Mohon tunggu...
Panji Ansari
Panji Ansari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-2 Pendidikan Kader Ulama Universitas PTIQ Jakarta

Panji Ansari, S.Ag. adalah seorang mahasiswa di Program Pendidikan Kader Ulama di Universitas PTIQ Jakarta. Sebagai seorang penulis, pembicara, dan konten kreator, Panji memiliki dedikasi tinggi dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat di bidang studi Islam, ia aktif berkontribusi dalam berbagai kegiatan akademis dan keagamaan. Panji terkenal karena kemampuannya menyampaikan materi dengan cara yang menarik dan mudah dipahami, baik melalui tulisan, ceramah, maupun konten digital.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dialektika Aliran Murjiah: Tinjauan Sejarah, Ajaran, dan Relevansinya dalam Teologi Islam

28 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 28 Juli 2024   17:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dialektika sejarah pemikiran Islam, memunculkan berbagai aliran teologi yang menawarkan interpretasi dan pemahaman yang beragam tentang ajaran agama. Salah satu aliran yang memiliki pengaruh signifikan adalah Murjiah. Murjiah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada masa-masa awal perkembangan pemikiran Islam, tepatnya pada abad pertama Hijriah. Kemunculan aliran ini tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, politik, dan teologis yang kompleks pada masa tersebut (Nasution, 2002: 20-21). 

Aliran ini memiliki pandangan "unik" tentang hubungan antara iman, amal, dan status keimanan seseorang. Artikel ini akan mengeksplorasi sejarah, ajaran utama, dan relevansi Murjiah dalam konteks teologi Islam, serta menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an yang sering dikaitkan dengan pemikiran mereka.

Definisi dan Latar Belakang Munculnya Murjiah

Kata Murjiah berasal dari bahasa Arab irja' yang memiliki beberapa makna, di antaranya "menunda", "menangguhkan", atau "memberi harapan" (Nasution, 2002: 22). Dalam konteks teologi, Murjiah dikenal sebagai kelompok yang menunda penilaian tentang status keimanan seseorang hingga hari akhir, memberikan harapan akan pengampunan Allah bagi para pelaku dosa besar (Watt, 1985: 32-33}.

Kemunculan Murjiah erat kaitannya dengan situasi sosial-politik yang bergejolak pada abad pertama Hijriah. Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., umat Islam menghadapi berbagai konflik internal, terutama yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan dan politik (Amin, 1975: 275-278). 

Puncaknya adalah terjadinya fitnah besar (al-fitnah al-kubra) yang melibatkan pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan (Al-Shahrastani, 1993: 137-138). Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, muncul kelompok-kelompok yang mengambil sikap ekstrem dalam menilai pihak-pihak yang bertikai. Khawarij, misalnya, menganggap kedua belah pihak telah kafir. Di sisi lain, Murjiah muncul sebagai kelompok yang mengambil sikap moderat dan menahan diri dari menghakimi status keimanan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut (Izutsu, 2006: 83-84).

Beberapa tokoh Murjiah yang dikenal dalam sejarah Islam seperti; Ghaylan al-Dimashqi (w. 743 M), Jahm bin Safwan (w. 745 M), Muqatil bin Sulayman (w. 767 M), Dharr bin Abdullah al-Hamdani, Muhammad bin Shabib, dan lain sebagainya (Zahrah, t.t: 113-115).

Ajaran Utama Murjiah

Pertama, konsep Iman, salah satu ajaran paling mendasar dari Murjiah adalah pemahaman mereka tentang iman. Murjiah memahami iman sebagai pengakuan dan pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb) dan pengucapan dengan lisan (iqrar bi al-lisan). Mereka cenderung memisahkan iman dari amal perbuatan, menganggap bahwa amal bukan bagian integral dari iman (Al-Ash'ari, t.t: 132-133).

Kedua, Hubungan Iman dan Amal, Murjiah berpendapat bahwa amal perbuatan, meskipun penting, tidak mempengaruhi esensi keimanan seseorang. Seseorang tetap dianggap mukmin selama masih mengucapkan syahadat dan membenarkan dalam hatinya, terlepas dari perbuatannya (Al-Baghdadi, 1977: 190-191). Pandangan ini berbeda dengan aliran lain seperti Khawarij yang menganggap amal sebagai bagian tak terpisahkan dari iman.

Ketiga, Status Pelaku Dosa Besar, salah satu karakteristik utama Murjiah adalah sikap mereka terhadap pelaku dosa besar. Berbeda dengan Khawarij yang menganggap pelaku dosa besar telah kafir, Murjiah berpendapat bahwa selama seseorang masih beriman dalam hatinya, ia tetap dianggap mukmin meskipun melakukan dosa besar (Shahrastani, 1993: 139-140). Mereka menunda penilaian akhir tentang nasib pelaku dosa besar hingga hari kiamat.

Keempat, Optimisme Keselamatan, Murjiah cenderung optimis dalam memandang keselamatan umat Islam di akhirat. Mereka berpendapat bahwa Allah Maha Pengampun dan kemungkinan besar akan mengampuni dosa-dosa umat Islam, kecuali syirik (Watt, 1985: 34-35). Pandangan ini didasarkan pada interpretasi mereka terhadap beberapa ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang luasnya rahmat Allah.

 

Ayat yang digunakan untuk melegitimasi Aliran Murjiah

Istilah Murjiah tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an, beberapa ayat sering digunakan untuk mendukung atau mengkritik pandangan mereka:

2. Surah An-Nisa/4: 48

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar." (Departemen Agama RI, 2009: 86)

Murjiah sering menggunakan ayat ini untuk mendukung pandangan mereka tentang luasnya pengampunan Allah dan optimisme keselamatan bagi umat Islam (Al-Razi, 1420: 91-92). Mereka menafsirkan bahwa selama seseorang tidak melakukan syirik, ada harapan besar untuk mendapatkan pengampunan Allah.

