Bayangkan jika Bupati, Wakil Bupati dan semua stafnya mengganti seragam safarinya yang "polos" sekarang dengan berbahan ulos yang indah dan mulai disukai orang-orang walau dalam jumlah terbatas. Daripada menggunakan jas yang mahal dan tidak bermuatan "kearifan lokal", alangkah banyak manfaatnya jika semua berame-rame menggunakan pakaian yang berbahan dasar ulos, warisan leluhur yang sarat makna filsafat budaya.
Termasuk di dalamnya adalah para pemimpin gereja yang banyak berkantor pusat di Tapanuli Utara dan sekitarnya. Mungkin karena mewarisi tradisi misionaris Eropa yang menjadikan jas sebagai bagian dari hidup kesehariannya, sepertinya sangat sulit bagi mereka yang adalah orang-orang lokal yang dilahirkan di Tapanuli Utara untuk menggantikannya dengan pakaian berbahan ulos yang dulu dipakai oleh orangtuanya dalam membesarkan mereka.
Dulu aku punya kerinduan untuk menyampaikan hal tersebut, namun tampaknya butuh waktu lebih lama lagi untuk membuat mereka - para pemimpin yang seharusnya lebih dekat secara emosional dengan budaya lokal - untuk beralih kepada pelestarian dan membesarkan warisan leluhur ini. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H