Setiap orang ditakdirkan pasti meninggal dunia alias mati. Siapapun orangnya, entah pejabat, pebisnis online, pebisnis ulung, miliarder, atau kaum marjinal sekalipun, suatu saat harus menghadap kepada Sang Pencipta.
Sebelum masuk ke inti cerita, secuil kisah soal bisnis peti mati ini sebelumnya sudah pernah dibahas dalam blog pribadi saya. Hanya saja, kisah ini saya rasa selalu faktual dan menarik sehingga tidak ada salahnya pula dibagikan kepada khalayak Kompasiana. Siapa tahu ada pihak yang terinspirasi dengan kisah ini, atau setidaknya menjadi susah tidur. Hehehe.
Baik, inilah kisah selengkapnya.
Berdasarkan tradisi agama, orang Kristen sebelum dimakamkan ke liang kubur akan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam peti. Peti itulah yang kemudian disebut dengan peti mati. Dengan demikian, bisnis peti mati yang sedang kita bahas di sini hanya menyasar masyarakat Kristen saja. Memang, agama lain juga dalam situasi tertentu, juga membutuhkan peti mati. Terutama bagi pejabat tinggi negara yang kerap dimakamkan melalui upacara militer. Soeharto, salah satunya dimakamkan dengan menggunakan peti mati.
Meski hanya memiliki pasar Kristen, tentu saja bisnis peti mati nggak ada matinya. Dari sekian banyak populasi Kristen, setidaknya pasti ada saja yang lebih dulu menghadap Sang Khalik. Tidak peduli muda atau tua, miskin atau kaya. Semua sama di tangan malaikat penjemput nyawa. SK keluar, maksudnya Surat Kematian terbit, saat itu juga yang bersangkutan harus berangkat ke alam baka.
Bapak Iwan, adalah salah seorang pebisnis peti mati. Pria berdarah Jawa ini menekuni bisnis tersebut di kawasan Kalibaru, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Lokasi usahanya hanya "selemparan granat" eh "selemparan batu" dari Markas Divisi I Infantri Kostrad, Cilodong.
Sehari-hari, produksi peti mati milik Pak Iwan dibantu oleh sejumlah pekerja yang tidak pernah berhenti mengerjakan pembuatan peti mati. Lokasi pengerjaannya dibuat sangat rapi, sehingga hampir tersembunyi dari lalu-lalang warga sekitar. Jika hanya sekali lintas saja, kemungkinan besar Anda tidak akan menyadari ada aktivitas pembuatan "rumah orang mati" di sana. Padahal, produksi peti mati itu persis di pinggir jalan.
Harga per satuan peti mati, sama halnya dengan barang lain. Tergantung jenis dan kualitasnya. Dari harga Rp 1 juta sampai Rp 23 juta, tersedia lengkap. Harga tersebut biasanya sudah termasuk dengan fasilitas mobil ambulance yang siap mengantarkan jenazah ke pemakaman.
Bisnis peti mati ini memang tergolong butuh modal besar. Pembelian kayu mentah, lokasi pengerjaan, serta fasilitas mobil pengangkut adalah modal utamanya. Sehingga, tidak semua orang bisa mengerjakan bisnis ini.
Di samping modal besar, tentu saja yang dibutuhkan adalah 'nyali' besar pula. Kendati hanya terbuat dari kayu ditambah ukiran-ukiran, peti mati bagi banyak orang merupakan hal yang cukup menyeramkan. Tetapi, justru di situlah celah bisnis itu semakin terbuka lebar. Karena sedikitnya orang yang berani terjun ke bisnis ini, maka permintaan pasar juga akan tetap menganga lebar.
Kucing Berisik Saat Ada Orang Baru Meninggal
Cerita-cerita seram sudah banyak tersiar, bahkan cenderung menjadi tradisi ketika seseorang baru saja dikuburkan. Didatangi arwah dalam bentuk kesurupan juga sering menjadi buah bibir di masyarakat. Lolongan anjing atau suara meraung kucing kerap dijadikan penanda hadirnya arwah seseorang.
Pak Iwan, yang sudah cukup lama berkecimpung sebagai juragan peti mati, ikut membagikan kisahnya. Tapi pembaca pasti sedikit kecewa lantaran Pak Iwan tidak pernah mengalami 'gangguan' dari pasiennya. Meski sudah ratusan jenazah diurusnya, dari pemesanan peti mati hingga mengantarkannya ke pemakaman, tak satupun 'arwah' yang berani mengganggunya.
Sambil bercanda, ia tak lupa melontarkan ancaman kepada setiap jenazah yang diurusnya. "Kalau saya diganggu, saya turunin kamu," begitu pesan Pak Iwan. Ternyata kalimat itu sejauh ini cukup manjur sehingga ia sama sekali tak pernah mengalami hal-hal aneh.
Pak Iwan, yang asli Surabaya dan menganut Katolik, mengaku sejak awal tidak percaya sama sekali tentang arwah orang mati yang bisa kembali menyapa. Dalam kepercayaannya, ketika orang sudah meninggal dunia, saat itu pula hubungan dengan manusia dan dunia otomatis terputus.
Terkait mengurusi orang mati, Pak Iwan memang sudah lama terlibat di dalamnya. Saat masih usia muda, ia sudah dipercaya sebagai seksi kerohanian di gereja, yang salah satu tugasnya mengurusi jemaat yang meninggal dunia. "Saya 21 tahun mengabdi di gereja, dan baru tiga tahun belakangan minta pensiun. Sejak itu baru fokus menggeluti bisnis peti mati," kisahnya.
Bisnsi peti mati milik Pak Iwan kini berkembang pesat. Tak hanya melayani pelanggan di Depok, tempat tinggal dan usahanya, tetapi juga melebar hingga ke Bekasi, Bogor, hingga ke Cikampek. Bahkan, jaringannya sudah tersebar luas hingga ke Medan. "Jika ada orang meninggal yang mau dikirim lewat kargo bandara, saya juga sering membantu. Tapi soal biaya, saya serahkan semua ke keluarga yang meninggal."
Pak Iwan memang dikenal sebagai sosok yang sangat bersahabat serta mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Sebagai contoh, ia jarang sekali memaksakan besaran harga peti mati. Ia hanya menawarkan dari yang termurah hingga termahal. Semisal calon pembeli hanya mampu menyiapkan harga di bawah standar, ia tak segan-segan melepas peti mati dagangannya.
"Menjadi berkat bagi sesama itu sangat nikmat. Saya selalu berusaha melakukan hal terbaik bagi semua orang tanpa peduli apa agamanya atau asal-usulnya. Mari menikmati hidup ini dengan penuh berkat," begitu wejangan Pak Iwan.
Jadi, kalau ada yang percaya kepada mahluk halus? "Ah itu sih terserah mereka saja. Kalaupun ada kucing berisik saat ada orang baru meninggal, itu kebetulan saja. Kalau saya sendiri tidak percaya."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI