Mohon tunggu...
Lukman Darwis
Lukman Darwis Mohon Tunggu... Wiraswasta - masyarakat biasa yang suka informasi

Simpel, Selalu Berpikir Positif

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Golput Masih Menghantui

12 April 2019   07:55 Diperbarui: 12 April 2019   08:33 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga faktor diatas sepertinya akan tetap menjadi alasan utama ketidakhadiran pemilih di TPS diPemilu serentak 2019  namun diharapkan jumlahnya  menurun dengan melihat antisipasi dari KPU seperti beberapa kali dilakukan perbaikan Daftar Pemilih Tetap, adanya program sosialisasi dengan berbagai bentuk, secara terstruktur dan masif.  

Sementara alasan bepergian dan alasan  sibuk bekerja/sekolah setidaknya dapat diantisipasi dengan dikabulkan uji materi terhadap pasal 210 ayat (1)  UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait pindah memilih melalui  putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 20/PUU-VII/2019.   

Dimana pengajuan pindah memilih yang sebelum  hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari sebelum hari pencoblosan menjadi paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pencoblosan. 

Pemilu pasca reformasi terjadi pergerseran wajib pilih menjadi hak pilih yang menyebabkan golput tidak dilarang oleh undang-undang dan golput juga bukan perbuatan kriminal. Namun yang  dapat terkena delik hukum adalah bila terbukti melakukan perbuatan yang menyebabkan pemilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya sebagaimana diatur dalam UU No. 7 tahun 2019 tentang Pemilu.

Pada Pasal 498 " seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seseorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali denganalasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12 juta".  

Kemudian di pasal 510: "Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta,.

Pasal 515: "Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta."

Kekhawatiran akan meningkatnya angka golput tidak hanya menjadi perhatian  penyelenggara pemilu, partai politik, dan pemerintah tetapi juga dari MUI (Majelis Ulama Indoenesia). . Perhatian MUI dalam menyukseskan pemilu dibuktikan dengan keluarnya fatwa yang mewajibkan umat islam untuk memilih.  Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Din Syamsuddin meminta umat islam agar tidak golput dan memilih pemimpin merupakan kewajiban kebangsaan dan keagamaan (tempo.co).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun