Sikap cuek seperti itulah yang menurut saya sulit dipraktekkan masyarakat di sekitar Danau Toba. Bukan apa-apa, masyarakat Batak masih menganut ego yang sangat tinggi, yang pantang 'ditantang' orang pendatang.
Sementara di Bali, wisatawan yang berstatus pendatang malah dianggap sebagai teman. Atau setidaknya dianggap sumber penghasilan. Tak lebih. Namun bukan berarti masyarakat Bali juga tidak bisa 'marah' apabila wisatawan berperilaku tidak sopan terutama bila menyangkut objek-objek yang dianggap suci.
Jika dibandingkan, masyarakat di sekitar Danau Toba masih harus belajar banyak dengan standar pelayanan tamu seperti di Bali. Yakni mampu melayani tamu dengan ramah tanpa harus membeda-bedakan apakah turis lokal atau turis mancanegara.
Tapi, ada tapinya nih. Saya tidak tahu ini hanya pengalaman pribadi atau bukan. Saat berbelanja di sebuah pusat oleh-oleh, rasanya ada sedikit perlakuan pegawai toko saat melayani turis domestik. Pegawai toko 'K' kurang bersahabat saat melayani. Baik pegawai SPG maupun pegawai di kasir. Sama saja.
Kesimpulan ini saya buat setelah mengobrol dengan seorang teman yang juga ikut berbelanja. Ternyata, penilaian kami sama persis. "Gw nggak jadi beli celana tadi, habis Mbaknya galak banget," begitu ucapan teman saya. "Kok sama sih," jawab saya.
Nah, soal yang satu ini, Bali dan Danau Toba sepertinya masih punya nilai sama. Pelayanan di pusat perbelanjaan oleh-oleh masih perlu ditingkatkan lagi. Jangan sampai turis akhirnya kapok kembali hanya karena tak dilayani dengan ramah. "Gw belanja hampir satu juta, tapi kok malah dipersulit yak," begitu teman saya menggerutu.
Demikian sedikit pengalaman waktu berkunjung ke Bali. Semoga bermanfaat.
Berikut video saat pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Internasional I Ngurah Rai, Bali:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H