Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nasib Pancasila dalam Kurikulum Nasional

24 Juni 2021   11:45 Diperbarui: 28 Juni 2021   21:49 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ganti Kurikulum

"Ganti menteri, ganti kurikulum," seolah menjadi adagium seringnya pergantian kurikulum di Indonesia jika menteri pendidikan berganti.  Ini dianggap semacam kebiasaan dalam perubahan sistem kurikulum nasional. 

Entah karena perubahan pola kebijakan kurikulum secara nasional, khususnya di bidang pendidikan Pancasila sehingga melihat Pancasila dianggap sebagai sebuah keharusan untuk mempelajarinya di setiap jenjang pendidikan ataukah terdapat kepentingan lain, misalnya kekuatan politik tertentu untuk menjadikan kurikulum Pancasila sebagai alat indoktrinasi untuk mempengaruhi kesadaran publik sebagai medium legitimasi rejim yang sedang berkuasa.

Terkait dengan hal ini, penting untuk melihat eksistensi pendidikan Pancasila dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai perangkat operasional dari Pasal 31 ayat (3) UUD 1945.

Pada BAB X tentang Kurikulum, Pasal 37 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak secara tegas mengatur kurikulum pendidikan Pancasila. 

Pada kedua pasal tersebut, hanya memuat frasa "pendidikan kewarganegaraan" bagi kurikulum wajib pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Ketidaktegasan dalam memuat pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib dalam UU Sisdiknas dapat berakibat pada tafsir yang berbeda dalam menyusun peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (asas lex superior derogat legi inferior). 

Hanya saja, di dalam bagian Penjelasan Pasal 37 ayat (1) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dan penjelasan tentang kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan ini masih meliputi satu aspek dari 5 (lima) sila yang terkandung di dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Aspek lainnya tidak secara eksplisit dikemukakan dalam penjelasa pasal tersebut, baik itu aspek Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, maupun Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kurikulum Pancasila

Sejak Indonesia merdeka, sudah 4 (empat) kali terjadi perubahan terhadap undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni: UU No. 4 Tahun 1950 jo. UU No. 12 Tahun 1954, UU No. 2 Tahun 1989, dan terakhir UU No. 20 Tahun 2003. Dan sejak dibentuknya undang-undang yang mengatur Sisdiknas, telah terjadi pergantian nomenklatur pembelajaran Pancasila atau Kewarganegaraan mulai dari tahun 1957 hingga kini dengan tafsir yang berbeda pula.

Dimulai pada tahun 1957, nomenklatur yang dipakai adalah Kewarganegaraan yang membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan. Di tahun 1961, nomenklatur tersebut berubah menjadi Civics dengan menekankan materi sejarah kebangkitan nasional, UUD 1945, dan pidato politik kenegaraan yang berkaitan dengan tema "Nation and Character Building".

Pada tahun 1962, Civics berganti menjadi Kewargaan Negara dan di tahun 1968 resmi ditetapkan sebagai kurikulum yang berisi materi penjabaran ideologi Pancasila, kajian tata negara, dan sejarah perjuangan bangsa. Pergantian rejim di tahun 1966, tafsir terhadap Pancasila oleh rejim Soeharto mengalami perubahan makna. Perubahan rejim tersebut membawa implikasi yang luar biasa terhadap sistem politik, tata hukum, hingga pengaturan kurikulum pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun