Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tapak Samar Penginjilan di Habinsaran, Tobasa

6 Oktober 2013   22:16 Diperbarui: 24 April 2019   00:16 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khusus di Parsoburan, barangkali salah satu cara yang bisa dijadikan sebagai titik terang ihwal penyebaran injil adalah dengan mencari tahu siapa saja sintua yang ditahbiskan kala itu. 

Konon, sintua pertama yang ditahbiskan di Parsoburan adalah Sintua Japet Pardosi. Ia lahir kira-kira tahun 1880. Tahun kelahiran Sintua Japet ini merupakan prediksi dengan asumsi ia menikah pada umur 19-20 tahun. Prediksi serupa juga dilekatkan pada anak pertama Sintua Japet yang bernama Levi Pardosi yang juga menyandang predikat Sintua. Dengan demikian, Sintua Levi dilahirkan kira-kira tahun 1900-an. 

Penafsiran tahun kelahiran Sintua Japet dan Sintua Levi juga dikaitkan dengan tahun kelahiran anak pertama Sintua Levi atau cucu Sintua Japet, pada 1919, yang bernama Alusan Pardosi, yang pada hidupnya juga menyandang gelar Sintua. 

Kala itu, tahun kelahiran seseorang sudah cukup banyak yang tercatat, atau paling tidak sudah lebih mudah diraba. Dengan demikian, Sintua Japet sangat mungkin ditahbiskan sekitar tahun 1900-1910, saat ia berumur 20 sampai 30 tahun. 

Analisis sejarah tersebut selaras dengan penempatan zendeling George Yung oleh Ephorus HKBP Nommensen pada 1890-an di Parsambilan. Jika dikaitkan dengan wilayah penyebaran zending setelah George Yung, pendeta yang menahbiskan sintua angkatan pertama di Parsoburan adalah Pendeta Josua Hutabarat. Sementara penahbisan sintua gelombang kedua dilakukan oleh Pendeta Benoni Simanjuntak. 

Lalu, bagaimana dengan rekam jejak penyebaran injil di kawasan lain Habinsaran? Untuk mengetahuinya, dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam dan menyeluruh. Alangkah baiknya apabila HKBP mulai mengumpulkan secuil demi secuil butiran sejarah yang masih bertebaran itu. 

Selain HKBP, gereja lain di Habinsaran tentu saja sangat penting untuk membuat buku sejarah penginjilannya. “JAS MERAH, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah,” pesan Soekarno dalam pidato terakhirnya sebagai Presiden, 17 Agustus 1966.

Note: Tata letak artikel ini diperbaiki kembali pada April 2019, juga mengganti foto sampul menjadi yang terbaru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun