Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nasib Pancasila dalam Kurikulum Nasional

24 Juni 2021   11:45 Diperbarui: 28 Juni 2021   21:49 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dengan bermodalkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1978 yang menegaskan bahwa Pancasila dianggap sebagai sumber dari segala tertib hukum, dimana Orde Baru menafsirkan Pancasila menurut versinya, yakni asas tunggal, sehingga diluar dari penafsiran tersebut dianggap sebagai ancaman atau bahaya laten.

Pada kurikulum 1975, Pancasila versi Orde Baru melalui perangkat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau disebut Ekaprasetya Pancakarsa mulai diajarkan secara resmi di sekolah dengan nomenklatur Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan menjadi kurikulum pada tahun 1984. Tahun 1978, melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, P4 mendapat legitimasi untuk diajarkan pada jenjang sekolah, dimana sebelumnya hanya merupakan materi penataran wajib bagi PNS. Di  tahun 1979, melalui Keputusan Presiden No. 10 Tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) sebagai lembaga yang merumuskan materi P4, termasuk Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).

Di tahun 1994, PMP berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai implikasi dari undang-undang Sisdiknas yang baru, yaitu UU No. 2 Tahun 1989. PPKn dalam kurikulum 1994 dianggap sebagai perluasan kajian P4 melalui Kepmendikbud No. 060/U/1993 dan Kepmendikbud No. 061/U/1993.

Perubahan rejim politik dari otoritarianisme ke era reformasi turut mempengaruhi eksistensi P4 dan BP7, yang dimasa rejim Orde Baru dipergunakan sebagai perangkat tafsir rejim terhadap Pancasila hingga pada akhirnya P4 dicabut melalui Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998  dan BP7 dibubarkan melalui Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1999.

Nasib Pancasila

Lantas, bagaimana nasib Pancasila dalam kurikulum pasca Orde Baru? Setelah 23 tahun reformasi berjalan, harapan untuk merumuskan Pendidikan Pancasila dalam konsep yang murni (genuine) dengan tidak meniru atau mengadopsi pola Orde baru, masih dalam tataran wacana elite dan terdengar sayup-sayup.

Di akhir 2018 yang lalu, muncul wacana menghidupkan kembali pelajaran PMP. Persoalannya, PMP yang bagaimana, ini juga belum tuntas. Presiden Jokowi menyebutnya dengan istilah "PMP yang kekinian" (viva.co.id,  1/12/2018), dimana rencana penerapannya menurut Kemendikbud pada 2019 lalu.

Jika era pasca Orde Baru tidak ingin disebut sebagai era Pancasila-phobia, yaitu ketakutan terhadap Pancasila karena trauma masa lalu yang menjadikan Pancasila sebagai sumber sekaligus alat legitimasi kekuasaan, maka negara sebagai pihak yang paling berkepentingan terhadap tegaknya ideologi, sudah seharusnya mendudukkan Pendidikan Pancasila dalam ruang dan waktu yang tidak menariknya dari akar histori yang objektif (tercerabut dari akarnya). Dengan demikian, Pendidikan Pancasila sebagai kurikulum tidak dianggap rendah dan momok yang menakutkan bagi pelajar dan masyarakat awam sehingga ia dapat memperkuat eksistensi Pancasila itu sendiri. Bukan justu membuatnya sebagai mitos atau malah terjadi deideologisasi.

 *) Penulis adalah Mahasiswa konversi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Graha Kirana/Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

(dimuat di Koran Analisa edisi Selasa, 22 Juni 2021. Link e-paper: https://analisadaily.com/e-paper/2021-06-22/files/assets/basic-html/index.html#12)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun