***
Teman saya yang mengunggah karikatur tersebut di Facebook memberi komentar dengan paralel yang menarik: uang. Ia dengan jeli melihat bahwa banyak orang tua yang bersikap demikian karena merasa sudah membayar mahal untuk sekolah anaknya, jadi seharusnya anaknya dapat nilai bagus dan tidak disakiti.
Saya langsung menangkap esensinya: orang tua menganggap anak sebagai aset, sementara pendidikan adalah investasi, dan karenanya sekolah adalah pialang saham atau broker.
Anda mungkin tahu betapa stres kehidupan seorang broker. Kalau saham lagi turun, ia bisa saja mendengar isi kebun binatang lepas dari mulut si klien. (Apalagi jaman sebelum online trading.) Senada dengan itu, para orang tua psycho ini juga akan membentak guru dan sekolah kalau nilai anaknya turun. Mengapa? Karena mereka takut investasi mereka gagal, apalagi kalau bodong.
Yah, begitulah potret buram pendidikan kita. Ternyata bukan hanya pendidikan yang harus direformasi. Cara orang tua mendidik anak pun harus direformasi, atau mungkin direstorasi ke jaman orang tua kita. Memang tidak usahlah kalau sampai mencambuk anak dengan rotan atau ikat pinggang, tetapi harus ada tindakan disipliner yang tegas dan membuat anak bertanggung jawab.
Tetapi yang paling penting adalah merevolusi pola pikir orang tua modern: mereka harus berhenti memandang anak dari sudut pandang material, apalagi uang! Mereka harus mendidik anak untuk mandiri dan bertanggung jawab, bukan balik modal ke orang tuanya.
Dan yang tidak kalah penting, berhentilah menganggap pendidikan sebagai kebanggaan atau prestise. Saya tahu, ini penyakit kronis orang Timur (yang bangga dengan nilai sekolah yang tinggi dan juara olimpiade sains internasional, padahal nihil hadiah Nobel). Hentikan kebiasaan mengunggah nilai anak ke media sosial. Anda ingin bullying dihilangkan di sekolah, padahal anda mem-bully anak-anak dari orang tua lain yang tidak sehebat anak anda.
Percuma membanggakan pendidikan jika hanya sebagai prestise. Ketika kita melihat orang tidak sekolah menjadi milyarder, kita balik menghina pendidikan formal. Nampak jelas bahwa orang-orang yang bersikap demikian sebenarnya tidak suka belajar atau dididik. Karena bagi mereka pendidikan hanyalah batu loncatan untuk menuju kebanggaan, bahkan lebih parah, kebanggaan keluarga. Kalau bisa kaya dan bikin orang tua bangga tanpa sekolah, buat apa pendidikan?
Kahlil Gibran bersabda, anak itu bagaikan anak panah yang ditembakkan dari busur orang tuanya. Mereka akan melesat jauh menuju sasaran, yaitu cita-citanya. Kalau anda mengharapkan mereka balik modal, jangan kaget kalau mereka tidak menjadi anak panah, tetapi bumerang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H