Pertama-tama saya sangat bersyukur atas hadiah dari seorang teman atas Antologi Puisi 'Kaki Waktu' yang saya terima minggu kemarin. Jelas saya senang. Lalu apa yang saya rasakan setelah membaca buku tadi? Entahlah. Yang pasti ada semacam kepuasan dalam beberapa puisi yang mewakili perasaan saya di dalamnya.
Antologi Kaki Waktu yang memuat delapan puluh empat karya pilihan dari dua belas penulis muda Makassar yang kesemuanya perempuan, serupa bentuk pengeksistensian diri yang tenggelam di tengah nama-nama besar penyair lelaki yang mendominasi di negeri ini.
Andi Tenriola, Dalasari Pera, Darmawati Majid, Dhida Alwi, Eka Fitriani, Handayani Utamy, Inayah Mangkulla, Madia Gaddafi (Nuri Nura), Mariati Atkah, Meike Lusye Karolus, Rahiwati Sanusi, Reni Purnama.
Mereka, kedua belas perempuan di atas, hadir dengan beragam 'rasa' yang mereka wakili di tiap-tiap puisi yang mereka tawarkan. Mereka mengungkapkan rasa dengan cara sederhana yang mudah dipahami. Simpel, tidak bertele-tele, dan sangat 'sopan' bahkan dalam melakukan kritik terhadap keadaan yang telah porak-poranda sekalipun.
****
"Kalau aku pulang
Kau aka kujumpai di awal senja
Dan menceritakan semuanya
.......
Tapi bagaimana jika aku tidak pulang?
Apakah kau masih mau menunggu