Mohon tunggu...
Panji Septo Raharjo
Panji Septo Raharjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya sangat menyukai dinamika politik di tanah air. Tidak hanya seru, politik di Indonesia sangat hidup dengan berbagai kelakar dan cerita-cerita lucu yang menyertainya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres Diduga Diisi Kecurangan, Suara Kita Dikorbankan

19 Februari 2024   22:12 Diperbarui: 20 Februari 2024   00:20 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah polarisasi akan terjadi usai presiden terpilih muncul? Beberapa di antara pendukung itu meluapkan emosi sambil memberi kata-kata yang cukup menyeramkan untuk dibaca di kolom komentar.

Sayangnya, hati yang terluka hanya bisa merenung dan menangisi kekalahan sambil sumpah serapah. Kejadian-kejadian itu telah menguras energi dan semangat kebersamaan masyarakat di dalam negeri. Tak sedikit pula pemaksaan pikiran dan penghakiman yang dicurahkan para pendukung loyal, miris sekali.

Padahal, mereka telah bersama-sama merayakan pesta demokrasi lima tahun sekali. Inikah yang kalian inginkan? Apa sih untungnya bagi mereka? Hal itu sering kali kupertanyakan usai melakukan pencoblosan di bilik suara.

Mereka yang merasa dicurangi tetap bertahan sejak pagi hingga malam hari meski jari jemari dan isi kepalanya kusut karena terlalu sering tergiring opini. Gosip-gosip soal kecurangan seakan menuangkan bensin ke dalam bara api. 

Berbagai cacian dan makian memenuhi semua platform. Kata-kata tak pantas itu telah membanjiri sosial media setidaknya sejak tiga bulan terakhir hingga pemungutan suara berakhir. Seolah-olah dunia telah berakhir, kuharap konstituen kini mulai melipir.

Namun, menyakiti para pendukung dan sang pemenang sepertinya akan menjadi alasan untuk tetap berselancar di sosial media. Sedihnya, kata-kata sadis itu tak hanya berakhir di dunia maya, namun telah menggurita di dunia nyata. 

Beberapa orang mengalami sindiran keras dari tetangganya hanya karena mendukung tokoh yang berbeda. Tak sedikit pula orang tua yang memaksakan anaknya untuk memilih calon presiden tertentu agar idolanya bisa menang dan mendapat kekuasaan. 

Padahal, satu suara itu tak akan berpengaruh besar dalam keharmonisan rumah tangga. Ada pula ibu mertua yang mengusir menantunya karena beda pilihan. Lucunya, sang menantu hanya bisa tertawa diteriaki ibu-ibu yang gusar. 

Kira-kira, bagaimana nasibnya jika negeri fantasi yang dipimpin jagoannya tak sesuai harapan? Keinginan saling menghancurkan seakan-akan jadi hal utama. Menghakimi pilihan yang tak sama seperti mengkhianati sila ketiga. 

Rasa ingin menceramahi dan mempersuasi pendukung lawan dengan argumentasi sepertinya akan menjadi tren mulai sekarang. Sebagian orang yang tidak terlalu baper dengan calon yang difavoritkan karena merasa tanah air tidak akan berubah signifikan. 

Toh, para kontestan tidak akan merasa kesulitan dalam hal finansial. Tidak seperti kita yang harus menguras keringat demi jumlah uang di rekening meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun