Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jonan Bakal "Tergelincir" di Blok Migas Corridor?

27 Juli 2019   02:34 Diperbarui: 27 Juli 2019   02:36 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prestasinya kinclong. Meroket saat menggawangi KAI, dari transportasi massal asal-asalan hingga berkelas. Kereta api disulapnya menjadi lebih beradab. Keren, pokoknya.

Torehan itu pula yang membawa Jonan Ignasius dipercaya Presiden Jokowi sebagai Menteri Perhubungan. Kena reshuffle kabinet, Jonan istirahat sebentar sebelum kembali dipanggil menggantikan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM. Arcandra sendiri turun kelas menjadi Wamen ESDM.

Di era Jonan, banyak terobosan tercipta. Paling heboh, soal Freeport yang sukses diambil-alih Indonesia. Amerika Serikat dibuat tak berkutik. Sebelumnya, Blok Mahakam di Kalimantan Timur dengan cadangan gas raksasa juga direbut Indonesia dari tangan Prancis dan Jepang. Masih ada lagi Blok Rokan di Riau, yang juga sukses dirontokkan Jonan. Lagi-lagi perusahaan AS dibuat mati kutu.

Mungkin Anda masih ingat, saat musim kampanye Pilpres lalu, ketiga capaian itu kerap dilontarkan Presiden Jokowi. Sebagai bukti kalau ia bukan antek asing. Tengok saja, Freeport, Mahakam, dan Rokan yang puluhan tahun berkocol di Indonesia, terbukti tumbang di tangan Jokowi. Lalu kenapa terus dituduh pro asing? Itulah narasi politik yang akhirnya menuai sukses. Jokowi kembali menang.

Nah, Jonan merupakan sosok penting di balik pencapaian luar biasa tersebut. Menjadi orang kepercayaan Jokowi yang bertugas melakukan lobi-lobi ke pihak asing, investor yang sekian lama berkuasa di sektor energi.

Namun, saat Pilpres usai dan Jokowi melenggang ke Istana kedua kalinya, kok ada yang sedikit berbeda ya? Yakni soal perebutan blok migas terminasi alias yang masa kontraknya sudah habis. Namanya Blok Corridor, blok migas yang saat ini masih dikelola ConocoPhillips dari AS. Blok ini lokasinya tak jauh dari Blok Rokan.

Jika mencermati pemberitaan di media massa, Blok Corridor ini semestinya diserahkan 100% kepada BUMN Pertamina. Faktanya, pemerintah melalui Menteri Jonan tetap mempercayakan Corridor kepada ConocoPhillips sebagai pemegang saham mayoritas, diikuti Pertamina dan Repsol sebagai pemegang saham minoritas. Operatornya juga tetap ConocoPhillips, bukan Pertamina.

Padahal, kalau mengikuti alur Mahakam dan Rokan, maka seharusnya Corridor juga demikian. Tapi kok beda sih? Itu dia yang menjadi soal.

Agar lebih afdol, mari sedikit mencermati aturan hukum yang mendasari keputusan Jonan. Peraturan Menteri (Permen) yang dijadikan dasar dalam perpanjangan Blok Corridor adalah Permen ESDM No 23 Tahun 2018 yang diperbarui dengan Permen ESDM No 3 Tahun 2019. Permen ini berisi aturan yang tak lagi mengikat dengan tegas bahwa blok migas habis masa kontrak wajib diserahkan kepada BUMN Pertamina. Bebas, mau lokal atau asing.

Di sisi lain, Permen ESDM No 23 Tahun 2018 telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung setelah Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengajukan judicial review tahun 2018 lalu. Itu berarti, Permen No 3 Tahun 2019 secara logika hukum tidak lagi relevan dijadikan dasar keputusan.

Karena tak lagi relevan, maka dasar hukum yang seyogianya digunakan adalah Permen ESDM No 15 Tahun 2015 yang penjabarannya juga terdapat pada Permen ESDM No 30 Tahun 2016. Kedua Permen ini merupakan rujukan hukum yang tepat karena diterbitkan sebelum adanya putusan pembatalan terhadap Permen No 23 Tahun 2018 oleh MA.

Lagipula, PP No 35 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, secara tegas dinyatakan Pertamina mendapatkan hak istimewa dalam mengelola blok yang akan berakhir masa kontraknya. Nah, kenapa Permen yang secara hirarki berada di bawah PP malah bertentangan? Semestinya, Permen harus selaras dengan PP, UU, dan yang paling dasar adalah konstitusi UUD 1945.

Tapi keputusan sudah diteken Jonan. Mengutip media massa, Blok Corridor di Sumatera Selatan kembali dipercayakan kepada kontraktor eksisting, yakni ConocoPhilip (Grissik) Ltd dengan kepemilikan saham 46%, Talisman Corridor LTd (Repsol) 24%, dan PT Pertamina Hulu Energi Corridor 30%. Adapun kontrak blok ini diperpanjang hingga 19 Desember 2043.

Lalu apakah Jonan akan "tergelincir" di Blok Corridor usai menyabet predikat kinclong di Freeport, Mahakam, dan Rokan? Itu urusan penegak hukum. 

Namun yang jelas, pekerja Pertamina yang tergabung dalam FSPPB telah mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka meminta KPK melakukan audit investigasi terhadap proses perpanjangan kontrak Corridor tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun