Mohon tunggu...
Paoezan Sept.
Paoezan Sept. Mohon Tunggu... Petani - petani

Suka duduk, tapi lebih senang berjalan. Aku bilang untuk menghilangkan Jenuh...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Ibu

20 Desember 2015   23:48 Diperbarui: 20 Desember 2015   23:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Bu, setiap kasih yang engkau curahkan adalah oase di tengah kegersangan. Pengorbanan yang engkau berikan adalah kesetiaan tanpa imbalan. Wajah dengan sejuta senyuman adalah pelajaran tentang sebuah ketulusan, arti tentang keikhlasan, tanda bagi sebuah syukur dan ketabahan. Semua itu, kini bergumpal menyesakkan dalam diri anakmu. Sesak akan kerinduan yang mendalam. Kerinduan yang tak terperikan. Kerinduan akan pertemuan. Kerinduan sebuah dekapan, pelukan, hangat kasih sayang. Aku rindu. Ibu.

 

Bu, aku tak ingin Ibu menangis. Aku tak ingin Ibu susah lagi. Aku tak ingin Ibu lebih banyak menderita. Biarlah anakmu berjalan dengan kakinya. Kelak ia akan menyusur kembali jalan ke rumah. Jalan menuju tempat ia bermula. Tempat ia pertama mendapatkan air susunya. Tempat ia dulu bermanja. Tempat ia menumpahkan airmatanya. Tempat itu adalah pangkuanmu. Pangkuan Ibu. Ya, pangkuanmu. Ibu.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun