Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Menimbang Program Makan Siang Gratis untuk Pelajar

12 Desember 2023   14:20 Diperbarui: 13 Desember 2023   08:16 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi makan siang untuk pelajar (Dok. Shutterstock/Peaceloving Pax via KOMPAS.com)

Tumbuh kembang yang optimal pada anak mensyaratkan makanan yang bergizi, bukan sekedar asal makan. Pentingnya kecukupan gizi tampaknya cenderung terlepas dalam tawaran program ini. Setidaknya hal itu bisa dilihat dalam ilustrasi paparan program ini dalam dokumen visi misi paslon pengusul yang memperlihatkan sekelompok pelajar makan bersama dengan hidangan yang tampak kurang seimbang gizinya.

Program ini perlu mengacu pada pedoman “Isi piringku” dari Kemenkes dalam standarisasi kualitas makanan bagi siswa. Tanpa standarisasi kualitas yang baik dan prosedur yang akuntabel, pelaksanaan program berskala besar ini sangat berpeluang diselewengkan. Sehingga realisasinya makanan yang diperoleh anak-anak di sekolah menjadi kurang berkualitas.

Program minum susu mengabaikan realita bahwa lebih dari 70% orang Indonesia intoleran terhadap laktosa

Ras Asia dan Afrika cenderung memiliki Lactose Intolerant atau ketidakmampuan mencerna dan menyerap gizi dengan baik dari susu beserta produk turunannya seperti keju, yoghurt, dll.

Hal ini terjadi karena menurunnya enzim laktase yang dibutuhkan untuk mencerna susu seiring dengan bertambahnya umur. Di Indonesia, prevalensi intoleransi laktosa pada anak usia 3‒5 tahun sebesar 21,3%, usia 6‒11 tahun sebesar 57,8%, dan pada anak 12‒14 tahun sebesar 73%.

Meskipun jarang bersifat fatal, gejala intoleransi laktosa yang muncul setelah mengkonsumsi susu seperti: mual, pusing, perut tidak nyaman maupun diare, menunjukkan bahwa program minum susu cenderung kurang efektif di Indonesia. Apalagi bila diberikan selama jam sekolah maka justru akan mengganggu proses belajar. 

Terkait dengan hal itu, sejak beberapa tahun terakhir, Kementrian Kesehatan telah beralih dari acuan makan sehat yang sebelumnya dikenal sebagai “Empat Sehat Lima Sempurna” di mana susu termasuk sebagai salah satu komposisinya.

Kemenkes kemudian memperkenalkan konsep “Isi Piringku” yang sebagai acuan makan sehat, di mana susu tidak lagi menjadi standar acuan sebagai sumber protein dan kalsium.

Kandungan gula yang tinggi pada susu kemasan di Indonesia

Tingginya kandungan glukosa pada susu dalam kemasan – baik susu formula, susu UHT dan bahkan susu kental manis - sebenarnya sudah lama menjadi kegalauan tersendiri bagi ibu-ibu di Indonesia. Di balik kepraktisan yang dijual oleh susu dalam kemasan sebenarnya terdapat glukosa tinggi yang patut diwaspadai bisa berdampak buruk pada kesehatan anak. 

Merujuk pada panduan WHO, total konsumsi harian glukosa dianjurkan tidak lebih dari 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari, dan separuhnya untuk anak di bawah usia 2 tahun. Mengkonsumsi glukosa lebih dari jumlah anjuran tersebut beresiko kesehatan seperti terjadinya diabetes dan obesitas.

Kandungan glukosa dalam susu UHT tawar (plain) berkisar di angka 8 gram dan 19 gram pada susu UHT varian rasa strawberry. Itu artinya, ketika anak minum sebungkus susu UHT rasa strawberry maka 38% kebutuhan gula harian sudah terpenuhi. Padahal anak masih mengkonsumsi nasi maupun makanan ringan lainnya.

Program makan siang untuk anak berpotensi melemahkan program layanan dasar lain yang tak kalah penting dan relevan

Anggaran makan siang gratis untuk siswa diperkirakan mencapai Rp. 400 triliun. Menurut Prabowo, anggaran tersebut akan bersumber dari refocusing APBN, yaitu pengalihan anggaran program pendidikan sebesar Rp. 600 triliun dan program perlindungan sosial sebesar Rp. 500 triliun. Itu artinya, untuk pelaksanaan program ini maka perlu pengurangan alokasi anggaran pendidikan dan anggaran perlindungan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun