Perkembangan teknologi yang begitu canggih, telah masuk di era yang dinamakan Industri 4.0. Era dimana orang-orang dituntut untuk masuk ke dunia yang serba digital. Salah satu hasil perkembangan industri 4.0 adalah pesatnya perkembangan media sosial untuk menunjukkan eksistensi diri.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat ini, ibaratkan dua sisi mata uang, bisa menguntungkan dan juga bisa merugikan. Salah satu dampak merugikan-nya adalah mudah untuk mengakses pornografi. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, Â bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi/ pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (UU No. 4 Tahun 2008).
Teknologi seperti hal nya smartphone, sudah begitu akrabnya dengan diri seseorang. Bahkan, di saat bangun tidur, tidak sedikit orang yang langsung membuka smartphone-nya. Akses informasi yang mudah melalui jaringan internet memudahkan juga untuk membuka konten yang berbau pornografi.
Pengakses Pornografi di Indonesia
Di Indonesia, pornografi sangat mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak menegaskan bahwa Indonesia adalah negara pembuat dan pengguna situs porno terbesar ketiga di dunia. Sejak tahun 2005, Indonesia dalam 10 negara yang paling banyak mengakses konten pornografi.
Hasil statistik dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan bahwa terdapat 68 juta permintaan materi pornografi melalui internet. Dari data tersebut, penduduk yang masuk dalam masa puber (awal masa remaja), merupakan persentase terbesar pengakses konten pornografi. Rasa ingin tahu yang berlebih, merupakan alasan utama untuk melihat konten tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyatno, bahwa 96% siswa Sekolah Menengah pernah menonton film porno. Komisi Nasional Perlindungan Anak menjelaskan juga bahwa pada tahun 2010 terdapat 97% remaja pernah mengakses pornografi.
Perkembangan Alam Bawah Sadar
Dalam teori Psikoanalisis Sigmund Freud, terdapat penjelasan mengenai perkembangan kepribadian. Dalam perkembangannya, terdapat istilah yang dinamakan masa laten, yang biasa kita kenal masa puber atau awal masa remaja. Masa laten ini lah akal seseorang sudah mulai berfungsi. Seseorang akan mengenal lawan jenisnya pada masa laten ini. Di masa laten ini, seseorang hanya mengikuti apa yang dilihatnya, sehingga peran orang tua untuk mengarahkan begitu sangat penting.
Setiap sesuatu yang dilihat dan dilakukan seseorang, akan masuk ke dalam memori-nya. Baik atau pun buruk hal yang dilakukan seseorang, akan masuk jauh ke dalam alam bawah sadar. Freud menjelaskan bahwa sesuatu yang kita lihat dan tidak ingin kita keluarkan, akan tertekan dan masuk ke alam bawah sadar. Sesuatu yang masuk ke alam bawah sadar ini akan keluar dengan cara keceplosan pada saat berbicara, keluar dalam alam mimpi, dan tanpa kita sadari akan mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Â Dampak lebih buruknya lagi, fokus dan konsentrasi seakan buyar.
Sederhananya konteks alam bawah sadar ini bisa di ibaratkan dalam suatu kelas belajar. Saat konteks belajar-mengajar, terdapat anak yang nakal. Lalu guru tersebut mengeluarkan anak itu dari kelasnya. Namun anak itu merengek dan menggedor pintu kelas, agar diizinkan masuk lagi. Proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, sebab seluruh orang yang didalam kelas akan terpecah fokus-nya karena kelakuan anak yang di keluarkan tadi.
Bila konteks anak nakal tersebut adalah konten pornografi yang diakses, maka akan terbayang lah dampaknya. Semakin seseorang berusaha mengeluarkannya dari alam bawah sadar, semakin terpecah fokus dan konsentrasi dalam ber-aktivitas. Namun, bila tetap di konsumsi akan mempengaruhi dan membentuk karakter buruk seseorang.
Peran Orang Tua
Dampak negatif dari pornografi begitu banyak. Hubungan suami-istri diluar hukum agama dan negara bisa saja terjadi, dan juga bisa berakibat pada pemerkosaan. Komisi Nasional Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pada tahun 2010, sebanyak 62,7% remaja pernah melakukan hubungan suami-istri, dan 21% remaja Indonesia telah melakukan aborsi.
Kebanyakan seseorang mengakses konten pornografi melalui berbagai media seperti smartphone, DVD, majalah dan media lainnya yang sangat mudah diakses oleh semua kalangan. Semakin besar rasa penasaran, semakin kuat hasrat untuk memenuhinya. Peran agama dan negara yang sudah baik, belum sepenuhnya cukup untuk membendung hasrat tersebut, sehingga peran orang tua dan lingkungan menjadi penentu dalam perkembangan pada masa remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H