2. Surah az-Zumar/39: 53

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

"Katakanlah (Nabi Muhammad), "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya.663) Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Departemen Agama RI, 2009: 464)

Ayat ini juga sering dijadikan landasan oleh Murjiah untuk menegaskan luasnya rahmat dan pengampunan Allah (Al-Qurtubi, 1964: 264-265). Mereka menginterpretasikan ayat ini sebagai bukti bahwa pintu tobat selalu terbuka dan pengampunan Allah meliputi segala dosa.

Kritik terhadap Murjiah

Pandangan Murjiah tidak luput dari kritik dari berbagai kalangan ulama dan aliran teologi lainnya:

1. Pemisahan iman dari amal dapat mendorong kelalaian dalam beribadah dan ketaatan kepada Allah. Al-Ghazali berpendapat bahwa pandangan ini dapat menyebabkan sikap acuh tak acuh terhadap kewajiban agama (Al-Ghazali, t.t: 110-111).

2. Pandangan Murjiah dianggap terlalu optimis dan dapat menyebabkan sikap meremehkan dosa. Beberapa ulama khawatir bahwa optimisme berlebihan dapat mengarah pada sikap permisif terhadap pelanggaran syariat.

3. Konsep iman Murjiah dianggap terlalu simplistis dan tidak mencerminkan kompleksitas ajaran Islam (Al-Shahrastani, 1993: 141-142). Dia berpendapat bahwa pemahaman iman perlu mencakup aspek keyakinan, perkataan, dan perbuatan secara integral.

Relevansi Murjiah dalam Konteks Kontemporer

Meskipun Murjiah sebagai aliran teologi klasik tidak lagi eksis dalam bentuknya yang original, beberapa aspek pemikirannya masih memiliki relevansi dalam konteks kontemporer:

Pertama, Toleransi dan Pluralisme: Sikap Murjiah yang menahan diri dari menghakimi status keimanan orang lain dapat menjadi pelajaran penting dalam konteks masyarakat yang plural (Madjid, 1992: 253-254). Dalam era globalisasi dan masyarakat multikultural, sikap ini dapat berkontribusi pada pembangunan hubungan antar-komunitas yang lebih harmonis.

Kedua, Optimisme Spiritual: Pandangan Murjiah tentang luasnya rahmat Allah dapat memberikan optimisme spiritual bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang merasa berdosa dan ingin bertobat (Azra, 1994: 182-183). Dalam konteks modern di mana banyak orang mengalami krisis spiritual, perspektif ini dapat memberikan harapan dan dorongan untuk kembali ke jalan yang benar.

Ketiga, Kritik terhadap Ekstremisme: Sikap moderat Murjiah dalam konteks konflik politik dapat menjadi pelajaran untuk mengkritik sikap-sikap ekstrem dalam beragama, terutama yang mudah mengkafirkan orang lain (Abdrurrahman, 1995: 45-46). Di tengah maraknya radikalisme dan ekstremisme agama, pemikiran Murjiah dapat menjadi salah satu sumber inspirasi untuk mengembangkan teologi yang lebih inklusif dan moderat.

 

Kesimpulan

Murjiah, dengan segala kompleksitas ajarannya, merupakan bagian penting dari mozaik pemikiran Islam. Meskipun banyak dikritik, aliran ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan wacana teologis Islam. Pandangan mereka tentang iman, status pelaku dosa besar, dan optimisme keselamatan telah memperkaya diskursus keagamaan dan memberikan perspektif alternatif dalam memahami hubungan antara manusia dan Tuhan.

Dalam konteks kekinian, beberapa aspek pemikiran Murjiah masih relevan dan dapat memberikan inspirasi dalam menghadapi tantangan-tantangan kontemporer. Sikap toleran, optimisme spiritual, dan kritik terhadap ekstremisme yang dapat diteladani dari Murjiah dapat menjadi bahan refleksi dalam upaya membangun pemahaman keagamaan yang lebih inklusif dan humanis.

Namun, penting untuk dicatat bahwa adopsi pemikiran Murjiah atau aliran teologi lainnya perlu dilakukan secara kritis dan kontekstual. Keseimbangan antara optimisme spiritual dan tanggung jawab moral tetap harus dijaga. Studi lebih lanjut tentang Murjiah dan relevansinya dalam konteks kekinian dapat memberikan kontribusi penting dalam pengembangan pemikiran Islam yang moderat, inklusif, dan responsif terhadap tantangan zaman.

Daftar Pustaka

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, 2002.

Watt, W. Montgomery. Islamic Philosophy and Theology. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1985.

Amin, Ahmad. Fajr al-Islam. Kairo: Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyyah, 1975.

Al-Shahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim. Al-Milal wa al-Nihal. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1993.

Izutsu, Toshihiko. The Concept of Belief in Islamic Theology. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2006.

Abu Zahrah, Muhammad. Tarikh al-Madhahib al-Islamiyyah. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, n.d.

Al-Ash'ari, Abu al-Hasan. Maqalat al-Islamiyyin. Kairo: Maktabat al-Nahdah al-Misriyyah, 1969.

Al-Baghdadi, Abd al-Qahir. Al-Farq bayn al-Firaq. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1977.

Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009.

Al-Razi, Fakhr al-Din. Mafatih al-Ghayb. Beirut: Dar Ihya' al-Turath al-'Arabi, 1420 H, vol. 10.

Al-Qurtubi, Muhammad ibn Ahmad. Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an. Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1964, vol. 15.

Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya' Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma'rifah, n.d., vol. 1.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Bandung: Mizan, 1994.

Abdurrahman, Moeslim. Islam Transformatif. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun