Mohon tunggu...
Andre Panzer
Andre Panzer Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis lepas, buruh tapi bukan budak

Saya ingin mendidik ulang bangsa ini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Terawan dan Putin

1 April 2022   14:41 Diperbarui: 1 April 2022   14:57 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum berangkat lebih jauh, saya perlu menjelaskan posisi saya terhadap dua orang; yang seorang baru dipecat untuk kedua kalinya, dan yang seorang lagi berusaha memecat negara tetangganya dari muka bumi.

Mengenai Terawan, menurut saya sudah seharusnya ia bertanggung jawab atas kekacauan penanganan pandemi Covid-19 yang terjadi selama ia menjabat sebagai menteri kesehatan. Kebetulan dalam keluarga besar saya ada beberapa dokter (antara lain patologi, fisiologi dan jantung) dan semua sepakat bahwa penggunaan DSA untuk terapi cuci pembuluh darah otak maupun "vaksin" Nusantara tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan ilmiah.

Kemudian Vladimir Putin. Prinsip saya jelas, invasi militer Rusia atas Ukraina, apapun alasan yang ia karang, adalah ilegal dan tidak berperikemanusiaan. Tidak perlu membandingkan dengan invasi negara lain (AS, Israel atau bahkan Uni Soviet ke Afghanistan) di masa lalu, mencari alasan Ukraina atau Presiden Volodymyr Zelenskiy mau begini atau begitu, atau Indonesia harusnya netral supaya tidak mengekor Barat, atau apalah.

Saya tidak akan membahas teknis penanganan pandemi Terawan atau praktek perdukunannya yang berkedok medis itu. Saya juga tidak akan membahas bejatnya narasi perang Putin (dan Kremlin secara umum) atau kacaunya militer Rusia di Ukraina. Sudah banyak pakar yang membahas keduanya. Yang menjadi fokus kegelisahan saya yang saya tuangkan di sini adalah mengapa masyarakat awam di Indonesia bisa cinta buta pada mereka.

Mungkin yang pertama terlihat jelas adalah, keduanya dianggap mewakili (=memimpin?) perlawanan terhadap hegemoni penindas. Yang satunya melawan IDI dan BPOM yang "dibekingi raksasa farmasi" yang ingin mencegah inovasi medis bagi rakyat jelata demi meraup keuntungan; yang satu lagi melawan AS, NATO dan negara-negara Barat yang menindas negara-negara lemah yang tidak seagama atau sewarna kulitnya untuk mengeruk sumber daya alam mereka.

Sejujurnya bangsa kita tidak pernah lepas dari narasi-narasi demikian sejak merdeka. Kita tidak pernah sembuh dari perasaan minder (inferiority complex) sehingga terus-menerus membutuhkan "musuh" untuk dikalahkan (atau pembanding yang lebih buruk untuk di-bully). Dan celakanya para pemimpin kita terus-menerus mencekoki rakyat dengan melanggengkan candu pikiran yang membodohkan ini demi mendulang dukungan politik.

Tapi anggaplah IDI dan BPOM juga tidak bersih. Saya tidak perlu membantah hegemoni dan diskriminasi yang dilakukan negara-negara Barat. Tetapi apakah hal itu bisa membenarkan apapun yang dilakukan Terawan atau Putin? Sayangnya, narasi perlawanan berbasis rasa minder ini mengharuskan para penganutnya untuk menjawab "ya".

Dengan demikian kita bisa mempertanyakan alasan yang kedua: Kalau memang mereka selalu benar, apakah keduanya benar-benar berjasa bagi bangsa Indonesia sehingga layak dibela?

Sekali lagi, bagi para awam ini tentu saja jawabannya ya. Terawan adalah wujud sempurna "putra terbaik bangsa": perwira tinggi TNI, "penemu jenius" yang ciptaannya dapat menyembuhkan penyakit mematikan, yang "diakui dunia internasional" dan yang akan "memberantas mafia obat".

Berjasa bukan? Sementara Putin dibela lebih karena alasan historis Rusia (Uni Soviet): bangsa Indonesia memposisikan diri sebagai "negara-negara lemah yang tidak seagama atau sewarna kulitnya" bekas jajahan negara Barat, setara dengan Palestina dan negara Asia-Afrika lainnya; sehingga menjadi objek yang perlu (dan pernah) dibela Rusia/Uni Soviet: satu-satunya "juru selamat berkulit putih" yang layak dicintai.

Tetapi apakah benar demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun