Mohon tunggu...
Erin Sukma Puspita
Erin Sukma Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Keuangan Negara STAN

saya malas tapi juga ambis disaat yang bersamaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bayar Pajak Bisa Ditunda, Begini Caranya

13 Januari 2024   09:10 Diperbarui: 13 Januari 2024   09:58 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerimaan perpajakan selalu menjadi sumber terbesar pendapatan negara dalam postur APBN disetiap tahunnya. Dalam konferensi pers APBN kita, per januari 2024, meneteri keuangan, Sri Mulyani, melaporkan bahwa penerimaan perpajakan memberikan jumlah paling besar dalam komponen APBN, yaitu sebesar Rp1.869,2T, dan apabila mengarah pada Perpres 75/2023, penerimaan tersebut naik melampaui target sebesar 102,8% atau tumbuh 8,9% dibandingkan tahun lalu.

Kemudahan Pembayaran Pajak

Jajaran DJP (Direktorat Jenderal Pajak) berhasil mendapatkan penerimaan pajak lebih dari 100% selama 3 tahun berturut turut. Namun dalam situasi tertentu, wajib pajak dapat mengalami kesulitan likuiditas atau menghadapi keadaan diluar kuasanya yang membuat pemabayaran pajak menjadi sulit dilakukan. Oleh karena itu DJP (Direktorat Jenderal Pajak) membantu wajib pajak dengan mengadakan kebijakan tentang penundaan pembayaran pajak agar wajib pajak tidak merasa terbebani dalam melakukan kewajiban perpajakan.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak atas dasar permohonan dari Wajib Pajak. Lebih lanjut, ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 242 tahun 2014, yang telah diubah menjadi PMK Nomor 18 tahun 2021. Pengangsuran atau penundaan ini dapat diberikan jika Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau menghadapi keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu melunasi utang pajak pada waktunya.

Objek Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Tidak semua wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan penundaan dan pengangsuran. Surat permohonan itu hanya untuk wajib pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga wajib pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya SPT diterbitkan

Permohonan juga harus dilampirkan dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.

Terkhusus untuk Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB harus memenuhi persyaratan Wajib Pajak yaitu harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.

Surat Permohonan harus mencantumkan:

1. Jumlah angsuran, masa angsuran, dan besarnya angsuran.

2. Jumlah penundaan pajak dan jangka waktu penundaan.

Permohonan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Pada Pasal 21 PMK No. 242 Tahun 2014 s.t.d.d PMK no. 18 tahun 2021, Wajib Pajak harus

mengajukan surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak dengan

ketentuan:

  • Permohonan diajukan paling lama pada saat SPT Tahunan disampaikan, atau sebelum surat paksa disampaikan oleh jurusita pajak untuk permohonan angsuran atau penundaan bagi PBB dan pajak yang masih harus dibayar akibat adanya STP, SKPKB, SKPKBT, SK-Pembetulan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali.
  • Disertai alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan yang mendukung permohonan, yakni berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan peredaran bruto.
  • Surat permohonan harus memenuhi persyaratan yakni:
  • Ditandatangani oleh Wajib Pajak, dalam hal ditandatangani selain Wajib Pajak maka harus dilampiri surat kuasa khusus.
  • Mencantumkan jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran untuk permohonan mengangsur atau jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan untuk permohonan penundaan.
  • Disampaikan secara elektronik atau tertulis.
  • Khusus untuk PBB, Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya dan harus melampirkan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.

Kemudian, tidak hanya mengajukan permohonan sebagaimana disebutkan diatas, Wajib Pajak juga perlu memberikan jaminan aset berwujud kepada DJP, dengan ketentuan bahwa asset berwujud tersebut merupakan milik penanggung pajak sendiri yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan, dan tidak sedang dijadikan jaminan atas utang penanggung paak di tempat lain. Jaminan ini diperlukan untuk memastikan kepatuhan penanggung pajak dalam mengangsur ataupun melunasi pembayaran pajak yang ditunda.

Setelah permohonan diajukan, DJP akan meneliti kelengkapan permohonan dari Wajib Pajak serta mempertimbangkan jaminan yang disampaikan. DJP kemudian akan menerbitkan Keputusan dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah diterima permohonan. Keputusan ini dapat berupa menyetujui seluruhnya, menyetujui sebagian, atau menolak.

Jangka Waktu Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak disampaikan paling lama:

  • pada saat Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan, untuk kekurangan pembayaran pajak
  • sebelum Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penagihan pajak dengan surat paksa

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui batas waktu harus memberikan Jaminan aset berwujud sebesar utang pajak yang diajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak.

Persetujuan Atas Permohonan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan permohonan dan jangka waktu penyampaian permohonan serta setelah mempertimbangkan jaminan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterima permohonan.

Keputusan dapat berupa:

  • menyetujui jumlah angsuran pajak dan/ atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak;
  • menyetujui sebagian jumlah angsuran pajak dan/ atau masa angsuran atau lamanya penundaan yang dimohonkan Wajib Pajak; atau
  • menolak permohonan Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, dan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun