Mohon tunggu...
Andre Panzer
Andre Panzer Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis lepas, buruh tapi bukan budak

Saya ingin mendidik ulang bangsa ini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Trump dan Calon Pemimpin Kita

11 April 2016   13:50 Diperbarui: 11 April 2016   14:10 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu hari saya iseng membaca sebuah artikel online dari majalah Kristen di AS, Christianity Today. Artikel tersebut berbicara tentang Donald Trump yang tengah mencalonkan diri sebagai kandidat presiden AS dari Partai Republik.

Penulis artikel tersebut mengamati bagaimana Trump mendapat dukungan dari kalangan Kristen Injili (evangelical) kulit putih garis keras. Menurutnya, dukungan tersebut tidak menunjukkan ‘keberhasilan’ Trump dalam menarik simpati kaum konservatif Kristen. Justru sebaliknya: hal itu menunjukkan betapa kalangan tersebut telah digerogoti sekulerisasi dari dalam.

Mereka sesungguhnya tidak paham doktrin Kristen secara mendalam, termakan konsumerisme, sok paling bermoral dan menjunjung tinggi ‘nilai-nilai keluarga’ (asal tidak menyinggung kerusakan keluarga mereka sendiri). Mereka sekedar menginginkan “pemimpin yang kuat” untuk merebut kembali kemenangan dalam ‘perang budaya’ yang selama ini diraih kelompok liberal, pejuang hak LGBT, pro-choice (pendukung hak aborsi), kaum kulit berwarna, imigran dan umat lintas agama.

Ketika penulis mengatakan bahwa Trump sendiri adalah seseorang yang cacat moral, mau tidak mau saya teringat dalam pilpres terakhir di negeri ini, kalangan Islam garis keras juga mendukung seorang calon presiden yang seharusnya membuat Muslim ‘sejati’ – maksudnya yang menggembar-gemborkan Islam yang kaffah, syariah dan khilafah – merasa muak: Prabowo Subianto.

Mengapa demikian? Mari kita membuat beberapa perbandingan.

Donald Trump, seperti kita ketahui, mempunyai industri perjudian dan hiburan malam, termasuk yang menyajikan striptease. Bahkan di masa lalu ia menyokong industri aborsi, sesuatu yang sangat memuakkan bagi orang Kristen konservatif. Ia juga tukang kawin cerai dan tidak jelas keanggotaan gerejanya. Ia jelas-jelas mengacak-acak pesan kasih, moral dan pelayanan Yesus Kristus dengan mendukung perang, penyiksaan dan diskriminasi rasial, bahkan menggeser fokus dari Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja kepada dirinya sendiri.

Prabowo? Satu-satunya di antara anak dan menantu Suharto yang menjadi tentara. ABRI di masa Orde Baru dianggap sebagai musuh Islam karena berperan aktif menciutkan partai-partai Islam menjadi tinggal satu. Sampa sekarang umat Islam konservatif tidak memaafkan peristiwa Tanjung Priok. Prabowo bahkan berasal dari keluarga yang didominasi orang Kristen. Ia bercerai dengan istrinya (yang tidak berhijab). Puteranya bukan hanya tinggal di Perancis yang notabene ‘kafir’, tetapi juga dicurigai homoseksual.*

Lalu apa yang menyebabkan kaum konservatif agama di kedua negara ini mendukung calon yang ‘cacat moral’? Jawabannya hanya satu: lawan yang dihadapinya.

Partai Demokrat AS identik dengan kelompok-kelompok yang sudah saya sebutkan tadi: liberal, LGBT, pro-choice, multietnis dan lintas agama. Beberapa program Partai Demokrat seperti tunjangan kesehatan untuk semua orang dan pajak korporasi yang tinggi dianggap sebagai representasi sosialisme (komunis). Kebijakan luar negerinya juga dianggap lembek (menarik pasukan dari Irak, berdamai dengan Kuba, mengurangi sanksi Iran, dan lain-lain).

Jokowi? Ia menggandeng seorang Kristen Tionghoa saat menjadi gubernur DKI Jakarta. Banyak orang Kristen dan umat minoritas lain yang mendukungnya. Ia kader PDI-P yang merupakan musuh alami partai-partai Islam. PDI-P dianggap sarangnya orang Kristen, liberal dan keturunan PKI (sebuah label yang disematkan Orde Baru yang musuh Islam itu). Selain itu Jokowi yang ‘orang biasa’ dianggap membahayakan citra Indonesia sebagai negara Muslim terbesar yang ‘ditakuti’.

Jika sang penulis artikel juga mengecam kaum konservatif Injili yang mendukung Trump karena juga mengalami sekulerisasi dan kemerosotan moral (ingat, Christianity Today adalah media Kristen mainstream), tak jauh beda dengan kaum Islam konservatif di negeri ini. Petinggi partai mereka terjerat kasus korupsi. Ada juga yang terlibat skandal seks, kawin cerai atau poligami dengan gadis remaja. Mereka juga disokong oleh kelompok-kelompok ekstrem yang melakukan kekerasan atas nama agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun