Mohon tunggu...
Nisa Oktaviani
Nisa Oktaviani Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Nisa Oktaviani merupakan mahasiswa aktif jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Memiliki motivasi dan keterampilan di bidang Jurnalistik dan Kewirausahaan. Mahir dalam berbagai organisasi, event, dan sukarelawan. Memiliki kemampuan analisis yang kuat, pemikir strategis, dan negosiasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

World Mental Health Day 2022: Pengaruh Pola Asuh Toxic Parents terhadap Pembentukan Karakter Anak

5 November 2022   22:54 Diperbarui: 5 November 2022   23:02 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Nisa Oktaviani 

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon

World Mental Health Day 2022

Pada tanggal 10 Oktober kemarin, dunia telah memperingati hari Kesehatan jiwa sedunia, untuk meningkatkan kepedualian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Kesehatan jiwa. Kesehatan mental sendiri merupakan salah satu hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik, individu yang sehat secara fisik belum tentu sehat secara mental. 

Di dalam sebuah kehidupan, seseorang tidak hanya membutuhkan Kesehatan jasmaniah saja untuk memenuhi kebutuhan fisiknya seperti makan, minum, dan olahraga, akan tetapi Kesehatan mental juga berguna untuk memenuhi kebutuhan dan kebahgaian seseorang.

Dalam kesehatan mental, peran orang tua dalam melakukan pola asuh juga mempengaruhi pembentukan karakter anak. Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak dengan cara mendidik, membimbing dan cara mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik.

Toxic parents sendiri adalah orang tua yang tidak menghormati dan memperlakukan anaknya  dengan baik sebagai individu, mereka bisa melakukan berbagai kekerasan pada anak bahkan membuat kondisi psikologis atau Kesehatan mentalnya terganggu. 

Toxic parents sendiri sebenarnya bukanlah berasal dari istilah medis atau suatu konsep, namun merupakan istilah popular untuk mendeskripsikan dampak pola relasi antara anak dan orang tua dengan peran yang sangat dominan. Serta pola asuh buruk yang berdampak terhadap psisikis anak (Muhammad Fikri, 2020: 2). Lalu apa yang terjadi apabila pola asuh orang tua dalam mendidik anak itu ternyata pola asuh toxic parents?

Mengenal Toxic Parents dan Dampak yang Ditumbalkan bagi Karakter Anak

Anak-anak berhak lahir dari keluarga yang Bahagia, harmonis, dan orang tua yang mencintai anaknya. Akan tetapi, banyak kenyataannya anak tumbuh di dalam pola asuh orang tua yang destruktif, kasar, dan mampu meracuni psikologis anaknya. Peran orang tua dalam hal ini memang berat, pada dasarnya mereka melakukan segala cara demi kebaikan anaknya. Sayangnya, meski tujuannya mungkin baik, terkadang tidak selalu tepat.

Toxic parents dalam pola asuh, biasanya menekankan anak untuk menjadi apa yang orang tua inginkan. Menurut Forward & Buck (dalam Putru Adi Saskara 2020), di dalam keluarga toxic terdapat kepercayaan  dan peraturan tidak tertulis yang hampir semunya lebih terpusat kepada perasaan dari orang tua toxic. 

Berikut adalah contoh kepercayaan: (1) Anak harus menghormati orang tua, apapun yang terjadi, (2) Ada dua acara dalam melakukan sesuatu-cara kami atau cara yang salah, (3) Anak harus dapat dilihat, tetapi tidak boleh didengar, (4) Anak harus mengikuti apa yang orang tua katakana dan perintah.

Dengan aturan-aturan tersebut, mau tidak mau seorang anak haruslah mengikuti aturan tersebut. Mau itu baik atau tidaknya bagi sang anak, tetap harus dilakukan, karena pada dasarnya orang tua yang melalakukan pola asuh seperti ini selalu merasa bahwa saran orang tua lah yang paling benar. 

Hal seperti inilah yang akan mempengaruhi karakteristik anak, karena dapat menyebabkan anak rentan mengalami gangguan kecemasan saat dewasa kelak. Sebab toxic parents cenderung tidak bisa menerima dengan baikrasa gelisah serta cemas si anak sejak kecil. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam memahmi rasa cemas yang dialaminya. 

Isu stress, depresi, bipolar makin sering terdengar dan datang dari anak remaja. Bahkan, tak jarang beberapa remaja menjadi rentan bunuh diri akibat dari orang tua yang tidak aware terhadap Kesehatan mental anaknya. Wolrd Health Organization (WHO) mencatat setiap 40 detik, terdapat satu korban meninggal yang disebabkan oleh tindakan bunuh diri, termasuk remaja, yang sakah satu penyebabnya dari keluarga.

Toxic parents tentunya sangat membawa dampak negative terhadap tumbuh kembang anak, selain memiliki rasa percaya diri yang kurang, anak-anak dari toxic parents akan terbiasa untuk menyalahkan diri sendiri, bahkan akan terbawa ketika anak menuju dewasa kelak. Pola asuh dari toxic parents juga dapat mempengaruhi karakter anak yang menjadi kurang percaya diri, merasa tidak berharga, dan dihantui oleh rasa bersalah.

Mengatasi Toxic Parents dengan Menjalin Komunikasi dan Pola Asuh yang Baik

Dalam sebuah keluarga orang tua tentunya harus paham akan namanya parenting atau cara mendidik anak. Orang tua harus memahami psikologis anak, tidak memaksakan kehendak, tetapi memberikan ruang dialog sehingga terjadi komunikasi yang mengayomi. 

Karena komunikasi dan pola asuh yang kurang baik, rentan menyebabkan terjadinya disfungsi komunikasi, baik antara ibu dan ayah ataupun antara orang tua dengan anak. Disfungsi komunikasi menjadikan kualitas rumah tangga menjadi kurang harmonis, iklim di rumah menjadi kurang nyaman, kebersamaan menjadi sulit terjadi, dan tentunya anak akan selalu merasa tidak nyaman Ketika ia berada di rumah.

Perlu diketahui juga oleh orang tua, bahwa setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda. 

Dengan ini, ada beberapa hal  yang bisa orang tua lakukan untuk berkomunikasi dam memberikan pola asuh yang baik terhadap anak, antara lain: (1) Anggap anak sebagai teman, (2) Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang dilakukan oleh anak, (3) Hargai setiap proses yang dilakukan, (4) Gunakan bahasa yang baik dengan anak, jangan membentak, (5) Dengarkan Ketika ia bercerita (6) Bimbing anak Ketika memutuskan sesuatu yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun