsi 9.815 dan DPRD Kabupaten 8.575 untuk lima dapil.Â
Data ini menunjukkan bahwa masih banyak suara pemilih yang hilang percuma karena suara batal.  Oleh karena itu untuk kedua persoalan ini kita perlu saling sipakainge untuk datang TPS dan sipakainge untuk cara mencoblos yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H