Sederhananya konteks alam bawah sadar ini bisa di ibaratkan dalam suatu kelas belajar. Saat konteks belajar-mengajar, terdapat anak yang nakal. Lalu guru tersebut mengeluarkan anak itu dari kelasnya. Namun anak itu merengek dan menggedor pintu kelas, agar diizinkan masuk lagi. Proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, sebab seluruh orang yang didalam kelas akan terpecah fokus-nya karena kelakuan anak yang di keluarkan tadi.
Bila konteks anak nakal tersebut adalah konten pornografi yang diakses, maka akan terbayang lah dampaknya. Semakin seseorang berusaha mengeluarkannya dari alam bawah sadar, semakin terpecah fokus dan konsentrasi dalam ber-aktivitas. Namun, bila tetap di konsumsi akan mempengaruhi dan membentuk karakter buruk seseorang.
Peran Orang Tua
Dampak negatif dari pornografi begitu banyak. Hubungan suami-istri diluar hukum agama dan negara bisa saja terjadi, dan juga bisa berakibat pada pemerkosaan. Komisi Nasional Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pada tahun 2010, sebanyak 62,7% remaja pernah melakukan hubungan suami-istri, dan 21% remaja Indonesia telah melakukan aborsi.
Kebanyakan seseorang mengakses konten pornografi melalui berbagai media seperti smartphone, DVD, majalah dan media lainnya yang sangat mudah diakses oleh semua kalangan. Semakin besar rasa penasaran, semakin kuat hasrat untuk memenuhinya. Peran agama dan negara yang sudah baik, belum sepenuhnya cukup untuk membendung hasrat tersebut, sehingga peran orang tua dan lingkungan menjadi penentu dalam perkembangan pada masa remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H