Seorang manusia mukmin, apabila mendapat musibah serupa berkurangnya harta, kegagalan dalam pekerjaan, ketidak lancaran dalam perdagangan dan segala yang berjudul masalah selain masalah dengan sesamanya, ia mudah sekali menerima dan mengembalikan urusan tersebut pada Allah yang diakuinya sebagai takdir.
Namun tidak demikian apabila masalah atau musibah tersebut berkaitan terhadap sesamanya, misal pertengkaran, kesalahpahaman, perilaku sahabat, pasangan, orang tua, mertua, anak, dan segala yang berjudul masalah dengan sesama manusia, ia seringkali dan hampir selalu sulit sekali menerima dan mengembalikan urusan tersebut atau mengakui sebagai hal yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah. Seakan-akan manusia harus berhasil semudah membalik telapak tangan seperti yang diinginkan oleh orang yang menuntutnya.Bukankah ia juga tidak tahu apakah orang yang dinilainya buruk itu telah sedemikian rupa berusaha keras untuk melawan keburukannya?
Sebagai seorang mukmin seharusnya meyakini tak sepersen pun kejadian yang ada di seemesta ini yang terjadi tanpa seijin Allah. Sungguh, inilah ujian terberat bagi seorang mukmin.
Menurut para ulama derajat pahala perbuatan manusia dibagi dalam tiga tingkat :
1. derajat pahala terendah adalah taat pada perintah Allah2.derajat menengah adalah menjauhi larangan Allah
3.derajat tertinggi adalah ikhlas menerima hal-hal yang tidak menyenangkan baginya, yaitu musibah. Dan musibah terberat adalah musibah di antara sesama manusia.
Manusia mukmin bisa berbuat baik dengan mudah atau menjauhi laranganNya dalam kondisi lapang,sehat, dan tenteram. Tidak demikian apabila ia disertai dalam kondisi yang sebaliknya.
Apabila syariat telah dilakukan dengan berbagai cara, seakan tak bergeming, tak ada perubahan, di sinilah hendaknya manusia kembalikan pada hakekatnya, kembalikan dan bertwakkal sepenuhnya pada Allah, Robbul Asbab.Pada saat seperti inilah, seorang mukmin yang merasa bahwa dia telah berusaha dengan sebaik-baiknya, ia merasa belum juga ada kekuatan untuk merubah keburukannya, ia boleh berdoa : "Ya Allah sekiranya yang terbaik bagiku adalah MATI, matikanlah aku, Tidak ada yang lebih kuharapkan di atas segalanya kecuali RIDHAMU."
Demikianlah, sesungguhnya seorang mukmin tak berhak menilai atau pun menghakimi sesamanya, karena segalanya ada dalam rahasia Allah.
Saya punya banyak pelajaran kejadian dalam perjalanan hidup saya.Saya seringkali membenci seseorang karena perbuatannya yang menurut saya menyebalkan dan menyusahkan amat sangat, sampai saya tak tahan. Kesalahan fatal saya, saya menyelesaikannya dengan cara yang tidak benar. Dan tentu saja hasilnya bukannya masalah itu selesai tapi tambah runyam saja, dunia seakan begitu sempit bagi saya, dan tak henti-henti saya berdoa minta mati bila itu yang terbaik. Dan, sampai sekarang saya masih diberi nyawa oleh Allah, . Tapi sungguh saya sekarang amat berterima kasih atas segala perilaku tidak baik yang ditujukan terhadap saya yang justru mendewasakan saya dalam perjalanan hidup saya ke depan. Ternyata, hal-hal buruk yang dalam pikiran saya tak mungkin saya lakukan bahkan tersirat saja tidak, ternyata saya bisa lakukan. Sungguh tanpa pertolonganNya tak ada setietik kebaikan pun yang bisa saya lakukan .
Saya yakin do'a para pendahulu saya untuk anak cucunya termasuk saya insya Allah tidak akan sia-sia.
Apa yang tidak saya sukai, mungkin di sisi Allah baik bagi saya, dan apa yang saya sukai, mungkin di sisi Allah justru tidak baik bagi saya. Allah maha mengetahui, sedang saya tidak mengetahui.
JIKA MATI ADALAH TERBAIK, BIARLAH SAYA MATI.
***mohon maaf segala salah dan khilaf.
kupersembahkan buat orang2 tercinta yang tersakiti oleh saya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H