Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Operasi Ganti Anies Sudah Dimulai?

31 Oktober 2019   12:51 Diperbarui: 4 November 2019   14:21 10524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (Tribunnews)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan barangkali tak pernah menyangka akan begini jadinya. Satu per satu mata anggaran tahun 2020 dipreteli publik. Dari pembayaran honor 5 influencer sebesar Rp 5 miliar, pengadaan lem, hingga pulpen yang nilainya puluhan bahkan ratusan miliar rupiah. 

Bongkar-bongkar anggaran itu terlihat sistematis yang bermuara pada opini bobroknya pengelolaan anggaran di tangan Anies.

Pertanyaannya, kenapa baru sekarang ketahuan? Padahal Anies telah menjalankan APBD selama dua tahun berturut-turut, 2018 dan 2019. Bila merujuk pada temuan tersebut, tak salah bila publik berspekulasi bahwa anggaran 2018 dan 2019 juga ikut bermasalah. 

Artinya, Anies telah 'bermain' selama dua tahun belakangan. Uniknya, 2018 dan 2019 tak ada masalah.

Seandainya Anies telah mempermainkan anggaran selama dua tahun berturut-turut, maka patut diduga DPRD DKI Jakarta juga ikut terlibat. Karena tak mungkin APBD diketok tanpa persetujuan wakil rakyat. 

Dengan kata lain, Anies dan DPRD bisa diduga melakukan persekongkolan anggaran. Bersama-sama menggarong duit rakyat. Untuk menjawab kecurigaan ini, biarkanlah aparat hukum yang bekerja.

Di luar spekulasi persekongkolan Gubernur-DPRD tersebut, tampaknya ada skenario lain yang dampaknya jauh lebih dahsyat. Mari kita sebut namanya operasi bersandi #GantiGubernur dengan target utama Anies Baswedan. Operasi yang pada akhirnya diharapkan memutus jalan politik Anies ke panggung Pilpres 2024.

Mari kita lihat rentetan peristiwanya. Dimulai dengan pertemuan Anies Baswedan dengan Ketum NasDem Surya Paloh, bersamaan dengan tarik-menarik internal koalisi Jokowi-Ma'ruf yang tak menghendaki Gerindra masuk ke kabinet. 

Dari sini terlihat Anies telah mengambil ancang-ancang apabila sewaktu-waktu Gerindra melepaskan dukungan, NasDem sudah di tangan. Sementara bagi Paloh, pertemuan dengan Anies bisa dimaknai sebagai bentuk gertakan terhadap PDIP untuk menjauhi Gerindra.

Namun seperti kita saksikan, PDIP memenangi intrik politik itu. NasDem tak bisa berbuat banyak kecuali menerima kehadiran Gerindra di kabinet. Jatah dua menteri pun diberikan Jokowi sebagai tanda 'pertemanan' dengan Prabowo. 

Bahkan, Prabowo sendiri bersedia menjadi Menteri Pertahanan, sebuah peristiwa politik yang sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Usai dilantik sebagai Menhan, Prabowo dalam kapasitasnya sebagai Ketum Gerindra kemudian memerintahkan Fraksi Gerindra di DPRD DKI untuk mengkritisi kinerja Anies. 

Kok tiba-tiba berubah? Bukankah Gerindra (dan PKS) merupakan parpol pengusung Anies-Sandi pada Pilgub DKI 2017 lalu? Perubahan arah Gerindra inilah yang memicu munculnya spekulasi bahwa Anies sedang 'dikerjain' oleh Gerindra sendiri.

Satu per satu, borok Anies dibongkar. Dari jasa influencer, pengadaan lem, hingga pulpen. Anies terpojok hingga terpaksa mengeluarkan jurus pamungkasnya: menyalahkan sistem yang diwariskan pendahulunya yakni Jokowi dan Ahok. 

Apa boleh buat, Anies sampai di sini memang tak punya jurus lain kecuali membelokkan masalah. Anies secara politik sudah lemah, dukungan dari DPRD DKI khususnya Gerindra tidak mungkin diharapkan lagi.

Bila mencermati rentetan peristiwanya, terbuka peluang Anies akan terus-menerus mendapat serangan politik yang tak ringan. 

Sekarang mungkin soal pengeluaran APBD, tak lama lagi mungkin ada muncul isu minimnya 'pemasukan' ke kas daerah, dilengkapi dengan sederet bukti-bukti akurat. Yang jelas, Anies akan dibuat repot hingga tak lagi sempat memoles-moles namanya di kancah politik.

Kelak, akhir dari permainan politik ini tak jauh dari penggantian Anies di Pilgub DKI 2022. Anies dengan nama yang tercoreng, tidak lagi dilirik parpol manapun untuk kembali dicalonkan sebagai calon gubernur. Operasi #GantiGubernur pun berjalan mulus dengan mengakhiri karir Anies dengan satu periode saja.

Lantas, siapa yang diuntungkan dari operasi ini? Sudah jelas PDIP dan Gerindra sendiri. Panggung Pilgub DKI 2022 menjadi pintu pembuka bagi Prabowo Subianto untuk memuluskan langkahnya di Pilpres 2024. Koalisi PDIP-Gerindra semisal mengusung Risma-Sandi atau sebaliknya, sangat mungkin menang dengan sangat mudah. 

Kemudian, dengan menguasai DKI, yang tanpa Anies, langkah Prabowo dibantu PDIP menuju Istana dipastikan akan berjalan mulus tanpa hambatan.

Terakhir, karena ini hanya analisis belaka, tak perlu terlalu diambil hati. Analisis ini bisa saja keliru. Kalau kata Bang Denny Siregar, yuk seruput kopinya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun