Mohon tunggu...
Pangpung Leutik
Pangpung Leutik Mohon Tunggu... -

seseorang yang biasa biasa saja sedang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Karakter, Mengapa?

2 Desember 2011   07:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:55 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekarang ini karakter bangsa sedang ramai-ramai diperbincangkan, mulai dari Presiden sampai Lurah membahas masalah ini. Mengapa???

Katanya siih.. hal tersebut dilatar belakangi oleh adanya realitas buram di hadapan kita, yaitu :


  • Jumlah kaum muda pengguna narkoba masih mencemaskan. Informasi dari Badan Diklat Badan Narkotika Nasional, menyebut terdapat sekitar 3,6 juta pecandu narkoba di Indonesia ( Tempo Interaktif, 27/8/2009)
  • Masalah kekerasan yang masih belum teratasi seperti oknum guru menempeleng muridnya, murid mengeroyok gurunya, tawuran antar pelajar maupun antar mahasiswa, tawuran antar kampung, dan lain-lain

Selain itu dari sisi susila juga ada sederet fakta yang mambuat kita merinding,


  • angka aborsi di kalangan remaja masih tinggi
  • beredar luasnya pornografi
  • dekadensi moral di kalangan orang dewasa, rendahnya tanggung jawab dan sikap amanah dipertontonkan   secara jelas di depan publik. Betapa banyak pejabat publik yang diseret ke meja hijau. Pada bulan Maret 2010 lembaga survey Political & Economic Risk Consultant ( PERC) yang bermarkas di Hongkong, masih menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia Pasifik. Nah lhooooo.................!!!??
  • tidak sedikit ulah para wakil rakyat bikin geleng-geleng kepala rakyat yang diwakilinya, dan wakil rakyat inipun masih gemar berantem kala bersidang. Ketika pers mempertanyakan, mereka berkilah, katanya "kan demokratiiisss." tapi masa siiiiihhh....???
  • disiplin dan tertib berlalu lintas, budaya antri, budaya baca, hingga budaya bersih kita masih di bawah standar
  • kebanggaan terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri masih memprihatinkan.


Potret buram dan mozaik realitas tersebut membuat semua orang risau. Kini semua bertanya ulang, ' bagaimana masa depan Indonesia bila generasi penerusnya tidak memiliki karakter dan jati diri?"

Lalu, pada perayaan hari Nyepi di Jakarta, Presidenpun berujar , " Pembangunan watak (character building) amat penting. Kita ingin membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian bisa kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society)."

Mengurai benang kusut dari kondisi bangsa ini, semua tertuju pada dunia pendidikan. " Mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku menjadi lebih baik? Mengapa kejujuran, komitmen, keuletan, kerja keras, hingga kesalehan sosial seolah terlepas dari persolan pendidikan?

Mari kita mencoba mengambil benang merah antara karakter bangsa dengan Pancasila. Mengapa?? Karena, dari pengetahuan yang saya peroleh sejak mengenal bangku sekolah, bahwa Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bersumber dari nilai-nilai yang ada dan dianut di masyarakat Indonesia. Bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila digali dari kepribadian Bangsa Indonesia. Dengan demikian rasanya tidak salah kalau persepsi saya mengatakan bahwa Karakter bangsa adalah karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Kemudian, terbentang dalam memori saya masa-masa di bangku sekolah. Ada salah satu mata pelajaran yang namanya Pendidikan Moral Pancasila ( PMP ), materi yang diajarkan dalam PMP ini antara lain : berbagai agama yang ada di Indonesia, saling menghormati, tenggang rasa, tepo seliro, gotong royong, pengendalian diri, musyawarah mufakat, keadilan, dan lain-lain. Kalau saya tidak salah persepsi, semua itu adalah karakter bangsa.

Sepertinya, bangsa kita selalu menutup mata terhadap kebaikan-kebaikan atau kelebihan-kelebihan suatu zaman. Ketika Orde Baru menggantikan Orde Lama, muncul anggapan bahwa  apa yang ada pada Orde Lama semua salah, Soekarno salah! tanpa melihat dan mempertimbangkan sisi baik dan jasanya.  Kemudian ketika Orde reformasi menggantikan Orde Baru, muncul anggapan apa yang ada pada masa Orde Baru semua salah,  Soeharto salah! Dan semua konsep yang ada pada masa orde lama maupun orde baru ditinggalkan, dianggap tidak benar.

Mata Pelajaran PMP pun hilang, diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, kemudian berubah lagi menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, yang materinya antara lain : kebebasan berbicara, Hak Azasi Manusia, Otonomi daerah, pembelaan negara, Nilai-nilai Pancasila ( namun hanya dalam satu bab ). Lalu haruskah pendidikan yang disalahkan? atau konseptor pendidikan yang salah?

Tidaklah tepat untuk mencari kambing hitam, yang lebih bijak adalah mari kita bersama-sama menghadapi permasalahan karakter bangsa ini, membuka hati dan pikiran  pada setiap kebaikan/kebenaran dari manapun asalnya.

Orang bijak mengatakan " terimalah kebaikan itu meskipun asalnya (maaf) dari pantat ayam." Toh telur yang asalnya dari pantat ayam karena baik untuk tubuh kita, maka kita makan juga....."

wallahu'alam bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun