Tertahannya bahan baku plastik industri selanjutnya direspon Satuan Tugas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, khususnya Pokja IV bidang Penanganan dan Penyelesaian Kasus, yang diketuai oleh Yasonna Laoly yang juga menjabat Menkumham.
Pokja IV kemudian menerbitkan surat rekomendasi tertanggal 9 Juli 2019 dan 19 Agustus 2019. Dalam surat yang ditandatangani Yasonna Laoly tersebut, terdapat beberapa poin penting menyangkut investasi dan karyawan pabrik plastik yang tak lagi memperoleh pasokan bahan baku.
Antara lain, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi ekspor sebesar 441,3 juta USD, merumahkan karyawan pabrik plastik sedikitnya 20 ribu orang, semakin membengkaknya biaya demurrage, serta hilangnya multiplier effect dari industri itu sendiri seperti di bidang jasa dan perdagangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pokja IV kemudian menerbitkan 3 rekomendasi yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri LHK, serta Aexipindo.
Pertama, Menteri Perdagangan diminta segera menyelesaikan revisi Permendag No 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limban Non B3 dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Menteri tersebut dengan target selesai dalam 2 minggu.
Kedua, Menteri Perindustrian dan Menteri LHK segera menyepakati tingkat kekotoran yang diperbolehkan, mulai dari 5% dan menyusun road map untuk diturunkan secara bertahap sampai 0%.
Ketiga, Aexipindo wajib menaati segala ketentuan hasil revisi Permendag No 31 Tahun 2016. Faktanya, rekomendasi yang diterbitkan Pokja IV ini diabaikan Kementerian LHK.
Ironisnya lagi, Kementerian LHK juga mengabaikan hasil Rapat Terbatas (Ratas) yang digelar Presiden Jokowi pada 28 Agustus 2019. Dalam Ratas tersebut, Presiden memerintahkan bahwa persentase batas impuritas skrap plastik dan kertas adalah sebesar 2% atau di bawah 2%.
Dengan kata lain, impor bahan baku plastik yang tertahan di pelabuhan pada dasarnya telah mendapat jaminan hukum dari Presiden karena batas impuritasnya adalah kurang dari 2%.
Rentetan pembangkangan Kementerian LHK ini kemudian membuat Aexipindo merasa tidak didukung oleh pemerintah sendiri. Kepastian hukum dan kenyamanan investasi justru dihambat dari dalam negeri.
"Pokja IV sudah tanda tangan, Pokja itu kop suratnya berlogo Garuda (Kemenko Perekonomian) yang diketuai Pak Yasonna Laoly. Tapi bisa dilawan sama kop surat akar-pohon (Kementerian LHK). Ini Presidennya tahu tidak?" tegas Ketua Umum Aexipindo Akhmad Ma'ruf Maulana dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (19/12/2019).