Sejak tahun lalu saya sudah sering bolak-balik ke kantor Dukcapil Kota Depok, Jawa Barat. Tak beres-beres. Urusannya itu-itu saja: istri saya hingga kini belum memegang e-KTP.Â
Alasannya, NIK atas nama istri saya ternyata sudah dimiliki penduduk lain. Saya ingat betul pemilik NIK tersebut adalah seorang perempuan yang beralamat di Kudus, Jawa Tengah. Entah bagaimana ceritanya, NIK perempuan Kudus itu juga sama dengan NIK yang telah diberikan pihak Dukcapil Depok kepada istri saya.
Uniknya, saya sendiri sebagai suami tidak ada masalah. Lancar jaya. Hanya NIK istri saya saja yang bermasalah. Lantaran tidak ada masalah, perekaman hingga pencetakan e-KTP atas nama saya cukup dilakukan di Kantor Kelurahan Kalibaru, Cilodong, Depok. Tak perlu repot-repot ke Kantor Dukcapil Depok. Hanya saja, seperti dialami banyak warga negara lain, dibutuhkan kesabaran menunggu hingga e-KTP akhirnya beres dicetak.
Blanko kosong adalah penyebab utama.
Bahkan, pihak Dukcapil sendiri terlihat kebingungan dengan kasus NIK ganda. Mereka berusaha sekuat tenaga tetapi hasilnya nihil. Antara lain, menghapus NIK lama dan menggantinya dengan NIK baru. Kemudian, alat untuk mengecek NIK melalui bantuan alat sidik jari (finger print) juga "angot-angotan".Â
Alat ini, kadang bisa online kadang offline. Setidaknya begitu pengakuan pegawai Dukcapil kepada kami yang menyambangi Dukcapil Depok, akhir Oktober lalu. Itu berarti tidak ada waktu yang pasti untuk kembali ke Dukcapil. Makanya saya tidak heran kalau ada warga yang mengeluh lantaran pencetakan e-KTP bisa bertahun-tahun lamanya.
Kasus yang dialami istri hingga membuat saya repot bolak-balik ke Dukcapil tanpa hasil. Bahkan masalah ini merupakan salah satu contoh kelemahan yang belum dapat diselesaikan oleh mesin cetak ADM (Anjungan Dukcapil Mandiri) yang baru saja diluncurkan Kemendagri. Warga seperti istri saya tentu tetap tidak akan bisa mencetak e-KTP di mesin canggih itu jika NIK-nya masih bermasalah. Itu berarti masih harus berurusan dengan pegawai di Dukcapil.
Apalagi, menurut keterangan Kemendagri, warga harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pembuatan KTP, KK, Akte Lahir, maupun Akte Kematian ke kantor Dukcapil terdekat. Dengan kata lain, mesin ADM sejatinya hanya mempersingkat waktu pencetakan saja.Â
Dari yang sebelumnya dilakukan pegawai Kelurahan atau Dukcapil kini diserahkan langsung ke warganya. Padahal seperti kita tahu, proses pencetakan e-KTP di Kelurahan selama ini berlangsung cukup singkat. Tinggal klik, langsung jadi. Asalkan itu tadi, tidak ada kendala administratif maupun kendala teknis.
Padahal persoalan utama bukan terletak pada lamanya pencetakan e-KTP. Tetapi lebih kepada proses pengurusan administratif yang memakan waktu panjang. Buktinya itu tadi, persoalan NIK ganda saja belum bisa diselesaikan selama kurun waktu dua tahun. Pihak Kelurahan angkat tangan, Dukcapil pusing tujuh keliling, dan warganya berakhir tak bahagia.
Itu baru persoalan administratif. Sekarang bagaimana dengan kendala teknis mesin ADM itu sendiri? Tanpa bermaksud menyepelekan, kondisi mesin rusak terutama milik pemerintah sepertinya sudah menjadi rahasia umum.Â
Contohnya itu tadi, mesin sidik jari di Dukcapil Depok sulit ditebak kapan bisa beroperasi dengan normal.
Padahal, di sana ada pegawai yang menjaganya, loh. Bagaimana dengan mesin ADM yang tanpa penjaga layaknya ATM bank? Warga lagi-lagi harus rela pulang dengan kecewa akibat mesin ADM sedang mengalami kerusakan. Semoga saja sih tidak.
Dua kelemahan tersebut yakni administratif dan teknis merupakan kelemahan mesin ADM yang diluncurkan di era Mendagri Tito Karnavian. Namun bagi saya sendiri, kendala administratif seperti NIK ganda merupakan kelemahan yang paling menonjol. Warga tetap tidak akan bisa mencetak e-KTP dan lainnya apabila masih tersangkut masalah administratif. Dengan kata lain, warga mau tak mau wajib meluangkan waktunya untuk mendatangi kantor Dukcapil terdekat.
Bagaimana dengan kendala teknis? Ini juga perlu diantisipasi. Kemendagri wajib menyiapkan petugas-petugas yang bisa bergerak dengan cepat apabila ada laporan adanya kerusakan mesin ADM. Jangan sampai masa perbaikan mesin ADM membutuhkan waktu berhari-hari. Kalau itu yang terjadi maka mesin ADM hanyalah pajangan belaka.
Itu menurut saya, entah menurut Pak Tito.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H