Sisi lain yang bisa menjadi dasar pertimbangan adalah sistem pemilu tidak boleh menjadi pembatas atau penghalang keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemilu tidak boleh menjadi momentum yang menghentikan hubungan rakyat dan para wakil rakyat. Pemilu harus menjadi titik dasar dan awal partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilu harus mampu membangun dan menjalin ikatan tak terputuskan antara rakyat dan para wakilnya.
Tidak bisa dipungkiri pemilu 2009 dan 2014 adalah pemilu yang memiliki gaung besar dibanding pemilu sebelumnya, tidak lain disebabkan oleh sistem pemilu yang memberikan kesempatan sama yang bagi para calon untuk terpilih yang secara tidak langsung menjadi daya tarik bagi rakyat untuk aktif dalam sebuah partai. Sistem pemilu yang membuat para calon bekerja untuk meraih simpati pemilih, mereka saling bersaing bukan hanya calon antar partai tetapi persaingan terjadi antara calon dalam satu partai. Bahkan yang lebih menarik pendidikan politik sangat mudah didapatkan oleh masyarakat melalui diskusi formal dan nonformal baik dikalangan masyarakat kelas atas bahkan dikalangan masyarakat kecil.
Olehnya itu untuk pemilu 2019, sistem proporsional terbuka dengan memperhitungkan suara terbanyak tepat diterapkan. Mengenai dampak negatif yang ditimbulkan seperti terpilihnya calon populer dan tidak berkualitas yang sebenarnya sangat mudah diatasi oleh partai politik itu sendiri tanpa perlu mengubah sistem pemilu yang sudah ideal dalam kondisi kekinian. Terkait kelemahan dari yang timbul dari sistem dapat diminimalisir ketika partai politik mengedepankan calon yang berkualitas untuk merebut kekuasaan bukan sekedar merebut kursi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H