Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Bisnis di Balik Mistis Peti Mati

17 Maret 2018   21:55 Diperbarui: 17 Maret 2018   22:28 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang ditakdirkan pasti meninggal dunia alias mati. Siapapun orangnya, entah pejabat, pebisnis online, pebisnis ulung, miliarder, atau kaum marjinal sekalipun, suatu saat harus menghadap kepada Sang Pencipta.

Sebelum masuk ke inti cerita, secuil kisah soal bisnis peti mati ini sebelumnya sudah pernah dibahas dalam blog pribadi saya. Hanya saja, kisah ini saya rasa selalu faktual dan menarik sehingga tidak ada salahnya pula dibagikan kepada khalayak Kompasiana. Siapa tahu ada pihak yang terinspirasi dengan kisah ini, atau setidaknya menjadi susah tidur. Hehehe.

Baik, inilah kisah selengkapnya.

Berdasarkan tradisi agama, orang Kristen sebelum dimakamkan ke liang kubur akan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam peti. Peti itulah yang kemudian disebut dengan peti mati. Dengan demikian, bisnis peti mati yang sedang kita bahas di sini hanya menyasar masyarakat Kristen saja. Memang, agama lain juga dalam situasi tertentu, juga membutuhkan peti mati. Terutama bagi pejabat tinggi negara yang kerap dimakamkan melalui upacara militer. Soeharto, salah satunya dimakamkan dengan menggunakan peti mati.

Meski hanya memiliki pasar Kristen, tentu saja bisnis peti mati nggak ada matinya. Dari sekian banyak populasi Kristen, setidaknya pasti ada saja yang lebih dulu menghadap Sang Khalik. Tidak peduli muda atau tua, miskin atau kaya. Semua sama di tangan malaikat penjemput nyawa. SK keluar, maksudnya Surat Kematian terbit, saat itu juga yang bersangkutan harus berangkat ke alam baka.

Bapak Iwan, adalah salah seorang pebisnis peti mati. Pria berdarah Jawa ini menekuni bisnis tersebut di kawasan Kalibaru, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Lokasi usahanya hanya "selemparan granat" eh "selemparan batu" dari Markas Divisi I Infantri Kostrad, Cilodong.

Sehari-hari, produksi peti mati milik Pak Iwan dibantu oleh sejumlah pekerja yang tidak pernah berhenti mengerjakan pembuatan peti mati. Lokasi pengerjaannya dibuat sangat rapi, sehingga hampir tersembunyi dari lalu-lalang warga sekitar. Jika hanya sekali lintas saja, kemungkinan besar Anda tidak akan menyadari ada aktivitas pembuatan "rumah orang mati" di sana. Padahal, produksi peti mati itu persis di pinggir jalan.

Harga per satuan peti mati, sama halnya dengan barang lain. Tergantung jenis dan kualitasnya. Dari harga Rp 1 juta sampai Rp 23 juta, tersedia lengkap. Harga tersebut biasanya sudah termasuk dengan fasilitas mobil ambulance yang siap mengantarkan jenazah ke pemakaman.

Bisnis peti mati ini memang tergolong butuh modal besar. Pembelian kayu mentah, lokasi pengerjaan, serta fasilitas mobil pengangkut adalah modal utamanya. Sehingga, tidak semua orang bisa mengerjakan bisnis ini.

Di samping modal besar, tentu saja yang dibutuhkan adalah 'nyali' besar pula. Kendati hanya terbuat dari kayu ditambah ukiran-ukiran, peti mati bagi banyak orang merupakan hal yang cukup menyeramkan. Tetapi, justru di situlah celah bisnis itu semakin terbuka lebar. Karena sedikitnya orang yang berani terjun ke bisnis ini, maka permintaan pasar juga akan tetap menganga lebar.

Kucing Berisik Saat Ada Orang Baru Meninggal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun