Pembebanan uang paksa kepada pihak yang bertanggung jawab secara kelembagaan harus dibayarkan dengan dana pribadi, bukan dana yang bersumber dari dana lembaga atau kas negara/daerah.
Oleh karena itu, untuk mengakomodir usulan tersebut penulis juga menyarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku lembaga legislatif untuk melakukan perubahan terhadap UU MK, dengan tujuan mengatur ketentuan pembebanan dwangsom atau uang paksa dalam hukum positif di Indonesia.
Berikut usulan substansi pasal yang diusulkan oleh penulis:
“Dalam hal pihak-pihak yang terkait dengan norma yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa.”
Dalam bunyi pasal tersebut, penulis mendesain pembebanan sanksi terhadap pelaku pembangkangan atas putusan MK tidak hanya sebatas untuk menjaga stabilitas penegakan keadilan berdasarkan prinsip dan nilai-nilai konstitusi semata, melainkan juga sebagai upaya penguatan terhadap kedudukan UUD NRI Tahun 1945 sebagai perwujudan supremasi hukum yang tiap-tiap pasalnya bersumber dan dijiwai oleh nilai-nilai luhur Pancasila selaku sumber dari segala sumber hukum dan dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H