Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengulang Kisah Kematian Massal Ternak Babi di Sumut

6 November 2019   21:14 Diperbarui: 7 November 2019   11:32 3515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan daging kerbau hanya dikhususkan pada acara adat tertentu, semisal dalam adat kematian seseorang yang sudah punya banyak keturunan, cucu hingga cicit. Itu aturan bakunya.

Atas peran yang cukup vital itulah, ternak babi bagi masyarakat Batak (Kristen) menjadi sangat istimewa. Menopang ekonomi sekaligus menjadi simbol dalam upacara adat.

Untuk itu, ketika (dulu) orangtua malah bertanya soal ternak babi lebih dulu kepada anaknya, kini bisa dimengerti. Meskipun memang, anak tentu jauh lebih berharga dari ternak babi. Tetapi sekali lagi, begitulah realitas kehidupan.

Kembali ke soal kematian massal ternak babi. Saat itu, kampung saya masih masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Utara (kemudian dimekarkan menjadi Tobasa, Humbahas, dan Samosir). Ternyata, seluruh wilayah Tapanuli Utara saat itu mengalami hal serupa. Ternak babi mati mendadak. 

Tak berlebihan bila menyebut ada ribuan ternak babi yang mati saat itu. Bayangkan saja, hampir seratus persen warga punya peliharaan ternak babi. Masing-masing keluarga minimal punya 2 sampai 3 ekor babi.

Meski tak semasif pemberitaan sekarang, kabar kematian massal ternak babi itu pun terbit juga di koran. Dari koran, warga akhirnya tahu penyebab kematian babi. Yakni adanya virus yang menyebar melalui udara. Frasa 'virus melalui udara' itulah yang semakin membuat warga gelisah. 

Bagaimana mungkin bisa melawan virus yang menyebar lewat udara? Warga sadar, udara yang berhembus dari Tapanuli Utara sangat mungkin berhembus ke Tobasa atau Samosir hingga ke mana-mana. Semua pasrah.

Betul saja. Hanya pasrah yang bisa diperbuat saat itu. Menyaksikan ternak babi mati satu per satu.

Kuburan demi kuburan pun digali walau aroma busuk dari semak-belukar juga tak terhindarkan. Pasalnya, banyak juga ternak babi yang terjebak di semak-belukar hingga akhirnya mati karena penyakit aneh tersebut.

Mungkin ada yang bertanya, kenapa babi yang sudah mati tersebut tidak 'dimakan' saja? Busyet, kalau makan satu-dua babi sih oke-oke saja. Tapi kalau sudah ratusan, mustahil rasanya. Mau dijual ke pasar? Tak laku.

"Eh..ngapain kau jual babi mati sama aku. Sudah gila kau kurasa," kira-kira begitu ucapan sinis yang muncul dari calon pembeli. Panjang urusan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun