Mohon tunggu...
Paradha Wihandi Simarmata
Paradha Wihandi Simarmata Mohon Tunggu... Lainnya - Orang yang masih sangat bodoh..

Ja Sagen!!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Renungan atas Ketiadaan Yuyun

8 Oktober 2019   10:16 Diperbarui: 8 Oktober 2019   10:42 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerkosaan adalah hal yang sangat hina dan juga sangat tidak alami. Bila dipandang dengan kacamata biologis, selayaknya pelaku menyewa seorang pelacur daripada memperkosa, sehingga tidak ada alasan lagi bila pemerkosa diberikan kemudahan hukum. Namun, apa yang menggerakkan pelaku sehingga alam bawah sadarnya bertindak untuk memperkosa seseorang? Apakah rasa eksistensi bahwa mereka seorang lelaki perkasa bisa juga menjadi alasan?

Psikoanalisis Sigmen Freud menjelaskan bahwa "semua kejadian yang kita hindari untuk mengingatnya, tidak akan keluar dalam pikiran kita. Sekalipun kita berusaha keras, dia akan terbenam dalam alam bawah sadar kita dan tanpa kita sadari itulah yang akan menyetir kita". Bila merujuk argumen dari Freud tersebut, banyak sekali hal yang mempengaruhi alam bawah sadar. Suguhan dari lingkungan, televisi dan juga perangkat elektronik ini memudahkan masuknya gambaran negatif yang terekam dalam memori bawah sadar.

Zaman penuh informasi saat ini sangat merepotkan dalam memilih kebeneran. Informasi yang dulunya sangat kering, kini menjadi banjir informasi. Susunan kalimat yang dibaca, gambar yang dilihat dan video yang direkam, tanpa sadar banyak mempengaruhi cara bertindak dan berfikir. 

Tontonan yang tidak layak diberikan pada mereka yang belum cukup umur, begitu mudahnya di akses hanya dalam satu klik-an. Pelajaran-pelajaran sekolah yang sangat melangit sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dikabarkan, mereka yang memperkosa anak yang tak bersalah itu sedang mabuk berat. Minuman yang menghilangkan kesadaran penuh mereka, membuat mereka bertindak keji seperti itu. 

Dengan rentetan aktivitas yang disuguhkan diatas, sangat mungkin mereka melakukannya saat mereka sadar, apalagi saat mereka sedang mabuk berat. Maka kata khilaf tidak bisa menjadi alasan mereka berbuat demikian, karena rentetan perbuatan tersebut telah mereka bangun dari awal.

Bila berangkat dari eksistensial. Eksistensi seorang pemerkosa ialah eksistensi predator. Rasa ingin menunjukan dominasi bahwa dirinya "ada", sangat lah besar. Predator selalu bergerak memburu mangsanya untuk memuaskan hasrat biologisnya. 

Tidak peduli rasa kemanusian, dia akan memburu seganas mungkin. Framing pemuda desa, yang di cap hanya seorang petani dan tidak bisa berbuat apa-apa dalam kehidupan memaksa mereka ingin menunjukkan dirinya. 

Terlepas baik atau tidaknya perbuatan mereka, tidak mampu mereka pikirkan secara jernih. Seandainya mereka berpikir bahwa banyak pemuda dari desa yang menjadi "founding father" bangsa ini.

Kebiri Kimia

Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perppu tersebut disahkan oleh DPR menjadi UU pada Oktober 2016 silam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun